Kamis, 27 September 2012

Radar Neptunus d(^_^)b




Perahu Kertas. Judul yang diambil dari kebiasaan aneh Kugy, si agen Neptunus berzodiak Aquarius yang selalu berkeyakinan bahwa perahu kertas yang dibuatnya dan ia tulisi surat untuk Neptunus lalu ia alirkan di sungai. Ia yakin, perahu itu akan sampai, dan suratnya akan dibaca oleh Neptunus. Tetapi itu dulu, ketika Kugy masih kecil. Walaupun ukuran badannya tetap kecil, seperti panggilan kesayangan Keenan kepadanya, Kugy mulai beranjak dewasa dan mulai merasakan cinta. Namun sifat khasnya yang tengil dan berantakan tetap tidak berubah. Ya, itulah Kugy.

Keenan, seorang keturunan Belanda, terobsesi menjadi pelukis walau ditentang mati-matian oleh ayahnya, tak sengaja bertemu Kugy di stasiun kereta api di Bandung ketika dijemput oleh sepupunya, Eko dan pacarnya Noni. Mereka berempat pun akhirnya bersahabat baik, Keenan mulai jatuh hati pada Kugy dan tulisan-tulisannya, tanpa mengetahui bahwa sebenarnya Kugy pun menyimpan perasaan yang sama, walaupun ia telah memiliki pacar di Jakarta bernama Ojos.

Waktu memang tak bersahabat dengan kisah cinta Kugy dan Keenan, seolah waktu membuat cinta mereka bertepuk sebelah tangan. Putus dengan Ojos, Kugy malah menghadapi fakta bahwa Keenan sedang coba dijodohkan dengan Wanda, sepupu dari Noni. Kugy pun “melarikan diri”, mencoba mengalihkan perhatian dengan mengajar di sekolah terbuka. Tanpa tahu apa yang terjadi dengan Kugy, Keenan pun tahu bahwa sebenarnya ia tak mencintai Wanda, sehingga ia pun ikut melarikan diri ke Pulau dewata. Disana ia menemukan tambatan hati dalam diri Luhde, sementara Kugy yang mendadak rajin kuliah akhirnya lulus cepat dan bekerja di suatu perusahaan agency. Kugy pun bertemu tambatan hati disana. Bosnya, Remi, jatuh hati kepadanya dan mengajaknya untuk menikah. Namun, radar Neptunus yang semenjak dahulu mengikat Keenan dan Kugy pada akhirnya benar-benar berfungsi dengan baik, tanpa sengaja mereka pun bertemu lagi, kali ini dengan pasangan masing-masing dan cinta masing-masing.

Dee berhasil membuat cerita yang lain dari buku-bukunya yang sebelumnya melalui buku ini. Kisah cinta yang mengalir indah dan membuat penasaran sungguh memikat hati. Bagaimana waktu mengalir dengan cepat di buku ini tidak mengurangi kenikmatan membaca buku ini. Banyak tokoh yang datang dan pergi, namun tokoh Keenan dan Kugy terlalu kuat untuk dibuat pergi. Banyaknya pula peristiwa manis yang kebetulan sungguh sangat menambah daya tarik dan pesona buku ini. Apalagi ditambah ketengilan Kugy dan sifat cool Keenan dan Remi, membuat tokoh-tokoh dalam buku ini sungguh membuat penasaran dan ingin ditemui di dunia nyata.

Setting yang berpindah-pindah pun tak menjadi masalah, karena Dee dengan jeli menuliskan setting tempat adegan berada di setiap awal babnya. Belanda, Jakarta, Bandung dan Bali seolah-olah hidup lewat jalinan cerita yang dituliskan oleh Dee. Hal yang unik lainnya yaitu bagaiman Dee menciptakan istilah-istilah khusus yang menjadi trademark dari buku ini. Radar Neptunus, Agen Neptunus, menjadi tren yang diciptakan oleh Dee. Lihat saja fenomena bagaimana Radar Neptunus dipraktikkan. Belum lagi basic menulis, melukis, dan periklanan pada diri Kugy, Keenan, dan Remi membuat pembacanya mendapatkan ilmu tentang dunia-dunia seni tersebut.

Akhirnya, rasa penasaran jualah yang membawa buku ini dihabiskan dalam keremangan lampu kopaja. Rasa penasaran yang akhirnya terbayar dengan ending yang manis, dan rasa pengorbanan yang besar dari tokoh-tokohnya. Buku yang wajib dibaca dan dirate bintang 5 oleh para Agen Neptunus di luar sana.


