Selasa, 22 Januari 2013

Introducing You: Lisbeth Salander



Semenjak kejadian Henrik Vanger berkata kepada Mikael Blomkvist bahwa ia mempunyai kunci tentang Wennerstrom, saya langsung berpikir di alam bawah sadar, bahwa buku ini sangat layak mendapatkan bintang lima!

Kejadian di atas sebenarnya belum mencapai klimaks buku ini, perihal tersebut baru merupakan awal dari buku ini, yaitu ketika Henrik Vanger ingin memperkerjakan Mikael, seorang wartawan sekaligus pemilik majalah Millennium, untuk menyelidiki kasus hilangnya keponakan Henrik, yaitu Harriet. Mikael, yang pada awalnya sangat tidak tertarik berubah seratusdelapanpuluh derajat ketika Henrik mengiming-iminginya tentang rahasia Wennerstrom, seorang pengusaha yang menjadi musuh Mikael karena menuntut Mikael atas dasar fitnah dan pencemaran nama baik yang dilakukan Mikael dalam artikelnya di majalah Millennium terhadap Wennerstrom. Mikael pun akhirnya menerima pekerjaan ini, yang tujuan utamanya ialah membalas dendam kepada Wennerstrom.

Di tengah perjalanan mencari jejak Harriet, akhirnya Mikael pun “memilih” Lisbeth Salander sebagai mitra kerjanya, sebagai partnernya. Salander sendiri ialah seorang “detektif” yang mampu menelusuri dan menelanjangi rahasia orang-orang yang ia inginkan untuk ia bongkar rahasia terdalamnya. Bisa dibilang Salander ini ialah seorang yang sangat jenius, segala tindaktanduknya telah diperhitungkan sedemikian rupa. Sebagai seseorang yang bisa dibilang antisosial, Salander sungguh telah sangat memukau Mikael dalam melakukan penyelidikan dan pencarian suatu hal. Begitu pun sebaliknya, Salander pelan-pelan berubah menjadi seseorang dengan kasih sayang dan cinta ketika bersama Mikael, ia berpendapat bahwa Mikael adalah sesorang yang dapat dipercaya, padahal sebelumnya tak pernah ia berpikiran seperti itu terhadap siapapun.

Penyelidikan Mikael dan Salander terus berlanjut, hingga perlahan-lahan fakta-fakta baru mulai terkuak. Fakta yang sungguh sangat mencengangkan, fakta yang dapat membuat geger Henrik Vanger terutama.

Buku yang awalnya membuat saya sangat skeptis dengan ketebalannya. Ditambah setting yang berada di Swedia, dengan nama-nama kota dan tokoh yang sulit diucapkan dan diingat-ingat, makin menambah gairah untuk tetap menomorsekiankan buku ini. Setelah dipaksakan, apalagi dalam rangka baca bareng dalam tantangan Mistery Reading Challenge, akhirnya buku ini saya lahap juga. Kesan selanjutnya dari buku ini ialah bahwa selain bintang lima, buku ini sangat brilian dan seru untuk diikuti. Penyelidikan yang dilakukan Mikael dan Salander mengingatkan kepada cerita-cerita detektif dalam mencari penjahat, tetapi dengan adegan-adegan yang agak vulgar yang ada di dalam buku ini membuat cerita detektif disini tidak sekedar cerita biasa, tetapi telah masuk ke dalam ruang lingkup cerita dewasa. Ini pula yang berada di label di belakang cover buku ini.

Sebenarnya ada hal yang agak mengganggu juga bagi saya. Penggunaan judul Millennium Trilogy dalam penyebutan trilogy buku ini agak-agak membingungkan. Seperti telah disebutkan di atas, Millennium ialah sebuah majalah yang dimiliki oleh Mikael. Dan sepanjang membaca buku ini saya belum melihat kaitan antara pentingnya mencantumnkan nama majalah ini sebagai judul buku. Bukan apa-apa, Millennium pun disini hanya sedikit dibahas. Topik yang lebih banyak justru mengenai kasus hilangnya Harriet dan kehidupan pribadi Mikael, tanpa terlalu berhubungan dengan majalah Millennium. Mungkin saja judul trilogy buku ini dapat diperoleh di buku-buku selanjutnya.

