Jumat, 30 Agustus 2013

Tentara Juga Manusia



Pernah terpikirkan mengapa tentara harus menjalani latihan yang berat, dengan beban yang berat pula? Sebelumnya saya juga tak pernah berpikir jauh kesana, sampai kemudian saya membaca salah satu buku yang masuk list 1001 Books You Must Read Before You Die, sebuah buku dengan tema peperangan, tema yang juga sesuai dengan tantangan SRC bulan Agustus 2013 dan baca bareng buku bersama komunitas BBI. Jadi, apa jawaban pertanyaan di atas? Sebentar, sebelumnya saya akan memperkenalkan buku yang saya baca, judul buku tersebut adalah The Things They Carried, penulisnya ialah Tim O’Brien, beliau merupakan alumni prajurit Amerika Serikat yang berperang di Vietnam. Perang Vietnam, sebuah perang yang terkenal dan legendaris antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan, dengan ditunggangi oleh masing-masing pihak yang sok punya kepentingan, salah satunya Amerika Serikat ini. Dari judul buku ini seolah yang dibahas di buku dengan ketebalan 338 halaman ini hanya seputar barang-barang yang para tentara bawa ketika berperang, tetapi sebenarnya buku ini berisi kumpulan cerita pendek tentang perang Vietnam, tepatnya tentang hal-hal di belakang layar yang terjadi ketika perang Vietnam, jadi buku ini tak membahas perangnya secara membosankan, tetapi membahas hal-hal yang berada di balik perang tersebut. Kembali ke pertanyaan di atas, jawaban dari pertanyaan ini dapat diketahui di bab pertama buku ini. Tahu dong apa saja bawaan utama tentara? Ya, senjata, perlengkapan perang sampai hal-hal remeh-temeh yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Nah, jangan pikir senjata-senjata dan perlengkapan perang yang dibawa itu ringan, maka disinilah perlunya latihan berat dilakukan oleh para tentara tersebut. Jangan salah, bahkan di antara perlengkapan-perlengkapan perang tersebut ada yang dibawa secara bergantian oleh para tentara saking beratnya bawaan mereka tersebut. Setelah pertanyaan tersebut terjawab, ternyata masih ada hal-hal yang dibawa oleh para tentara tersebut, seperti disebut sebelumnya, barang-barang itu merupakan hal-hal yang remeh-temeh bahkan konyol! Ternyata, tak hanya orang Indonesia yang memercayai klenik, tentara Amerika pun demikian, bayangkan saja seorang tentara ada yang membawa foto pacarnya sampai stoking kekasihnya! Bahkan, mereka menggunakan barang-barang tersebut sebagai jimat, terdengar menarik bukan? Apabila jimat-jimat tersebut belum cukup mencengangkan, lihat bawaan lain mereka:  alkitab, makanan ringan (seperti M n M’s), bahkan komik! Ternyata, tentara juga manusia, di balik kesangaran mereka masih terselip kasih sayang dan kebutuhan akan hiburan.

Tidak hanya tentang seputar perang Vietnam, penulis pun menceritakan kehidupan tentara-tentara tersebut sebelum dan pasca perang Vietnam. Contohnya saja si penulis sendiri, ia adalah lulusan SMU yang pintar, namun wajib militer yang diadakan oleh pemerintah mengharuskannya mengikuti perang Vietnam ini. Padahal, di hati kecilnya, si penulis tidak mendukung langkah Amerika ini dalam mencampuri urusan dalam negeri Vietnam. Bahkan, ia mempunyai pemikiran yang memang masuk akal, mengapa tidak orang-orang yang mendukung ikutcampurnya Amerika saja yang berangkat berperang, mengapa mesti melibatkan orang-orang yang hanya ingin hidup damai guna ikut berperang, sungguh sangat tidak masuk akal. Itu adalah salah satu contoh tulisan tentang sebelum perang, ada pula kisah tentang hal pasca perang, bagaimana para prajurit yang telah terbiasa hidup bergerilya dan dekat dengan maut mengalami kebosanan ketika perang berakhir, ya, karena para prajurit ini bukan tentara “beneran”, tak sedikit alumni perang Vietnam yang justru stres dan hidup menggelandang setelah perang selesai, mereka tak tahu harus berbuat apa, mengingat lapangan pekerjaan yang ada pun hanya untuk pekerjaan yang serabutan. Di bagian ini saya melihat cermin dari atlit-atlit yang di masa mudanya membela Indonesia namun terlunta-lunta ketika telah pensiun. Sama-sama kurang kepedulain dari pemerintah.