Judul: Perahu Kertas
Penulis: Dewi Lestari
Penerbit: Bentang Pustaka
Terbit: 29 Agustus 2009
Tebal: 456 hal.
Rate: 5/5

Senin, 24 September 2012

Siapa Meniru Siapa?




Setelah Kudo, Hattori dan Kindaichi, Jepang kembali menelurkan seorang detektif muda amatir berbakat. Kiyoshi Mitarai, seorang astrolog dan peramal, adalah nama dari detektif tersebut. Mitarai kali ini bersama his-dr.Watson berusaha mengungkap kasus pembunuhan yang terjadi sekitar 40 tahun lalu, sekitar tahun 1930-an, sebuah kasus pembunuhan yang terkenal dengan nama Pembunuhan Zodiak Tokyo. Berbeda dengan detektif-detektif di atas, Mitarai ini muncul dalam bentuk novel, bukan komik, sehingga dibutuhkan nalar dan imajinasi untuk menggambarkan apa yang sedang diceritakan di buku ini. Untungnya, ada beberapa ilustrasi yang si penulis sertakan di buku ini, sehingga sedikit memberikan gambaran kepada para pembacanya, terutama pembaca dengan otak lemah seperti saya.

Kisah diawali dengan sebuah “surat wasiat” dari Heikichi Umezawa. Surat itu berisi obsesi dan minat Heikichi terhadap ilmu astrologi dan yang paling utama terhadap dunia pembuatan manekin. Celakanya, ia justru terobsesi membuat manekin dari potongan-potongan tubuh manusia asli. Kebetulan persyaratan manusia yang dibutuhkan untuk membuat manekin yang diinginkannya sangat sesuai dengan karakter dan zodiak-zodiak dari keenam putrinya yang masih perawan. Di surat itu pun diceritakan bagaimana cara membunuh, bagian tubuh apa saja yang dibutuhkan dari tiap orang tersebut, sampai petunjuk tatacara penguburannya. Surat wasiat inilah yang menarik perhatian Mitarai untuk memecahkannya. Karena selama lebih dari 40 tahun kasus ini bergulir, belum ada kesimpulan yang pasti, siapakah tersangka sebenarnya, dan apa motifnya.

Pengungkapan kasus ini membawa Mitarai dan “asistennya” dalam penyelidikan yang mendetail. Apalagi muncul Mrs. Iida, beliau membawakan sepucuk surat wasiat juga dari ayahnya, yang isinya masih berkaitan dengan kasus pembunuhan berantai ini, dan menjadi kunci dari kasus ini, karena polisi serta orang-orang yang telah menyelidiki kasus ini sebelumnya sama sekali tidak mengetahui fakta baru yang terdapat dalam surat wasiat ini. Penyelidikan pun berlanjut hingga kota Kyoto, menyelidiki masa lalu Heikichi, menemui patung azoth di sebuah museum, hingga akhirnya kasus ini dapat terungkap oleh sebuah peristiwa tidak sengaja, yaitu gara-gara uang robek yang disambung dengan perekat. Akhirnya, si pembunuh pun diketahui, namun kasus yang sudah kadaluarsa, membuat Mitarai tidak bisa bertindak apa-apa, selain mengagumi tindak tanduk si pelaku yang dapat dengan bebas lepas dari tindakan hukum.

***

Banyak yang bilang kasus ini mirip dengan kasus di komik detektif Kindaichi yang berjudul Mummy’s Curse. Yap, kita sebagai orang Indonesia mungkin saja mengenal duluan kasus ini melalui Kindaichi, namun yang peru diingat adalah terbitnya buku ini yang lebih dahulu dibanding kasus Mummy’s Curse yang muncul tahun 1993. Di wikipedia sendiri disebutkan buku ini pertama terbit sekitar tahun 1979, makanya setting dari buku ini sekitar tahun 1970-an. Jadi siapa meniru siapa harus lebih dipertanyakan lagi.

