Sabtu, 14 Desember 2013

The Enchantress; The End of the Flamels



Pernah “segitunya” membaca sebuah novel hingga kamu kemudian browsing / googling, atau apapun namanya guna mengecek apa-apa yang ada di buku yang barusan kamu baca? Buku yang saya baca ini menimbulkan efek seperti itu. Pertama terbit tahun 2008, seri pertama kisah Nicholas Flamel karangan Michael Scott ini mampu membuat saya sedikit belajar tentang mitologi, pahlawan masa lalu, hingga sejarah dan benda-benda kuno lainnya. Kali ini, yang saya baca ialah seri keenam dari buku ini, kisah pamungkas, sebuah buku yang terbit pertengahan 2013 di Indonesia dan diterbitkan oleh sebuah penerbit yang akan menjadi legenda, Matahati. Buku yang saya baca ini berjudul: The Enchantress.

Apa sebenarnya yang membuat saya “segitunya”? Ya itu tadi, perpaduan antara mitologi, sejarah, pahlawan / manusia legenda masa lalu, sci-fi, dan fiksi, membuat saya penasaran terhadap tokoh-tokoh yang ada di buku ini. Oke, pertama-tama tentunya pasangan Nicholas dan Perenelle Flamel. Pasangan ini dikabarkan sebagai pasangan abadi dan masih hidup hingga sekarang. Hal ini berdasarkan fakta bahwa makam keduanya di Paris sana ditemukan kosong melompong! Manusia abadi, itulah pasangan Flamel ini disebut, tetapi apakah hanya mereka saja manusia abadi di dunia ini? Nah, inilah yang membuat buku ini menarik. Dr. Dee, penasihat King Arthur di masa lalu, Niccolo Machiavelli (Italiano, penulis buku juga), Comte de Saint-Germain (namanya diabadikan menjadi klub sepakbola Paris St. Germain), Billy the Kid (penjahat Amerika paling termasyhur), Niten (alias Miyamoto Musashi) dan William Shakespeare-Joan of Arc (siapa yang tak kenal mereka berdua?) adalah beberapa manusia abadi lainnya yang dibuat oleh Michael Scott. Mungkin akan biasa saja jika kisah ini hanya seputar manusia abadi, makanya itu, Michael Scott membuat tokoh-tokoh lain yang disebut Tetua yang berdasarkan legenda dan mitologi-mitologi dunia. Hekate (dewi tiga usia), Bastet (dewi kucing), Morrigan (dewi gagak), Isis, Osiris, Prometheus, Anubis, Aten, dan lain-lain “dihidupkan” oleh Scott guna ikut berperan dalam buku ini. Coba saja browsing, pasti akan ada topik yang “nyangkut” ketika menulis nama-nama itu.

Scott sendiri mengakui, bahwa tokoh fiksi yang ia buat tak berdasarkan legenda hanyalah Josh dan Sophie Newman, si kembar tokoh utama buku ini. Pasangan kembar ini hidupnya berubah 180 derajat ketika mereka bertemu Flamel. Mereka ditasbihkan sebagai pasangan emas dan perak, yaitu pasangan legendaris yang diceritakan di sebuah codex ciptaan Abraham sang Magi (codex yang juga berisi petunjuk bagaimana cara mengubah batu menjadi emas), yang akan ditakdirkan sebagai Satu yang menghancurkan dunia, dan Satu yang menyelamatkan dunia.

Buku keenam ini sendiri terbagi menjadi dua seting utama, San Fransisco di masa kini, serta Danu Talis di sepuluh ribu tahun yang lalu. Di San Fransisco, pasangan Flamel yang usianya tinggal satu hari berjuang keras guna mencegah monster-monster mitologi (seperti sphinx, unicorn, nereid, dan lain-lain) yang dikurung oleh Dee di pulau Alcatraz menyerang dan menghancurkan San Fransisco. Sementara itu, di Danu Talis, si kembar disuguhi fakta mencengangkan tentang kedua orang tua mereka. Si kembar pun makin dekat dengan takdir mereka yang tentang satu yang menghancurkan dan satu yang menyelamatkan dunia.