Mengenai judul dari buku ini, mungkin dari sinopsis di cover belakang telah tersirat, siapakah si perempuan yang memiliki tato naga tersebut. Ya, orang yang dimaksud adalah Lisbeth Salander. Tanpa bermaksud spoiler, memang, judul buku ini seolah hanya ingin memperkenalkan siapakah itu Lisbeth Salander, bagaimana kekhasannya, dan keahlian-keahlian yang dimilikinya. Selain itu juga, walaupun terkesan “aneh”, Lisbeth merupakan manusia biasa yang mempunyai hasrat seksual yang normal. Untuk diketahui saja, judul buku ini agak tidak berhubungan dengan cerita yang ada di buku ini, jadi jangan berharap si perempuan bertato ini sebagai seorang tokoh yang mengejutkan, tidak sama sekali.

Untuk sebuah bacaan thriller, buku ini sangat layak dibaca dan direkomendasikan kepada semua pembaca buku. Mungkin pula dapat disarankan untuk tidak terlebih dahulu melihat ketebalan buku ini, karena dijamin setelah mulai terhanyut dengan jalan cerita yang dibuat oleh Stieg Larsson, sulit sekali menahan keinginan untuk berhenti membaca buku ini. Seperti telah saya sebut di atas, lima bintang untuk buku ini.


Judul: The Girl with the Dragon Tattoo
Penulis: Stieg Larsson
Penerbit: Qanita
Tebal: 783 hal.
Rate: 5/5

Rabu, 16 Januari 2013

Awal Petualangan Lima Sekawan






Siapa yang tidak mengenal Lima Sekawan? Ya, the Famous Five yang terdiri atas Julian, Dick, Anne, George dan Timmy ini telah menjadi tokoh legendaris dalam dunia perbukuan internasional. Hampir semua anak membaca kisah karangan Enid Blyton ini sebagai bacaan masa kecilnya, dan mereka seolah terlarut dan terhanyut ke dalam petualangan Lima Sekawan ini.

Berawal dari sebuah forum jualan, ada seseorang yang menawarkan 15 buku Lima Sekawan ini dengan harga hanya 160 ribu rupiah, maka tanpa pikir panjang saya pun membelinya, walaupun bekas, namun sisi historis dari buku ini lebih berharga daripada sekedar uang senilai 160 ribu rupiah. Apalagi, buku ini merupakan warisan untuk anak cucu yang tak akan lekang dimakan waktu. Hal ini terbukti dari seringnya buku ini dicetak ulang dalam aneka cover yang menyesuaikan dengan zaman.

Dua buku pertama Lima Sekawan berjudul “Di Pulau Harta” dan “Beraksi Kembali”. Buku pertama telah selesai saya baca sekitar bulan Desember 2012 kemarin, sedangkan buku kedua saya selesai lahap pertengahan Januari 2013 ini. Kebetulan pula, buku ini dapat disertakan dalam tantangan membaca literatur anak-anak yang diadakan oleh salah satu member BBI.

Di dalam buku pertama, saya disuguhi dengan romantika awal perkenalan Julian, Dick dan Anne dengan sepupu jauh mereka, Georgina alias George. George ini mempunyai seekor anjing peliharaan yang bernama Timmy. Disinilah awal mula mereka berlima mengalami petualangan secara tidak sengaja di Pulau Kirrin kepunyaan keluarga George. Bukan sembarang petualangan, ternyata di pulau yang tidak terlalu besar tersebut terdapat harta karun peninggalan masa lampau. Ayah George yang tidak tahu-menahu mengenai hal ini berkeras ingin segera menjual Pulau ini kepada seseorang. Gawatnya, seseorang ini ternyata telah mengetahui pula bahwa di pulau ini ada harta karun yang begitu banyak, sampai-sampai konfrontasi antara orang ini dengan kelompok Lima Sekawan tidak dapat dihindarkan lagi. Oya, di buku ini pulalah akhirnya Lima Sekawan terbentuk, dengan komposisi 2 anak laki-laki, 2 anak perempuan, dan seekor anjing. Buku ini pula yang menjadi awal petualangan-petualangan lain mereka di buku-buku selanjutnya.

Buku kedua, Beraksi Kembali, menceritakan pula tentang kediaman keluarga George. Ternyata, banyak rahasia yang belum terungkap disana, dan berkat kecerdikan kelompok Lima Sekawan ini rahasia-rahasia ini terungkap satu-persatu dan menciptakan petualangan seru tersendiri. Laiknya buku pertama, buku kedua ini masih menyajikan petualangan yang tak jauh-jauh dari dunia bawah tanah. Selain itu, konfrontasi pun kembali menyeruak di buku kedua ini, antara kelompok penjahat dengan Lima Sekawan. Di buku kedua ini juga chemistry antara mereka berlima telah mulai berjalan dengan mulus, walaupun sikap George yang mudah merajuk masih menjadi masalah tersendiri bagi kelompok ini.