Hal lain yang dibahas di buku terbitan Serambi ini ialah bagaimana para prajurit mengusir kebosanan ketika sedang tidak berperang. Ada sebagian tentara yang bermain lempar-lemparan bom berkekuatan rendah, ada pula tentara yang “gila” yaitu tentara-tentara yang ber-halloween ria dengan cara mengetuk rumah penduduk sedangkan ia bertelanjang bulat dan tak segan menjarah isi dari rumah penduduk tersebut, sungguh absurd. Kisah-kisah tragis pun tak luput untuk diceritakan di buku yang terbit pada tahun 1990 ini. Memang, yang namanya perang pastinya memakan korban, tetapi tidak semua korban perang meninggal gara-gara peperangan, contohnya saja, ada salah seorang rekan penulis yang bernama Kiowa, ia tewas dalam lumpur yang berisikan tinja! Ceritanya begini, pasukan Amerika memutuskan untuk berkemah di sebuah lapang yang luas, tanpa mereka ketahui, sebenarnya lapangan itu merupakan ladang tinja bagi penduduk Vietnam kala itu. Mungkin kalia bertanya-tanya, kok ada sih ladang tinja? Jangan lupa, setting di buku ini yaitu pada sekitar tahun 1970-an ketika terjadi perang Vietnam. Sebab dahulu masyarakat belum terlalu peduli pula pada kesehatan, maka seenaknyalah lapangan tersebut dijadikan toilet umum raksasa. Nah, lapangan yang tadinya kering kerontang, berubah menjadi lautan lumpur (yang tentunya berisi tinja campur lumpur) ketika sialnya pada malam itu terjadi hujan badai. Lebih sial lagi, Kiowa tertembak oleh tentara Viet Cong tanpa bisa diselamatkan rekan-rekannya. Makin sial ketika ia malah terhisap lumpur yang berisikan tinja tersebut dengan sukses, tanpa mampu tertolong lagi nyawanya. Masih banyak kisah-kisah yang di luar nalar kita terutama yang awam dengan medan peperangan di dalam buku ini, ada pula kisah tentang seorang tentara yang berhasil mendatangkan kekasihnya ke medan perang di Vietnam ini, luar biasa bukan? Sayangnya kisah tentara ini berakhir agak tragis karena si wanita akhirnya ikut terjerumus dalam dunia peperangan dan menjadi wanita yang sama sekali berbeda dari sebelumnya.

Kumpulan cerita dari Tim O’Brien ini sangat layakk masuk list 1001 Books You Must Read Before You Die, selain membuka wawasan baru tentang dunia peperangan, terselip juga beberapa kutipan atau petuah dari penulis, yang intinya bahwa perang itu tidak menguntungkan siapa-siapa, hanya akan muncul penderitaan dari sebuah peperangan. Membaca buku ini pun membuat pembacanya seolah merasakan seperti apa medan perang sesungguhnya, dan juga seakan ingin menerangkan kepada masyarakat banyak bahwa tentara juga manusia, punya rasa punya hati walaupun senjata mereka pisau belati. Oh ya, satu hal lagi, tak seperti buku-buku 1001 pada umumnya yang berat untuk dicerna, buku ini mudah dimengerti, bahkan terjemahannya pun enak dibaca, apalagi banyak hal-hal baru yang dapat dieksplorasi dan diketahui dari buku ini. Saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca, baik itu pecinta militer ataupun bukan, karena menurut saya buku ini sangat layak mendapatkan bintang lima.


NB: kisah ini merupakan kisah fiksi yang terinspirasi dari kejadian-kejadian non fiksi yang terjadi pada perang Vietnam di tahun 1957 sampai tahun 1975.