Dengan tiap bab yang selalu berbeda cerita, para pembaca digiring untuk menikmati buku ini dengan penuh konsentrasi. Ya, cerita buku ini tidak melulu di San Fransisco selama beberapa bab berturut-turut, atau di Danu Talis secara berurutan. Bahkan, walaupun settingnya hanya di dua tempat, ada banyak sudut pandang tokoh yang bercerita di sini. Agak membingungkan, tetapi ini yang membuat cerita ini menarik. Apalagi, di buku terakhir ini fakta-fakta mulai terkuak dan jalan cerita menjadi jelas. Endingnya sendiri menurut saya mengejutkan, walau agak menggantung. Meskipun begitu saya tetap puas, karena pada akhirnya semuanya telah terungkap dengan jelas dan saling berkaitan. Dan yang paling penting, tak ada manusia yang benar-benar jahat di buku ini, karena di setiap manusia yang jahat pasti tetap menyimpan kebaikan.


Oya, ada lagi hal menarik yang membuat saya jatuh cinta kepada serial ini. Hal itu ialah perbincangan-perbincangan ringan, bahkan konyol di antara tokoh-tokohnya. Salah satu contoh ialah ketika St. Germain berbincang-bincang dengan istrinya, Joan of Arc, tentang rencananya menciptakan sebuah lagu gara-gara ia terinspirasi ketika sedang terbang dengan vimana (sejenis piring terbang) menuju pertempuran di piramida rata. Ada lagi, ketika Billy the Kid dan Elang Hitam membahas tentang nama dari capit kepiting, padahal ketika itu mereka dalam bahaya dan sedang menghadapi serangan dari seekor kepiting raksasa, sempat-sempatnya. Hal-hal seperti ini pula yang membuat saya tak ragu untuk memberi lima bintang.


Judul: The Enchantress (Flamel #6)
Penulis: Michael Scott
Tebal: 634 hal.
Penerbit: Neo Matahati
Tahun Terbit: 2012 (1st) / 2013 (terjemahan)
Rate: 5/5

Sophie dan BFG, Raksasa Besar yang Baik



BFG. Big Friendly Giant. Raksasa yang baik hati. Tapi, baik hati kok malah menculik Sophie? Itu karena manusia memang makhluk yang tak bisa menyimpan rahasia. Apabila Sophie yang tak sengaja melihat BFG itu tak diculik oleh BFG, maka pastinya kabar tentang adanya raksasa di dunia ini pasti sudah tersebar dan akan ada perburuan besar-besaran terhadap para raksasa. Raksasa ini sebenarnya hanya ada sepuluh, sayangnya hanya BFG yang baik hati dan “peniup” mimpi baik bagi umat manusia, sedangkan sembilan raksasa lainnya yang ukurannya lebih besar daripada BFG merupakan raksasa pemakan manusia!

Petualangan Sophie di kediaman raksasa ini penuh teror. Sekali saja ia ketahuan oleh raksasa lainnya, ia akan langsung dilumat habis oleh mereka. Ah, memang jahat raksasa-raksasa itu. Hanya di malam hari Sophie aman dari raksasa-raksasa itu, ini dikarenakan malam hari yaitu saatnya para raksasa memburu manusia! Ya, para raksasa itu akan menyebar di seluruh dunia dan memakan manusia-manusia yang menurut mereka lezat. Aksi ini dilakukan secara rapi, buktinya, tak ada yang tahu kemana hilangnya manusia-manusia yang dimakan oleh raksasa. Selain itu, jejak raksasa ini tak ketahuan oleh siapapun! Jadi hilangnya beberapa orang di seluruh dunia dianggap sebuah misteri oleh manusia lainnya, tak pernah terpikir bahwa manusia-manusia ini dimakan oleh raksasa.