Sebagai buku cerita yang mempunyai tokoh utama anak-anak, saya pikir buku ini sangat layak direkomendasikan kepada anak-anak di seluruh dunia, khususnya Indonesia. Bahasa dan petualangan di buku ini sangat cocok untuk anak-anak. Tidak ada adegan kekerasan berlebih, tidak ada pula tindakan-tindakan “aneh” dari anak-anak Lima Sekawan ini. Hanya sayangnya, kata umpatan “tolol” masih terdapat di dalam buku ini, kedua-duanya. Saya pikir munculnya kata ini terlalu kasar untuk usia anak-anak, mungkin akan lebih halus apabila kata umpatan ini diganti dengan kata “bodoh” atau kata lainnya yang tidak terlalu kasar. Dengan pertimbangan ini pula saya hanya berani merekomendasikan kedua buku ini untuk anak-anak di atas 10 tahun. Dalam opini saya, kata-kata umpatan “tolol” ini tak layak untuk anak-anak di bawah 10 tahun untuk didengar, dibaca, apalagi sampai dilafalkan. Namun overall, untuk kategori pembaca secara umum, kedua buku ini layak mendapat empat bintang berkat petualangannya yang seru dan mendebarkan serta suasana setting desa di Inggris yang sangat menggoda selera untuk mencicipi petualangan mereka.


Di Pulau Harta | Judul | Beraksi Kembali
229 hal. | Tebal | 240 hal.
Penulis: Enid Blyton
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
4/5 | Rate | 4/5 
Usia Rekomendasi: > 10 tahun




====================================================

Buku ini saya baca dan saya review guna memenuhi tantangan membaca kisah-kisah untuk anak-anak yang diadakan oleh Mbak @bzee_why disini



Minggu, 13 Januari 2013

Bocah Tengil yang Sebenarnya




Sebuah kisah klasik yang diilhami dari kisah nyata dan petualangan dari teman-teman si penulis dan si penulis itu sendiri. Buku ini benar-benar menjadi sebuah kisah legendaris yang akan selalu dikenang sepanjang masa.

Seperti judul dari buku ini, The Adventure of Tom Sawyer, petualangan-petualangan Tom dalam menjalani masa kecil hidupnya di tahun 1800-an sungguh sangat menyenangkan untuk dibaca. Apalagi ditambah ketengilan dan imajinasi serta kepolosan Tom yang membuat geleng-geleng kepala.

Ketengilan Tom dapat dilihat jelas dari sikapnya yang tidak bisa berdiam diri, pokoknya selalu ada tingkah-tingkah dan pikiran jahil dari Tom baik itu untuk menyenangkan hatinya ataupun untuk menarik perhatian orang lain.

Imajinasi serta kecerdasan Tom dapat dilihat jelas dari cover buku ini. Apabila diperhatikan, ada dua orang anak kecil, yang satu sedang mengecat pagar, yang satu sedang bersantai menikmati apel. Untuk pembaca yang hanya tahu sekilas saja mengenai persahabatan Tom Sawyer dan Huckleberry Finn (seperti saya dahulu), mungkin bakal menyangka gambar di cover ini mempresentasikan mereka berdua, tapi ternyata itu salah. Maksud dari cover ini ialah menggambarkan suatu cerita di dalam buku ini, dimana Tom sedang disuruh oleh Bibi Polly untuk mengecat pagar, sedangkan Tom sangat malas untuk mengerjakannya. Akhirnya ia memutar otak dan mendapati sebuah ide brilian, dengan mengatakan bahwa mengecat itu suatu pekerjaan yang sulit dan hanya bisa dilakukan oleh laki-laki sejati, Tom berhasil “membujuk” teman-temannya yang kebetulan lewat di depannya untuk menjadi penasaran bagaimana rasanya menjadi seorang laki-laki sejati dengan ikut mengecat pagar tersebut. Bukan itu saja, Tom juga berhasil “menukar” pekerjaannya dengan barang-barang yang dimiliki oleh anak-anak tersebut, sehingga ia mendapat keuntungan ganda, lepas dari kewajiban mengecat dan mendapat barang-barang hasil barter dari teman-temannya. Sekarang terlihat jelas bukan, yang mana Tom di cover buku ini?