Cerita buku ini sendiri sangat mendetail, di awal saja suguhan surat wasiat Heikichi Umezawa sangat detail. Mulai dari zodiak, planet yang menyertainya, hingga karakter-karakternya. Jalan ceritanya sendiri mengalir, dengan sudut pandang aku yaitu seorang Ishioka, “asisten”-nya Mitarai. Fakta-fakta dan petunjuk banyak diberikan di awal-awal bagian buku ini. Bahkan menariknya, si penulis, Soji Shimada, sampai menyelak di tengah-tengah buku, menantang para pembaca untuk menebak siapakah pelaku yang sebenarnya berdasarkan petunjuk dan fakta yang diberikan. Well, saya berhasil menebaknya, karena kasus ini seperti telah disinggung di atas, telah begitu familiar karena pernah diceritakan di komik detektif Kindaichi. Namun motif si tersangka sendiri sunggu sangat sulit ditebak apabila kita melewatkan “sesuatu” hal yang penting untuk diperhatikan di awal buku dan di gambar yang diberikan.

Buku ini layak dikoleksi oleh para penggemar buku bergenre detektif, walaupun agaknya para penggemar Kindaichi bisa jadi agak kecewa dengan buku ini. Namun, penggambaran detail yang disuguhkan oleh penulis bisa sedikit menjadi penghibur bagi pembaca yang sudah membaca kasus ini sebelumnya. Jangan lupa juga untuk berimajinasi, jangan bawa tahun-tahun kelahiran dan terjadinya kasus ini serta setting tahun di buku ini. Imajinasikan pikiran kita dengan menganggap kita hidup di masa lampau atau mereka yang hidup di masa kini, agar jangan sampai yang ada di benak kita justru adalah bukan perempuan-perempuan muda yang menjadi korban pembunuhan, melainkan orang-orang jaman dahulu yang hidup di awal abad ke 20. Jadi kesimpulannya, saya berikan bintang 4 untuk buku ini.


Judul: The Tokyo Zodiac Murder
Penulis: Soji Shimada
Tebal: 360 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 28 Juni 2012
Rate: 4/5

Rabu, 19 September 2012

Tentukan Ending dan Kesimpulanmu Sendiri




Promosi dari buku ini sangat luar biasa. sebelum terbit pun ada thriller videonya segala. Dengan mengusung gaya yang tidak biasa, buku ini dipromosikan hingga masuk kaskus. Bahkan sampai membuat akun khusus sendiri, metromerp. Yang baru saya sadari, adalah kebalikan dari Premortem. Terbujuklah si saya ingin membeli buku ini, karena banyak sekali bisikan-bisikan dari si metromerp itu tentang keistimewaan buku ini. Salah satu yang dibisikkan ialah bahwa buku ini adalah buku jenis seperti ini pertama yang ada di Indonesia (bahkan dunia?).  Jenis ini seperti apa? Buku dimana ending dan kesimpulan cerita ditentukan oleh masing-masing pembaca. Jadi jangan heran apabila banyak persepsi berlainan yang muncul dari cerita-cerita yang ada disini.

Berhasil saya lahap dalam waktu kurang dari 24 jam, buku ini berisi banyak cerita pendek yang (bisa) berkaitan (bisa juga tidak) antar satu cerita dengan cerita lainnya. Seperti saya sebut di atas, tergantung persepsi masing-masing. Dimulai dari cerita seorang pekerja kantoran yang harus menghadapi kenyataan dipecat dari tempatnya bekerja karena tidak pernah tersenyum, cerita tentang seorang anak bernama Bagus, cerita tentang sebuah keluarga yang diceritakan dari awal hingga anak cucunya telah berkeluarga, hingga cerita tentang Pak Ustad dan romo yang kebetulan bernama sama, Adil.

Memang agak membingungkna membaca buku ini awalnya. Tetapi setelah dibaca secara seksama, muncullah cerita-cerita yang diantaranya adalah cerita-cerita yang saya sebutkan tadi. Tapi itu juga bukanlah hal yang saklek. Siapa tahu orang lain dapat beranggapan bahwa dua cerita yang menurut saya berhubungan, menurut dia sama sekali tidak nyambung, karena sekali lagi, ini dipengaruhi oleh persepsi masing-masing. Uniknya lagi, buku ini memiliki sudut pandang orang pertama, yaitu aku. Silakan menginterpretasikan sendiri pada setiap cerita, siapakah si aku yang sedang bercerita tersebut. Untuk lebih mudahnya menangkap maksud saya, telaah saja cover dari buku ini, maka anda dan teman-teman anda akan menemukan jawaban yang berlainan satu sama lain. Begitu pula dengan cerita-cerita yang ada di buku ini.