Sophie muak pada mereka. Ia miris melihat kaum manusia menjadi korban para raksasa. Ia pun mengeluarkan sebuah ide brilian, ide untuk menghentikan aksi para raksasa ini dalam memburu manusia. Tentunya, ide Sophie ini tak akan bisa terlaksana tanpa bantuan BFG, keahliann BFG dalam meniup mimpi, serta bantuan Ratu Inggris. Ya, Ratu Inggris diseret oleh Roald Dahl untuk membantu Sophie meringkus para raksasa ini.

Sebuah kisah yang unik, yang menyatukan cerita hasil pemikiran Roald Dahl dengan dongeng-dongeng legendaris lainnya. Ini terbukti dari rasa ketakutan para raksasa ini HANYA kepada satu manusia, yaitu Jack. Jack ini terkenal dengan tanaman kacang rambatnya yang mampu menembus awan dan menghabisi kaum raksasa, dongeng inilah yang mengilhami RD guna membuat satu hal yang paling ditakuti oleh raksasa. Hal lain yang menarik yaitu mengenai Dahl’s Chickens. Saya sempat dibuat bingung, apakah Dahl’s Chickens itu? Ternyata, BFG yang memang mempunyai kemampuan bicara yang sering terbolak-balik dalam mengolah kata salah menyebut nama pengarang favoritnya, yaitu Charles Dickens menjadi Dahl’s Chickens. Luar biasa memang imajinasi RD dalam membuat cerita.

Di cerita ini pun banyak terselip pesan moral. Salah satunya yaitu bagaimana Roald Dahl mencoba mengatakan bahwa hanya manusialah makhluk yang paling bersifat binatang. Ini terbukti dari HANYA manusialah yang saling membunuh sesama kaumnya, bahkan para raksasa pun tidak membunuh sesama mereka, sekasar apapun mereka. Sungguh sebuah pesan moral yang membuat jleb menurut saya.


Terakhir, ending buku ini juga lumayan keren. Jangan mengira penulis buku ini benar-benar Roald Dahl, baca ending buku ini, dan berpikirlah, kira-kira apakah benar yang dikatakan ending buku ini. Empat bintang.


Judul: The BFG
Penulis: Roald Dahl
Tebal: 200 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 1982 (1st) / 2010 (terjemahan)
Rekomendasi Usia: Semua Umur
Rate: 4/5

Rabu, 04 Desember 2013

Rene Star #1



Pernah gak sih kalian mengalami rasa frustasi ketika membaca sebuah buku? Entah itu gara-gara ceritanya yang membosankan, typo gak ketulungan, atau hal-hal mendasar lainnya? Saya baru saja mengalaminya. Buku yang saya baca kali ini berjudul Rene Star (Langit Gelap Diatas Ku). Mengapa frustasi? Coba cek dulu judulnya, saya tulis judul buku itu apa adanya, ada yang salah? Oke, kita bahas sebagian besarnya ya.

Buku ini sepertinya dipublikasikan tanpa melewati seorang editor, ya, saya juga pernah baca sebuah buku konyol dan kocak yang tanpa ada editor, tapi menurut saya buku tersebut lebih bisa dimaafkan karena memang genre-nya komedi, jadi keterbatasan tanpa editor itu dapat tertutupi dari jalan ceritanya yang lumayan dapat membuat mesem-mesem. Nah, masalahnya buku Rene Star ini bukanlah sebuah buku yang bergenre komedi, ini bisa dibilang sejenis metropop gitu yang diterbitkan secara indie, maka yang ada ialah frustasi ketika membaca buku ini, jalan cerita yag serius dan lumayan dirusak oleh hal-hal mendasar yang seharusnya tidak boleh salah.