Tom juga merupakan seorang anak yang polos. Ia masih percaya akan penyihir dan hantu. Belum lagi kepercayaannya dalam hal mencari harta karun, segala hal yang berkaitan dengan pencarian harta karun dari buku yang dibaca ia telan mentah-mentah. Contohnya ketika ia percaya bahwa di bawah tanah rumah-rumah tua pasti selalu tertanam harta karun di dalamnya. Ada lagi kepolosannya yaitu ketika ia memberi obat yang seharusnya ia minum kepada kucing bibinya, alhasil kucing ini menjadi berkelojotan dan berdiri di atas kedua kaki belakangnya. Bagian ini sungguh sangat membuat tertawa terbahak-bahak, tetapi bukan hal yang baik untuk ditiru.

Petualangan lain Tom sendiri yang ada disini ialah ketika ia dan Joe Harper serta Huckleberry Finn memutuskan kabur dari desa dan menjadi petualang bersama teman-temannya. Ada pula kisah kocaknya ketika sedang di gereja dan di sekolah minggu, bagaimana kebosanannya akhirnya terbayar akibat tingkah laku konyolnya. Kisah lainnya yaitu tentang cinta monyet antara dirinya dengan Becky Thatcher, serta bagaimana mereka terjebak di dalam gua selama berhari-hari ketika sedang berpiknik. Namun kisah paling menegangkan dari petualangan Tom ini ialah ketika ia dan Huck menjadi saksi bagaimana seorang dokter muda dibunuh oleh Joe Indian di suatu pemakaman pada malam hari. Hal ini membuat Tom dan Huck selama berhari-hari dihantui mimpi buruk serta ketakutan yang amat mendalam.

Buku ini sendiri saya baca dalam rangka mengikuti tantangan FYE with Children Literature dalam Fun Months 1 yang bertemakan (salah satunya ialah) klasik, karena seperti telah secara umum diketahui bahwa Tom Sawyer ini merupakan literatur dan bacaan untuk anak-anak. Mengenai kelayakan membacanya sendiri untuk anak-anak Indonesia pada khususnya, saya berpendapat bahwa buku ini seperti halnya buku Tunnels yang sebelumnya telah saya review, dapat dikatakan lebih cocok untuk anak di atas usia 13 tahun atau sekitar usia SMP. Walaupun untuk anak-anak dan petualangannya sungguh sangat seru untuk dibaca, banyak pula hal-hal negatif yang mungkin tak layak dicontoh oleh anak-anak. Seperti kejadian saat Tom mulai belajar merokok dan minum pada Huck, adegan ini sungguh tak pantas untuk ditiru. Ada pula kejadian saat Tom meminta Becky menjadi kekasihnya, dan bahwa sepasang kekasih itu telah “jadi” apabila mereka telah berciuman, hal ini pula sungguh tak pantas untuk ditiru anak-anak Indonesia pada umumnya. Belum lagi kejadian sadis pembunuhan yang ada di buku ini, menjadi pula nilai minus apabila buku ini akan digunakan sebagai literatur untuk anak-anak.

Dengan mengesampingkan hal-hal yang berpengaruh untuk anak-anak tesebut. Saya pribadi berpendapat, sebagai hiburan untuk pembaca dewasa, buku ini telah mampu memberikan keseruan tersendiri bagi pembacanya, seperti seolah-olah bernostalgia untuk mengalami petualangan-petualangan yang terjadi di saat masa kecil dulu. Buku ini layak mendapatkan lima bintang.


Judul: The Adventure of Tom Sawyer
Penulis: Mark Twain
Penerbit: Atria
Tebal: 386 hal.
Rate: 5/5
Rekomendasi Usia: >13 tahun

====================================================

Buku ini saya baca dan saya review guna memenuhi tantangan membaca kisah-kisah untuk anak-anak yang diadakan oleh Mbak @bzee_why disini


Selasa, 08 Januari 2013

Cerita tentang Dunia Bawah Tanah




Salah satu buku yang saya sertakan dalam tantangan Fun Year Event with Children’s Literature di tahun 2013 ini. Begitu membuka buku ini, terpampang jelas prestasi dari buku ini, yaitu masuk daftar buku anak terbaik versi “Book Club” paling bergengsi di Inggris. Memang tidak disebutkan yang paling bergengsi tuh apa, tetapi dari endorsment yang tertera di buku ini, yaitu buku yang digadang-gadang bakal menyamai Harry Potter karena “ditemukan” oleh editor penemu Harry Potter, Barry Cunningham. Namun, apakah benar novel ini cocok untuk anak-anak? Akan kita bahas kemudian.