Hal yang unik dari buku ini selain semua tokoh bersudutpandang “aku”, di buku ini pun tak ada tanda petik ciri-ciri seseorang sedang berbicara. Jadi harus pintar-pintarnya kita untuk memilah, mana yang merupakan pembicaraan, mana yang bukan. Ada lagi yang membuat kaget, yaitu ketika membuka halaman pertama, tidak terlihat data buku di situ, langsung masuk ke dalam jalan cerita. Ternyata, data buku yang dimaksud disimpan di belakang buku, sungguh suatu kejutan bagi saya.

Akhirnya, memang, promosi yang gencar tersebut tidak terlalu berlebih, karena buku ini merupakan buku yang lain daripada yang lain, buku yang butuh imajinasi kuat dalam membacanya, buku yang membutuhkan ingatan kita karena antara dua cerita yang (kemungkinan) berhubungan, terkadang diletakkan tidak berurutan, bisa sampai  terselang dua atau tiga cerita lain. Belum lagi masalah tanda petik dan penggambaran tokohnya, mesti dipikirkan secara masak-masak selagi membacanya. Jangan salahkan juga apabila ada orang yang bingung membaca buku ini, karena tidak semua orang berpikiran sama, dan semuanya kembali ke selera masing-masing pembaca.

4 bintang saya berikan kepada buku ini, buku unik yang membikin penasaran, dan layak dibaca untuk mengetahui jenis buku yang lain daripada yang lain.


Judul: Premortem
Penulis: J. Angin
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 146 hal.
Terbit: April 2012
rate: 4/5

Drama, Justice dan Science




Siapa yang tidak mengenal Michael Crichton? Penulis sci-fi paling ngetop berkat karya-karyanya yang sensasional. Jurrasic Park, The Lost World, Timeline, Sphere, Congo, semuanya tentang dunia sci-fi yang tidak terbayangkan pada zamannya. Buku beliau yang saya baca baru 2, yaitu Timeline dan Sphere. Namun keduanya sungguh sangat mencengangkan, bagaimana seorang Michael Crichton meramu kata-kata dan science menjadi sebuah cerita yang seru dan enak dibaca.

Nah, sebuah buku dari Crichton yang judulnya Disclosure ini yang akan saya bahas. Melihat tulisan yang ada di cover buku ini, sungguh sangat berbeda dengan buku-bukunya yang lain, karena disitu tertulis: “Pelecehan Seksual Seorang Bos Wanita terhadap Bawahan Prianya.” Bisa terlihat kalau dari sini sangat gak-sci-fi-banget. Tetapi ternyata saya salah. Memang, cerita yang terjadi merupakan cerita seputar “pelecehan seksual” yang terjadi antara Meredith Johnson dan anak buahnya Tom Sanders. Namun, setting dan tempat kerja tokoh-tokoh novel ini yang istimewa. Ditulis pada tahun 1994, perusahaan yang diceritakan ternyata sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi. CD-rom, drive komputer, telepon genggam, hingga internet sudah sangat fasih diceritakan oleh Michael Crichton. Mungkin kalau buku ini terbit akhir-akhir ini, hal tersebut sudah sangat biasa, tetapi ini terjadi tahun 1994, bahkan dimulai sejak akhir tahun 1980-an, dimana teknologi “modern” seperti itu masih sangat jarang ditemui. Makanya, di buku terjemahan ini, translator kadang memberikan keterangan tentang istilah-istilah teknologi yang waktu itu masih “aneh”.