Pertama, setiap dialog di buku ini (yang menggunakan tanda kutip), pasti ditulis dengan italic. Oh, ya gak mesti juga kan, soalnya jadi rancu antara kata-kata bahasa Indonesia asli dengan kata-kata asing yang ada. Tapi okelah, hal ini tak terlalu mengganggu bagi saya. Kedua, setiap akhiran -nya, si penulis selalu menuliskannya dengan cara dipisahkan. Geregetan deh jadinya, contohnya di halaman 5:

Sesaat setelah itu... “Ashhh.. kenapa aku melakukan nya” keluh nya sambil melihat ranjang basah karena tingkah nya semalam.

Terlihat jelas bukan contoh dari si italic dan si -nya yang dipisahkan? Itu saya tulis sesuai yang tertera di buku. Oh ya, ranjang basah gara-gara si tokoh hujan-hujanan lho, gak maksud menjurus ke hal yang mesum :p

Kedua, setiap selesai dialog, si penulis selalu menggunakan tanda titik, sehingga otomatis setelah tanda kutip pasti akan muncul huruf kapital laiknya di word dan sejenisnya. Kita ambil contoh di halaman 128 berikut ini:

Hihihi... dengan ini dia tak akan pernah mengacuhkan ku lagi... dia akan sangat berterima kasih.” pikir Eric. “Ericcccc... aku mencari mu kemana-mana. Kenapa selalu lari dari ku. Kamu jahat.” Ujar Lily yang tiba-tiba merengkuh erat tangan Eric itu .

Dan hal tersebut ada terus menerus... selain itu satu paragraf berisi banyak dialog, seperti di atas, dua orang yang berbeda berbicara dalam satu paragraf yang sama.

Ketiga, sound effect yang digunakan juga lumayan mengganggu. Seperti dalam bukunya Mbak Dhia Citrahayi di Para Pengendali Naga, bedanya sound effect ini ditulis tidak dalam huruf kapital. Contohnya, seperti “ting...tong...ting...tong...”, itu suara bel kamar Rene, terdengar merdu bukan sound effectnya? #hammer

Keempat, dan ini yang paling membuat saya FRUSTASI. Kebanyakan menggunakan kata “celetuk” nih si penulis. Terbayang gak di benak kalian, bagaimana orang yang menyeletuk? Yang terbayang pasti seseorang yang menyela pembicaraan atau orang yang memecahkan keheningan, betul? Nah, di buku ini mah tidak, celetuk ini saking banyaknya dipakai jadi serupa seperti: “kata”, “ujar”, dan lain-lain. Di halaman 198 saja ada dua kata celetuk digunakan, padahal konteks si orang yang berbicara, dia tidak sedang menyeletuk, dia hanya berkata dan berujar biasa-biasa saja.

Cukup.

Cerita buku ini sendiri ialah tentang seorang Rene, seorang gadis yang hidup sebatang kara, yang tanpa sengaja menjadi incaran empat orang lelaki guna dijadikan sebagai kekasih! Memang, Rene ini seorang pribadi yang unik, saya akui cara penulis menjadikan diri Rene unik merupakan salah satu kekuatan di buku ini. Rene, yang introvert, tetapi sering juga ke klub malam, dan uniknya lagi di klub tersebut dia hanya diam di pojokan dengan telinga disumbat kapas. Latar belakang keluarga Rene pula yang membuat Rene ini unik, ia “dijual” ayahnya kepada seorang saudagar guna melunasi utang-utangnya. Kejadian inilah yang membuat Rene tertutup dan menjadi seorang yang penyendiri.


Akhir kata, saya bukanlah ahli bahasa, bukan pula sok jago dalam mengomentari sebuah buku. Saya hanya memberikan sesuai kemampuan dan pengalaman saya dalam membaca buku. Mohon maaf apabila saya dikatakan ngelunjak, karena setelah diberi buku gratis namun memberikan respon negatif terhadap buku ini. Semoga saja kisah Rene selanjutnya bisa dikemas lebih apik, dan kalau bisa telah melewati seorang editor. Terima kasih.


Judul: Rene Star: Langit Gelap di Atasku
Penulis: Yanne Sumayow
Tebal: 226 hal.
Penerbit: Amare Books
Tahun Terbit: 2013
Rate: 3/5