Judul: The Things They Carried
Penulis: Tim O'Brien
Penerbit: Serambi
Tebal: 338 hal.
Tahun Terbit: 1990 (1st) / 2008 (terjemahan)
Rate: 5/5

Perry Mason yang Terlalu Pintar



Buku pertama Perry mason yang saya baca. Sempat sangta tergiur dengan embel-embel “Penulis Kisah Misteri Terlaris di Dunia”, ternyata Erle Stanley Gardner, si penulis buku ini membuat saya agak kecewa. Entah, saya yang kurang cocok membaca buku sejenis ini, atau memang ceritanya yang membosankan. Untuk sekedar meraba, mungkin benar salah satu ucapan teman saya bahwa Perry Mason sejenis dengan karya-karya John Grisham, walau setahu saya Grisham lebih intens mengangkat masalah tentang hukum dan peradilan. Perry Mason ini “bermain” di pengadilan juga tetapi penyelidikan yang ia lakukan lebih mendalam dan detail, sehingga bisa dibilang ia adalah seorang penasihat hukum sekaligus detektif.

Judul buku ini juga cukup bombastis: Kisah Mayat yang Melarikan Diri. Saya yakin, yang pertama terpikir di benak pembaca sekalian tentang melarikan diri ialah seseorang yang lari terbirit-birit seolah sedang dikejar sesuatu. Begitu pulalah pemikiran saya tentang kisah ini, melarikan diri, mayat pula, terbayanglah sesosok berbalut kain putih yang lari terbirit-birit melarikan diri. Ya, tetapi bukan seperti itu ceritanya, ini lebih sederhana. Seorang saksi melaporkan bahwa ada sesosok manusia yang melarikan diri melalui jendela padahal di rumah tersebut baru saja terjadi tragedi kematian. Kematian ini sendiri menimpa seseorang yang juga suami dari klien Mason. Klien Mason ini sendiri memakai jasa dari Mason guna merampas sebuah surat wasiat dari suaminya. Si klien ini telah curiga bahwa si suami menipu dan memerasnya, apalagi ia mendengar kabar berita bahwa si suami telah membuat surat wasiat yang anehnya bukan ditujukan untuknya, tetapi untuk pihak yang berwajib, untuk kemudian dibaca dan diambil tindakan oleh pihak berwajib tersebut. Suami si klien ini sendiri memang telah terbukti memeras istrinya mengingat sang istri mendapatkan warisan yang sangat besar dari paman jauhnya. Sampai suatu ketika, si suami ini akhirnya tewas, prasangka menunjuk kepada sang istri, apalagi hubungan mereka pun telah rusak, dan si istri pun telah terbukti menyewa Mason untuk mengambil surat wasiat dari tangan suaminya. Disinilah peran Mason untuk membela kliennya dan membuktikan serta menyelidiki bahwa hal tersebut tidak benar.

Mason ini dianugerahi otak dan kepintaran yang cemerlang. Hal ini dapat terlihat ketika ia dan asistennya terjebak di dalam rumah suami si klien tersbut sedangkan rumah tersebut kosong. Dengan cekatan Mason mampu bersilat lidah dengan sheriff setempat dan menyelamatkan dirinya dengan gemilang dari ancaman memasuki rumah orang lain tanpa ijin. Kemampuan Mason ini jugalah yang ditunjukkannya dalam persidangan kematian suami dari kliennya. Mason yang yakin kliennya tidak bersalah berani untuk berkorban dan menyeldiki sendiri kasus ini dan menemani kliennya hingga ke pengadilan. Dengan penyelidikan yang intensif dari Mason kasus mayat kabur ini dapat terungkap sepenuhnya hingga motif sekecil-kecilnya terungkap dengan gemilang.