Tunnels. Itulah judul buku ini. Sebuah buku yang menyajikan kisah fantasi dan imajinasi tentang dunia bawah tanah. Tidak sembarangan, disini digambarkan bahwa di bawah tanah ternyata hidup juga sebuah koloni manusia yang dinamakan Colony. Hal-hal yang bisa ditemukan di atas tanah (istilah Colony-nya adalah Dunia Atas), bisa pula ditemukan di Colony ini. Yang kurang mungkin hanya langit dan cahaya matahari yang hanya dimiliki oleh orang-orang dunia atas. Kita, maksudnya orang-orang dunia atas yang hidup tidak di bawah tanah, biasanya disebut Topsoilers oleh para penduduk Colony. Tetapi kebencian yang dalam pada orang-orang topsoilers oleh para Colony telah menjadikan suatu musibah apabila ditemukan ada seorang topsoilers yang masuk ke Colony baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Hukumannya ialah, si topsoilers tersebut tidak boleh kembali ke Dunia Atas, bahkan diperlakukan buruk di Colony. Ada yang diperbudak, bahkan sampai ada yang diasingkan ke Deeps, dunia bawah tanah yang lebih dalam lagi dibandingkan Colony. Kebencian Colony kepada topsoilers ini didasari oleh penilaian Colony bahwa para Topsoilers merupakan perusak bumi, dan telah menyimpang serta sesat dari ajaran agama yang mereka pegang.

Bagian awal buku ini menceritakan tentang sebuah keluarga, yaitu keluarga dr. Burrows. Ayah dan anak laki-laki dari keluarga ini yaitu dr. Burrows dan Will Burrows mempunyai hobi yang dibilang sama, yaitu melakukan penggalian-penggalian di tempat-tempat tertentu guna menemukan benda-benda antik, bahkan kadang-kadang untuk menemukan terowongan-terowongan peninggalan masa lalu. Diceritakan pula bahwa istri dari dr. Burrows ini ialah seorang istri yang sangat tidak layak ditiru perbuatanny, kerjaannya sehari-hari hanya menonton televisi. Sampai-sampai, tugas rumah tangga dari mulai memasak hingga membayar tagihan-tagihan dilakukan oleh adik Will yang baru berusia 12 tahun, Rebecca. Dalam melakukan penggalian, ayah dan anak ini tidak selalu bersama-sama. Ada kalanya Will ditemani sahabatnya, Chester. Chester ini mempunyai nasib agak mirip dengannya, yaitu menjadi korban bully dari teman-teman satu sekolah. Kesamaan nasib inilah yang membuat Chester mau menemani Will dalam melakukan penggalian. Suatu hari, ayah Will hilang, lenyap begitu saja. Otomatis keluarga Burrows pun berantakan, kehabisan uang, hingga si ibu harus masuk panti rehabilitasi akibat stres. Tanpa diduga pula, Will dan Chester dalam melakukan penggalian menemukan jalan rahasia menuju suatu tempat yang Will yakini merupakan tempat dimana ayahnya menghilang. Tempat itu adalah Colony, dan akibat kebencian yang telah diceritakan di atas, terjebaklah Will dan Chester di Colony. Bukan itu saja, di Colony inilah asal-usul Will sebenarnya diketahui, bahwa sebenarnya Will ini ialah salah satu anggota Colony.

Membaca buku ini ibarat menelusuri dunia bawah tanah dengan lebih dalam. Petualangan Will di dalam tanah sunggu sangat menyesakkan, seolah-olah seperti kita ikut merasakan bagaimana rasanya hidup di bawah tanah, tak ada sinar matahari, langit-langit yang hanya berupa bebatuan, hingga makhluk-makhluk serta makanan-makanan unik dan aneh yang hanya dapat ditemui di dunia bawah tanah ini. Sungguh sangat seperti nyata apa-apa yang digambarkan di dalam dunia bawah tanah ini. Seolah-olah memang di sana benar-benar ada sebuah Colony yang berisi manusia-manusia bawah tanah yang sama persis dengan kita para topsoilers. Bedanya hanyalah para manusia di Colony ini sudah sangat terbiasa hidup di bawah tanah, sehingga tak akan tahan dengan cahaya matahari. Buku ini sendiri disajikan dengan beberapa ilustrasi yang menggambarkan adegan-adegan yang sedang terjadi dalam setiap babnya, sehingga pembaca dapat sedikit mendapatkan gambaran bagaimana tampang-tampang si tokoh di dalam buku ini. Dengan setting di bawah tanah kota London, tak jarang pula didapatkan sedikit pengetahuan tentang seluk-beluk kota London yang ada di atas tanah, seperti Sungai Thames, jembatan-jembatannya, hingga Stasiun Kings Cross.

