Kamis, 14 Juni 2012

Jingga di Ujung Senja


Seorang kakek tua berusia 60 tahun yang divonis mengalami kanker paru-paru akut dan telah diramalkan oleh dokter bahwa usianya tidak akan lama lagi sedang melamun dan merenung di sisi sebuah sungai terkenal di Palembang. Dengan disaksikan oleh jembatan ampera yang kian lama kian menua, sang kakek tua seakan bernostalgia dan menerawang jauh menuju zaman mudanya dulu, zaman ketika dia mulai mengenal seorang wanita yang ia yakin merupakan cinta sejatinya.

***

Armyn, seorang asli Palembang, berangkat untuk menuntut ilmu dan kuliah di Institut Pertanian Bogor, dengan berbekal beasiswa dari kampus atas prestasi yang telah dicapainya semasa sekolah. Di kampus ini, Armyn berkenalan dengan seorang wanita, dan Armyn yakin, wanita ini merupakan cinta sejatinya, karena Armyn langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Beruntungnya Armyn, karena ternyata wanita ini satu jurusan dengannya di kampus, sehingga tidak sulit bagi Armyn untuk bersahabat dan berbagi masalah serta mencurahkan hati kepada wanita ini.

Seiring perjalanan waktu, Armyn tetap tidak mampu untuk mengungkapkan perasaannya kepada wanita tersebut. Ya, pada dasarnya Armyn memang orang yang pemalu dan pengecut, dia lebih rela dan memilih tetap bersahabat dengannya. Dia takut hubungannya dengan wanita ini rusak apabila perasaan cintanya yang menggebu, dia katakan dan curahkan kepada sang wanita.

Di sisi lain, wanita ini tidak tahu dan tidak mengerti kalau Armyn menyimpan hati untuknya. Wanita ini hanya menganggap Armyn sebagai sahabatnya, sahabat tempat ia berbagi cerita-cerita seru, bahkan tempatnya curhat juga ketika dia sedang ada masalah dalam hidup, terutama ketika wanita ini sedang bermasalah dengan pacarnya. Ya, wanita ini sering mencurahkan perasaannya dan kejadian-kejadian yang terjadi antara dirinya dengan pacarnya kepada Armyn, tanpa ia tahu bahwa hati Armyn seperti tertusuk-tusuk setiap kali wanita pujaannya curhat mengenai kehidupan asmaranya. Sementara itu Armyn hanya bisa pasrah dan menjadi pendengar serta penasihat yang baik ketika sang wanita pujaan mencurahkan isi hatinya, Armyn berlapang dada dan berbesar hati karena dia menyadari tidak ada hal lain yang bisa ia perbuat, tidak juga untuk jujur mengatakan isi hatinya kepada sang wanita pujaan.

Untuk mencurahkan dan mengungkapkan isi hatinya tentang sang wanita, Armyn bercerita kepada teman satu kosnya yang kebetulan sama-sama berasal dari Palembang, namun berbeda jurusan dengan Armyn. Okta, nama sahabatnya itu, dialah yang selama ini menjadi tempat sampah bagi Armyn dalam mencurahkan perasaan hatinya tentang sang wanita.

Beberapa tahun berlalu, mereka pun lulus dari kampus. Wanita itu mengambil langkah drastis dengan mengiyakan ajakan menikah dari pacarnya. Sementara itu, Armyn yang makin patah hati setalah ditinggal menikah oleh sang wanita pujaan hati, bertekad untuk tidak menikah seumur hidupnya, karena ia tidak yakin dapat mengganti posisi sang wanita dengan wanita lain. Ia juga takut apabila menikah, ia hanya akan menyakiti pasangannya, karena di hatinya, sang wanita pujaan tetap menempati porsi terbesar, tidak dapat terganti oleh siapapun. Okta, sang sahabat, terus menasehati Armyn untuk segera melupakan sang wanita pujaan, karena ia telah milik orang lain. Tetapi Armyn hanya berkata iya di mulut saja, sementara hatinya berkata tidak, dan ia tetap hidup sendiri sepanjang hidupnya.

***

“Armyn,” suara merdu seorang wanita seakan membangunkan Armyn dari lamunannya tentang masa lalu. Armyn yang sedari tadi matanya memperhatikan sungai Musi berbalik untuk mencari asal suara merdu itu. “Kamu...” Armyn tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya terpana menyadari sang wanita yang ada di hadapannya. “Sudah, jangan berkata apa-apa lagi. Aku sudah tahu semuanya, Okta telah menceritakan semuanya. Tekadmu, penyakitmu, vonis dokter tentangmu, dan terutama perasaanmu padaku,” wanita itu menjelaskan panjang lebar, “Andai saja aku tahu dari dulu, andai saja kita bisa memutar ulang waktu, andai saja kamu tidak terlalu takut untuk mengungkapkan kepadaku, maafkan aku...”

 “Kamu tidak perlu meminta maaf, seharusnya aku yang meminta maaf karena memendam perasaan ini kepadamu. Kamu tahu sendiri bagaimana watak dan sifat aku. Namun yang pasti, aku tidak menyesal telah mencintaimu, aku tidak menyesal tidak mengatakan ini padamu, aku bahkan menikmati perasaan ini. Aku pun menikmati saat-saat kita bersahabat dahulu, walaupun tanpa cinta. Aku pun turut berbahagia atas pernikahanmu, kehidupan bahagiamu, anak-anakmu, aku sama sekali tidak menyesal,” Armyn berkata dengan penuh kebanggaan.

“Terima kasih atas semuanya Myn, kamu memang sahabat terbaikku. Kamu rela tidak berbahagia demi aku, aku bangga padamu. Sekarang izinkan aku untuk menemanimu disini, menikmati indahnya sungai Musi dari dekat,”

“Tidak masalah, aku pun berterimakasih kamu mau menemaniku disini.”

Suasana kemudian hening, tidak ada diantara mereka berdua yang berbicara, hanya suara kendaraan dan suara orang-orang yang lalu-lalang di sekitar mereka yang terdengar. Akhirnya Armyn memutus kebisuan diantara mereka, “Sekali lagi, aku berterimakasih karena kau telah bersedia menemaniku. Menemaniku di ujung usiaku, menemaniku di saat senjaku, walaupun hanya sejenak, hal ini sangat berarti bagiku,” Armyn menghela nafas, “Aku akan selalu mencintaimu, Jingga, sampai akhir hayatku.”

10 komentar:

  1. Anak istrinya kemana, kok yg nemenin malah orang lain?

    Kasian ih istrinya dikawinin tp ga 100% dicintai #protes

    BalasHapus
    Balasan
    1. kan itu ada kata-kata: "Tetapi Armyn hanya berkata iya di mulut saja, sementara hatinya berkata tidak, dan ia tetap hidup sendiri sepanjang hidupnya." :P

      Hapus
    2. laki-laki begok ah, kek gak ada perempuan lain aja.

      btw, menurut suami gw ide cerita ini kereeen

      Hapus
    3. namanya juga cinta...

      waaah, makasih.. *peluk om Jamal #eh

      Hapus
  2. kasih bumbu harlequin dong puh.. :shutup:

    :ngacir:

    BalasHapus
    Balasan
    1. bikin tanpa bumbu itu aja udah susyah, apalagi ditambahin hihihi

      Hapus
    2. Mosok susah, kan udah khatam baca harlequinnya. Udah berapa jilid malah #ngikik

      Hapus
  3. ih komenku yg harlequin ga muncul?

    BalasHapus
    Balasan
    1. sabar, lagi nunggu approve, asistenku lagi sibuk #eAAAAAAA

      Hapus