Kemampuan Mason dalam bersilat lidah memang sangat brilian. Proses persidangan pun berjalan dalam “kendali”-nya. Untungnya, ia berada dalam pihak yang “benar”, sehingga kemampuannya itu tidak menjadi sia-sia karena telah digunakan untuk kebaikan. Mason ini sendiri bisa dibilang sangat kaya, bagaimana perjalanan menggunakan pesawat pribadi (walau sewaan) pun dapat ia lakoni tanpa kekurangan biaya, belum lagi asistennya di kantor yang sangat setia padanya sampai-sampai ikut-ikut Mason dalam blusukan menyelidiki kasus ini, tentunya butuh lumayan biaya dalam membiayai pekerjaan ini. Sayangnya, menurut saya kisah ini terlalu bertele-tele dan membosankan, hampir tidak ada aksi menegangkan yang terjadi di buku ini, settingnya sendiri menjelang akhir-akhir buku lebih berkutat di lingkungan pengadilan, mirip sekali dengan John Grisham. Ini membuat saya agak bertanya-tanya, terlaris di dunia kok seperti ini? Mason juga menurut saya tokoh yang terlalu sempurna, ia seakan mampu membaca segala situasi dan kondisi, tanpa cela sedikitpun, luar biasa. Hal-hal inilah yang membuat saya hanya memberi dua bintang kepada buku ini, awal perkenalan yang cukup buruk, mungkin butuh membaca kisah Perry Mason lain untuk merubah paradigma ini. Tetapi bagaimana bisa, gramedia sendiri seolah agak malas untuk menerbitkan ulang, satu suarakah dengan saya dalam menilai buku ini? Siapa tahu.


Judul: Kasus Mayat yang Melarikan Diri
Penulis: Erle Stanley Gardner
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 354 hal.
Tahun Terbit: 1954 (1st) / 1993 (terjemahan)
Rate: 2/5

Rabu, 14 Agustus 2013

Wishful Wednesday #5 ~ Selama Kita Tersesat di Luar Angkasa & Katarsis

Selamat hari Rabu semuanya :)

Selamat Hari Raya Idul Fitri juga, mohon maaf lahir dan batin kalau selama ini postingan saya ada yang kurang enak dibaca (emang ada yang enak dibaca ya? :O)

Jumpa lagi di Wishful Wednesday, tempat dimana kamu-kamu yang punya impian mengenai suatu buku, baik itu sebuah, dua buah, tiga buah, maupun seperpustakaan bisa memposting buku-buku apa saja yang diinginkan di minggu itu. Syukur-syukur ada yang tergerak hatinya buat membelikan, ya alhamdulillah, jangan ditolak! Sayang banget kalau ditolak...

Oke, kenapa minggu ini saya nulis lagi WW? Yah, sebenernya sih "terinspirasi" dari si empunya meme ini yang berkata-kata di sini. GIVEAWAY! :9 Jadi, ini adalah kesempatan WW kita langsung terkabul apabila si mr. random lagi berpihak pada kita, hihihihi... Terima kasih pada mbak Astrid yang udah mau berbaik hati ngadain GA ini, semoga meme WW-nya tetap abadi hingga episode WW ke-1000, amiiiin...

Nah, mari deh kita mulai dengan buku-buku yang menjadi incaran saya sekarang ini:

1. Selama Kita Tersesat di Luar Angkasa by Maggie Tiojakin


SELAMAT, ANDA TERSESAT!

Tarik napas.
Tahan.
Pikirkan hal-hal yang paling Anda syukuri.
Bayangkan perjalanan jauh Anda dari rumah.
Tahan.
Jika Anda bisa menemukan jalan keluar, apa yang akan Anda lakukan?
Tahan.
Berdoalah.
Gantungkan harapan setinggi-tingginya.
Tahan.
Tenang, Anda belum mati.
Lihat sekeliling Anda, perhatikan.
Sesak?
Jangan khawatir, pada titik ini seharusnya Anda sadar: semua orang tersesat.
Sekarang lepaskan napas Anda.
Dan ambillah langkah pertama menuju petualangan baru.
Semoga suatu hari Anda bisa menemukan jalan pulang, atau kalau tidak—
Teruslah melangkah.

Perhatian:
Jangan baca buku ini di tempat umum guna mencegah terjadinya reaksi yang tak diinginkan. Bawa pulang buku ini, sembunyikan, baca diam-diam waktu tengah malam sambil ditemani kopi panas. Atau teh. Atau... Pilih candumu sendiri.

Dari sinopsisnya sih, sepertinya buku ini kocak juga. Entah, apa buku ini termasuk genre komedi atau gimana, tapi yang jelas, ABSURD. Itu di judul bukunya ada tulisan absurd, tapi entah seperti apa. Yang jelas, kalau benar buku ini komedi, ya peringatan di sinopsisnya bener: "Jangan Baca Di Tempat Umum!" nanti kalau tiba-tiba kita baca di tempat umum dan ketawa ngakak sendiri gimana? kan konyol...