Terakhir, dari penilaian saya secara subyektif, untuk anak-anak Indonesia, rentang usia anak-anak yang cocok membaca buku ini mungkin sekitar usia Sekolah Menengah Pertama. Sebenarnya berat juga untuk mengambil keputusan ini, bukan apa-apa, saya pikir, kelakuan istri dr. Burrows sebagai seorang istri sungguh sangat tidak layak dicontoh sebagai seorang ibu. Pekerjaan rumah tangga semua diserahkan kepada anaknya yang berusia 12 tahun, sedangkan kegiatannya sendiri hanya menonton televisi saja seharian. Ada lagi, adegan-adegan kekerasan yang sampai terjadi pertumpahan darah sungguh sangat kurang pantas untuk anak-anak, walaupun tak dapat dipungkiri, usia SMP saat ini telah sedikit mengenall kekerasan-kekerasan semacam ini. Jadi intinya, buku ini sudah lumayan cocok untuk anak usia SMP tentunya dengan pertimbangan dan pengawasan tertentu dari orang tua. Dari kacamata pembaca secara umum, buku ini menyajikan cerita yang luar biasa, imajinasi yang liar tentang dunia bawah tanah layak mendapatkan bintang empat dari lima bintang.


Judul: Tunnels: Will Burrows dan Koloni Misterius Bawah Tanah
Penulis: Roderick Gordon dan Brian Williams
Penerbit: Mizan Fantasi
Tebal: 660 hal.
Rate: 4/5
Rekomendasi Usia: >13 tahun







====================================================

Buku ini saya baca dan saya review guna memenuhi tantangan membaca kisah-kisah untuk anak-anak yang diadakan oleh Mbak @bzee_why disini



Dari Psikoanalis berujung Don Vinton




Baru baca lagi bukunya Sidney Sheldon setelah sekian lama. Terakhir baca zaman kuliah dulu yang “Are You Afraid of the Dark?”, soalnya buku ini dulu gembar-gembor di gramedia gencar banget, dan ternyata memang seru. Sekarang buku yang telah selesai saya baca adalah buku pertama beliau, The Naked Face alias Wajah Sang Pembunuh. Pertama terbit tahun 1970 dan diterbitkan di Indonesia pada 1979 untuk pertama kalinya. Edisi yang saya baca merupakan cetakan keempat pada bulan Juni 1991.

Bercerita tentang seorang psikoanalis, Judd Stevens. Singkatnya, psikoanalis ialah suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang psikologi manusia dan menganalisis masalah-masalah yang terjadi pada manusia tersebut ditinjau dari segi psikologis. Dalam buku ini, Dokter Stevens “mengobati” pasiennya dengan membiarkan pasiennya berbaring nyaman di sofa, dan dia mulai bertanya kepada pasiennya tentang masalah yang ia hadapi. Tidak ada paksaan dari dokter dan pasien dibuat dalam keadaan senyaman mungkin hingga dapat dengan tenang mencurahkan masalahnya. Terapi ini pun terjadi tidak hanya sekali, namun hingga si pasien sembuh total, makanya seorang ahli psikoanalis ini tidak mempunyai pasien yang banyak dan hanya dapat menerima beberapa orang saja setiap periodenya.

Dokter Stevens ini mempunyai pasien-pasien yang mempunyai bermacam-macam masalah hidup. Salah seorang pasien ialah seorang homoseksual bernama John Hanson. Masalah timbul ketika Hanson mati terbunuh di jalanan dengan memakai jas hujan kuning dr. Stevens ketika ia selesai berkonsultasi dengan sang dokter. Tak hanya itu, sore harinya sekretarisnya, Carol, ditemukan pula tewas terbunuh di kantor tempat ia melakukan praktik. Semua kejadian ini memang berhubungan dengan dr. Stevens, tetapi ia belum menyadari bahwa dialah sesungguhnya yang diincar untuk dibunuh, sampai suatu hari ketika sedang berjalan dalam perjalanan pulang, ia ditabrak dengan sengaja oleh sebuah mobil. Dari peristiwa inilah sang dokter kemudian menyadari bahwa si pembunuh mengincar nyawanya. Situasi semakin sulit ketika detektif polisi yang menangani kasus ini yaitu  McGreavy mempunyai dendam masa lalu terhadap Stevens, sehingga McGreavy condong untuk membuat seolah-olah semua ini Stevens yang melakukannya. Harapan Stevens hanya tinggal pada rekan sesama detektif dari McGreavy yaitu detektif polisi Angeli, karena detektif swasta yang ia sewa ternyata juga tewas dibunuh oleh pelaku yang sama. Tanpa disangka, Stevens ternyata terlibat dalam sebuah kasus pembunuhan yang rumit dan dilakukan oleh sebuah organisasi besar yang di Italia diidentikkan dengan kata “Don Vinton”.