Cerita dari buku ini sendiri diambil dari kisah nyata. Crichton menuliskan catatan bahwa ini nyata di akhir buku. Bahkan, Crichton mewawancarai si pelaku-pelaku yang terlibat dalam kejadian ini. Memang, tema yang diusung seolah klise, pelecehan seksual. Namun, ada hal yang lebih besar dari itu, buku ini menyadarkan kita tentang kenyataan di masyarakat luas bahwa pelecehan seksual seorang wanita terhadap pria itu tidak mungkin terjadi. Ya, seolah-olah pelecehan seksual hanya terjadi oleh pria terhadap wanita. Nah, pelecehan di buku ini jelas terjadi dilakukan oleh Johnson terhadap Sanders. Sanders, seorang ayah dari dua anak yang di masa lalu ternyata “mantan” dari Johnson menolak “melakukan itu” dengan Johnson. Akibatnya, Johnson menjadi murka dan tidak bisa menerima. Hal itu belum seberapa, karena keesokan harinya, justru Sanders menerima laporan dari atasannya yang lain, Blackburn, bahwa ia telah melakukan pelecehan seksual terhadap Johnson. Bahkan Blackburn mengusulkan agar Sanders segera mutasi ke daerah lain untuk mencegah terjadinya isu tidak sedap ini tercium keluar. Apalagi saat itu perusahaan ini akan merger dengan perusahaan lain yang lebih besar. Sanders, seorang kepala divisi, yang tadinya digadang-gadang akan menempati posisi yang ditempati oleh Johnson langsung mendapati hidupnya yang tadinya nyaman dan berprospek cerah harus menghadapi realita baru ini, dimana dia dituduh melakukan perbuatan yang dilakukannya, dan dicibir pula oleh lingkungannya karena perlawanannya bahwa dia yang dilecehkan oleh Johnson dianggap tidak masuk akal. Akhirnya, resiko diambil oleh Sanders. Ia menempuh jalur hukum dengan menyewa pengacara, Louise Fernandez. Setelah berpartner dengan Fernandez ini, akhirnya ditemukan bahwa ada motif lain yang terkait dengan keberlangsungan proses produksi perusahaan. Bukan sekedar pelecehan seksual “biasa”, motifnya lebih besar dari itu, bahkan dapat menggemparkan seluruh perusahaan.

Buku ini cenderung untuk dewasa. Istilah-istilah yang ada lumayan vulgar dan ceritanya pun demikian. Cerita tentang pelecehan seksual ini hanya berlangsung di awal buku saja, namun pengungkapan kasus ini berulang-ulang dibahas, jadi lumayan cukup banyak kata-kata vulgarnya. Membaca novel ini sendiri awalnya saya kira hanya tentang drama percintaan. Semuanya menjadi salah dan jelas ketika telah terhanyut dalam cerita buku ini. Ini tidak hanya tentang percintaan dan drama, tetapi juga unsur-unsur hukum dan kriminal, hingga tentunya science juga tertuang di buku ini. Satu hal yang istimewa tentang dunia science disini ialah bagaimana diceritakan bahwa perusahaan ini telah berhasil membuat suatu teknologi virtual baru. Teknologi ini memungkinkan seseorang masuk ke dunia virtual yang berisi data-data dan arsip perusahaan, dan “bertualang” di dalamnya. Mudahnya, bayangkan anda berada di dalam sebuah perpustakaan, namun perpustakaan tersebut berisi laci-laci yang berisi data dan arsip, dan data dan arsip tersebut merupakan bentuk softcopy, bukan hardcopy. Jadi, seakan anda browsing data di komputer anda, tetapi ini dengan gerakan-gerakan seperti dunia nyata, membuka laci, membuka-buka arsip, hingga mengetahui detail dari data dan arsip tersebut.

Satu hal lagi yang menjadi kekhasan Crichton dalam buku-bukunya (yang telah saya baca) adalah adanya tokoh-tokoh yang terkesan tengil. Di dalam buku ini tokoh tersebut ialah Don Cherry, dan si Don Cherry inilah pencipta teknologi virtual data yang diceritakan di atas. Buku ini pun telah difilmkan dan dibintangi oleh Demi Moore, bahkan cover buku ini pun diadaptasi dari film tersebut. Oh ya, membaca novel setebal 650-an halaman ini dan menyelami konflik di dalamnya, tidak bakal terasa bahwa sebenarnya di buku ini cerita yang terjadi hanya berjalan 4 hari, Senin-Kamis. Overall, saya memberikan 5 bintang buat buku ini, buku keren yang wajib baca.


Judul: Diclosure: Pengungkapan
Penulis: Michael Crichton
Tebal: 659 hal.
Tahun Terbit: Jan. 1995
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Rate: 5/5

Senin, 17 September 2012

Learn From Him




Pikiran saya langsung tertuju ke acara tapping kick any beberapa bulan yang lalu. Kris Biantoro menjadi bintang tamunya, dan buku inilah yang waktu itu dibagikan. Masih terngiang semangat beliau ketika itu, seorang MC terkenal yang namanya sangat berkibar dan tenar, tetapi akhir-akhir ini jarang terdengar, bahkan banyak yang mengira beliau sudah tak ada. Ternyata, penyakit gagal ginjallah yang menghalanginya beraktivitas. Sudah lama juga ternyata, bayangkan saja, ketika dalam masa jayanya dulu pun beliau ternyata telah terkena penyakit ini. Tebak berapa tahun? Ya, sudah 38 tahun beliau menderita penyakit ini.