Eh, tapi kayanya bukan komedi ya? Tapi gimana dong, entah kenapa saya tertarik dengan buku ini, ada yang mau beliin? Ada link TBO-nya tuh di bawah #kemudianberharap

Link Goodreads: Ini Lho
Link TBO: Klik Aza


2. Katarsis by Anastasia Aemilia


Tara Johandi, gadis berusia delapan belas tahun, menjadi satu-satunya saksi dalam perampokan tragis di rumah pamannya di Bandung. Ketika ditemukan dia disekap di dalam kotak perkakas kayu dalam kondisi syok berat. Polisi menduga pelakunya sepasang perampok yang sudah lama menjadi buronan. Tapi selama penyelidikan, satu demi satu petunjuk mulai menunjukkan keganjilan.

Sebagai psikiater, Alfons berusaha membantu Tara lepas dari traumanya. Meski dia tahu itu tidak mudah. Ada sesuatu dalam masa lalu Tara yang disembunyikan gadis itu dengan sangat rapat. Namun, sebelum hal itu terpecahkan, muncul Ello, pria teman masa kecil Tara yang mengusik usaha Alfons.

Dan bersamaan dengan kemunculan Ello, polisi dihadapkan dengan kasus pembunuhan berantai yang melibatkan kotak perkakas kayu seperti yang dipakai untuk menyekap Tara. Apakah Tara sesungguhnya hanya korban atau dia menyembunyikan jejak masa lalu yang kelam?

Penasaran sama buku ini! Saya pecinta thriller-misteri. Pada tahu dong pasangan Gozali-Kosasih? Nah, Katarsis ini satu lagi cerita thriller misteri dalam negeri, makanya itu saya sangat-sangat penasaran, semoga tidak membuat kecewa nantinya :3

Oh ya, ada juga lho ini di bawah link TBO-nya, hihihihi...
Link Goodreads: Nah, ini!
Link TBO: Ayo diorder


Semoga, GA ini memihak pada saya, minta doanya ya teman-teman... :')

Btw, kalau mau pada ikutan Wishful Wednesday ini, begini lho caranya:
1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (ada di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian
4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)

Jumat, 09 Agustus 2013

Fiksi Sejarah tentang Ende



Buku ini adalah buku ketiga dari tetralogi De Winst karangan Afifah Afra yang terbit pada November 2012 kemarin. Dua buku sebelumnya adalah De Winst dan De Liefde.

Sangat berbeda dibanding dua buku sebelumnya, kali ini tak ada tokoh Everdine dan Sekar Prembayun yang di dua buku sebelumnya begitu dominan. Hanya ada Rangga Puruhita disini, seorang ningrat yang juga suami dari Everdine dan diam-diam mengagumi seorang Sekar Prembayun, sepupunya sendiri. Walaupun demikian, Rangga agak kurang sreg dengan sistem poligami akibat ayahnya sendiri yang juga melakukan poligami. Selain Rangga, ada juga seorang tokoh baru, yaitu Tan Sun Nio (selanjutnya disebut Tan), seorang perempuan tionghoa yang jatuh cinta pula kepada Rangga. Mungkin biasa apabila ada seorang wanita jatuh cinta kepada Rangga, namun menjadi tak biasa, bahkan celaka, ketika Rangga-lah yang jatuh cinta dengan seorang perempuan (lagi). Itulah yang Rangga rasakan terhadap nona Tan, celaka!

Sudut pandang yang digunakan oleh penulis dalam buku ini yaitu melalui orang pertama yang diceritakan bergantian oleh Rangga dan Tan. Sayangnya, masih banyak kekurangkonsistenan dalam penggunaan kata ganti orang pertama ini. Terkadang, “aku” yang seharusnya digunakan oleh Rangga atau Tan masih terpeleset menjadi “nya”, padahal yang diceritakan adalah Rangga atau Tan sendiri. Rangga dan Tan sendiri mengalami kejadian mereka masing-masing secara terpisah walau pada akhirnya berkaitan juga, namun ada satu hal yang agak mengganjal bagi saya, setting waktu yang terjadi antara Rangga dan Tan kurang dijelaskan, sehingga saya menangkap kesan bahwa timingnya berantakan. Hal ini bisa agak terlihat dari kepergian Tan ke Makassar, yang tentu saja dengan setting waktu sekitar 1900-an awal akan memakan banyak waktu di dalam perjalanannya, sedangkan Rangga yang berada di Ende seolah tidak mengalami kejadian-kejadian penting yang menyita banyak waktunya. Anehnya, akhirnya mereka berdua bisa bertemu di saat yang bersamaan, kurang logis menurut saya.