Sungguh sangat membuat penasaran membaca buku ini. Kasus-kasus yang terjadi sangat menarik dan membuat teka-teki besar di benak pembaca. Siapa yang menyangka bahwa keahlian Stevens sebagai seorang psikoanalis akan menyeretnya dalam sebuah organisasi mafia yang kejam. Dengan setting di Manhattan pada beberapa hari sebelum natal, keadaan yang digambarkan Sheldon tentang hujan salju yang terjadi sungguh sangat mendukung alur cerita yang ia inginkan untuk terjadi. Untuk informasi, buku ini telah difilmkan pada tahun 1984 dengan Roger Moore yang berperan sebagai Judd Stevens. Sayangnya, pembagian-pembagian kejadian di dalam novel ini kurang tertata dengan baik, jadi ada kalanya suatu peristiwa masa lalu tiba-tiba terselip tanpa ada jeda pada antar paragrafnya. Begitu pula dari sisi si pencerita, kadangkala perubahan sudut pandang si pencerita ini tiba-tiba saja berubah, misalnya saja satu paragraf sedang membahas Stevens, tetapi tiba-tiba di paragraf berikutnya langsung beralih ke detektif Angeli, tanpa ada jeda. Mungkin saja ini akibat cetakan lama buku ini, sehingga dahulu belum terlalu diperhatikan hal yang seperti ini.

Untuk penggemar cerita thriller dan detektif, buku ini layak dibaca. Apalagi ada nilai historis tersendiri mengingat ini merupakan karya pertama dari seorang Sidney Sheldon. Buku ini pun telah menggugah saya untuk lebih banyak membaca karya lain dari Sidney Sheldon, karena saya yakin, karya lainnya akan seseru buku ini. Bintang 4 untuk buku ini. Oh ya, peringatan terakhir, buku ini mengandung unsur kevulgaran yang lumayan banyak, sehingga untuk yang di bawah umur belum dapat rekomendasi untuk membacanya.


Judul: Wajah Sang Pembunuh (The Naked Face)
Penulis: Sidney Sheldon
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 324 hal.
Rate: 4/5

Selasa, 01 Januari 2013

Tak Ada Yang Berbeda




Wow. Pembukaan tahun ini langsung disuguhi kematian langsung empat orang di dalam satu buku.

Kasus pembunuhan pertama terjadi pada si empunya judul buku ini, Tando, alias Leo Tando. Seorang pimpinan perusahaan di Usaha Tando yang mempunyai sifat sangat tercela. Calon istri kakaknya ia hamili untuk kemudian dinikahi, adiknya ia pecat dari posisinya sebagai pemegang saham, anaknya ia tak urusi, hingga kliennya, penyandang dana untuk tanah yang dibelinya, akhirnya ia abaikan ketika sedang mengalami kesusahan. Kematian Leo terjadi di siang hari, tepat setelah kedatangan Sulaiman, anak si penyandang dana itu dan Hari Tando serta temannya si bandar judi, Bing Mu’in. Kematian ini terjadi ketika istrinya, Lena Tando, sedang berada di Jakarta, sedangkan mayat Leo ditemukan oleh Mirzah, sekretarisnya. Dianggap meninggal gara-gara penyakit diabetes yang dideritanya, kematian ini diabaikan begitu saja, sampai kemudian Pak Wiji, karyawan di Usaha Tando tersebut turut meninggal dunia, setelah sebelumnya sempat bercerita mengenai kecurigaannya kepada Mirzah. Sampai kemudian Mirzah mencium sesuatu yang tidak beres, dan melapor kepada Kapten Polisi Kosasih dan Gozali.