Mengenai setting lokasi buku ini, seperti telah disebut di atas, Rangga sedang berada di Ende. Ia dibuang ke Ende oleh Belanda akibat pergerakannya yang mengancam Belanda. Ya, buku ini cenderung tergolong fiksi sejarah, sebab Rangga ini disebutkan sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia dan juga berkaitan atau kenal dengan Soekarno, Hatta, dll. Tidak sekali dua kali nama pahlawan-pahlawan Indonesia disebut di buku ini, saya pikir penulis dengan cerdasnya sukses mencampurkan antara fiksi dan nonfiksi yaitu berupa latar belakang sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya. Ende menjadi mayoritas setting sepanjang buku, dengan sedikit diselingi Surakarta sebagai kota awal Tan sebelum dia “mengasingkan” diri ke Ende dan Makassar ketika Tan akan berbisnis dengan salah seorang mantan senator Belanda. Mengenai Ende sendiri, penulis mencoba mengajak para pembaca sekaligus belajar sejarah pula karena seperti kita tahu bahwa Ende adalah salah satu tempat pengasingan Bung Karno. Tidak hanya itu, penulis pun coba mengangkat salah satu pahlawan asli Ende yang “terlupakan” yaitu Mari Longa. Mari Longa ini tokoh nyata, pejuang Ende guna menggulingkan kekuasaan Belanda di Ende. Kaitan dengan buku ini, disebutkan bahwa Mari Longa adalah leluhur dari Mari Nusa. Mari Nusa sendiri ialah salah satu pemuda yang disebut-sebut pahlawan bagi rakyat Ende, karena ia dengan lantang menyerukan perlawanan terhadap Belanda, sama seperti Mari Longa. Satu hal, Mari Nusa merupakan tokoh fiksi, sama seperti Rangga Puruhita.

Mari Longa

Jalan cerita dari novel ini sendiri penuh dengan nilai-nilai perjuangan serta nilai keagamaan. Tidak aneh apabila melihat latar belakang si penulis. Salutnya, penulis mampu membuat nilai-nilai keagamaan ini sendiri menjadi sebuah hal yang tidak menggurui dan terlihat netral serta tidak membuat buku ini terlalu condong kepada salah satu agama. Sedangkan ditilik dari pemberian judul yang kali ini menggunakan bahasa Portugis, tidak menggunakan bahasa Belanda seperti dua buku sebelumnya (hal ini sejujurnya sempat menimbulkan pertanyaan dari saya, mengapa penulis tidak konsisten dalam pemberian judul), hal ini berkaitan dengan sebuah konspirasi besar, yang kali ini tidak melibatkan Belanda, tetapi Portugis. Ya, perlu diingat bahwa daerah Nusa Tenggara mayoritas merupakan daerah jajahan dari bangsa Portugis (seperti Timor Timur dahulu), dan pada sekitar tahun 1900-an awal pengaruh Portugis di daerah tersebut sudah mengakar, ini dapat terlihat dari banyaknya tokoh-tokoh Indo campuran Portugis. Akhirnya saya bisa memahami dan mengacungkan jempol atas pemilihan judul yang menurut saya brilian ini.


Pada akhirnya, saya rekomendasikan buku ini bagi para pecinta buku his-fic, terutama yang mencari buku-buku his-fic mengenai sejarah Indonesia. Saya rekomendasikan buku setebal 632 halaman ini karena percampuran antara fiksi dan nonfiksi disini begitu halus sehingga terkadang agak saru apakah bagian fiksi dari buku ini benar-benar terjadi pada dahulu kala. Disamping kekurangan-kekurangan yang masih terdapat di buku ini, saya kira buku ini layak mendapat lima bintang, sebuah buku yang dapat membuka cakrawala baru bagi pembacanya.



Judul: Da Conspiracao
Penulis: Afifah Afra
Tebal: 632 hal.
Penerbit: Indiva Media Kreasi
Tahun Terbit: 2012
Rate: 5/5