Tidak salah memilih buku ini sebagai buku favorit. Memang seolah-olah pembunuhan ini mudah sekali tertebak, namun motif dan modus pelaku tentunya tidak bisa tertebak begitu saja. Bukan sebuah buku detektif yang bagus apabila sangat mudah tertebak alur ceritanya, dan itu tidak terjadi pada buku ini! Alih-alih hanya mencurigai orang-orang yang terakhir bertemu Leo sebagai pembunuh, ternyata lebih banyak orang yang lega gara-gara kematian Leo. Lena, sang istri, tidak akan lagi terkena omelan suaminya. Kris sang kakak, seolah mendapat kesempatan untuk “merebut” kembali Lena dari tangan adiknya. Alur cerita yang agak unik (dengan berbagai karakter khas klan Tando), setting tempat yang terbayangkan (setting di Surabaya dan sekitarnya, jadi tidak perlu mengkhayal terlalu jauh apabila ada penggambaran tentang suatu rumah di gang-gang kecil dengan letak yang sangat berdempet-dempetan dengan tetangganya, Indonesia banget kan?), serta fakta-fakta dan realitas yang ada turut membantu mengapa buku ini layak dijadikan favorit. Apalagi kelihaian Gozali sebagai “pembantu” Kapten Kosasih dalam setiap memecahkan kasus pembunuhan sungguh sangat membuat berdecak kagum.

Buku yang saya baca ini merupakan cetakan keempat pada tahun 2001. Tetapi aslinya, buku ini terbit jauh sebelum itu, yaitu bulan September 1986. Jadi di dalam membaca setiap kisah Kapten Kosasih-Gozali, bersiap-siaplah untuk kembali ke masa lampau. Jangan bayangkan teknologi handphone atau internet, karena memang dahulu belum ada. Namun untungnya orang-orang yang terlibat di dalam cerita ini bisa dibilang cukup berada, sehingga keberadaan telepon kabel dapat ditemukan di buku ini. Ada pula istilah-istilah yang terkesan jadul di buku ini. Salah satunya adalah opas, yang merupakan pekerjaan dari Pak Wiji, korban kedua. Menurut KBBI, arti dari opas ialah penjaga kantor. Mungkin apabila saya tidak membaca buku ini, saya tidak akan pernah tahu apa itu opas.

Seperti telah saya bahas sebelumnya, fakta dan realitas di buku ini bisa dibilang menarik. Mengapa menarik? Dari tahun terbit aslinya tahun 1986, ternyata dapat diketahui bahwa masalah negeri kita ini dari dahulu memang disitu-situ saja, seperti masalah narkotika. Berikut saya petik dari halaman 15 dan 16.
                
“Lihat saja, pengaruh apa yang timbul setelah kalian bermain-main dengan narkotika? Kalian menjadi bandel, menjadi urakan, suka berkelahi, sok jagoan, mengacau ketentraman, putus sekolah.”

Jelas terlihat bukan bagaimana narkotika telah menjadi pengaruh buruk semenjak 27 tahun yang lalu. Pengaruhnya pun sama saja baik di tahun yang lalu maupun di saat ini, hampir tak ada yang berbeda.

Satu hal lagi yang unik, buku ini tidak hanya bercerita tentang kisah pembunuhan dan detektif. Sang penulis pun dengan lihai mampu membawa pembacanya ke dalam romantisme percintaan yang begitu indah. Itu yang saya rasakan ketika Kris Tando menyadari bahwa ia menyimpan cinta terhadap sekretarisnya sendiri yang rentang usianya terpaut agak jauh. Bukan, bukan cinta sesaat seperti kisah atasan dan sekretaris yang penuh nafsu serta terlarang. Namun ini cinta yang manis, yang benar-benar tulus sehngga mampu membuat terenyuh dan tersenyum bagi para pembacanya. Bahkan, keromatisan Kris Tando ini sampai membuatnya digemari salah seorang pembaca di Goodreads.

Seperti biasa, buku ini sangat saya rekomendasikan terhadap para pecinta buku bergenre detektif, terutama pecinta detektif-detektif luar negeri laiknya Holmes maupun Poirot. Jangan hiraukan cover buku ini yang memang terkesan agak norak, tetapi cobalah dulu baca sepenggal kisahnya. Sudah saatnya tahun baru ini diisi dengan hal-hal baru yang sangat bertolak belakang dengan kebiasaan yang telah mainstream, salah satunya dengan membaca kisah detektif dalam negeri. Empat bintang mungkin bisa sedikit memberi gambaran terhadap menariknya buku ini.



Judul: Misteri Pembunuhan Di Usaha Tando
Penulis: S. Mara Gd
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: September 1986
Tebal: 321 hal.
Rate: 4/5