Isi buku ini sendiri tak jauh dari cerita-cerita yang beliau share ketika tampil di acara itu, tetapi tetap saja sangat menakjubkan mendengarkan pengalaman-pengalaman beliau di tengah penyakit yang dideritanya. Mulai dari pengalamannya sebagai manusia yang ringan kuping, hingga perjalanan kehidupannya di masa lalu ketika jaya, hingga pengalaman pengobatannya dalam melawan penyakit ini.

Dengan bahasa yang ringan serta selipan-selipan candaan yang cukup segar, ini sangat khas beliau. Tidak terlihat sama sekali rasa semangat yang memudar dalam tulisan dan pengalaman-pengalamannya. Sempat tergolek lemah tak berdaya, tetapi beliau tetap menunjukkan rasa semangat ketika ada orang lain yang mengunjunginya. Memang, ketika di acara tapping itu pun, teriakan “merdeka” khasnya masih membahana, bahkan suaranya ketika menyanyinya pun masih lancar mengalir. Membaca di bukunya, siapa yang menyangka kalo beliau sempat terkena gejala “lupa”. Gejala ini menyebabkan beliau lupa apa-apa yang terjadi beberapa saat sebelumnya. Bahkan syair-syair lagunya pun beliau sempat lupa, sehingga beliau sempat berujar, “ini kok penyanyi lupa sama lagunya sendiri.”

Tak hanya menceritakan kisah sakitnya, Kris Biantoro pun memberi semangat kepada para penderita penyakit yang sama dengan yang dideritanya, yaitu gagal ginjal. Selain itu, di akhir setiap bab yang ditulis, beliau menuliskan tentang fakta-fakta, pesan dan saran bagi para pembacanya, terutama bagi para penderita gagal ginjal, sehingga hal ini dapat menjadi pelajaran bagi semua. Beliau juga menyampaikan pesan kepada keluarga si penderita agar tetap semangat dalam mendampingi si penderita, karena penyakit ini bukan akhir dari segalanya. Lihat saja sosok Kris Biantoro ini. 38 tahun menderita gagal ginjal, hidup dengan ginjal yang tidak sempurna, tetapi beliau tetap eksis sampai sekarang, tetap semangat, dan yang paling istimewa, tetap dapat memberi semangat kepada sesama penderita dan keluarga si penderita. Semuanya belum selesai, hingga sang Khalik mengakhiri kisah kita, maka teruslah berjuang dan bersemangat, pasti bisa.


Judul: Belum Selesai
Penulis: Kris Biantoro
Penerbit: Sahabat Krisbiantoro Publishing
Tebal: 170 Hal.
Terbit: 2011
Rate: 4/5

Jumat, 14 September 2012

The Famous Oliver




Oliver Twist merupakan seorang anak yatim piatu yang hidup dalam kemiskinan. Pindah dari rumah penampungan satu ke yang lainnya, karena saking banyaknya masalah maka Oliver memutuskan untuk hijrah ke London. Sayangnya, di London, Oliver justru ditolong oleh salah seorang anggota perkumpulan pencuri. Oliver pun dipaksa turut serta dalam pencurian yang dilakukan oleh pemimpin kelompok itu, Fagin. Dua kali Oliver terlibat dalam kasus pencurian, dua kali pula Oliver tertangkap dan akhirnya diselamatkan oleh orang-orang baik hati yang yakin bahwa sebenarnya Oliver bukan pencuri. Pak Brownlow menjadi orang baik pertama, sayangnya di “pelariannya” yang pertama ini Oliver berhasil kembali dibawa oleh kawanan pencuri tersebut. Kali kedua ketika ia “diselamatkan” keluarga Maylie, disinilah hidupnya yang sebenarnya dimulai, ia hidup bahagia dengan Rose dan bibinya.

Perjalanan Oliver belum berhasil, karena Oliver masih terancam nyawanya. Kelompok pencuri tentunya yang paling berhasrat untuk merebut kembali Oliver, dan ada seorang lagi yang rupanya berhubungan dengan masa lalu Oliver yang mengincar kehidupannya. Ia adalah Monks. Monks ini sampai mencari tahu ke tempat dimana Oliver lahir dan bertanya pada Pak Bumble, ketua rumah penampungan tempat Oliver ditampung pada masa kecilnya, demi satu tujuan utama, yaitu harta. Mengapa harta? Bukankah Oliver lahir dari seorang ibu yang amat miskin? Ternyata, kemiripan Oliver dengan foto seorang perempuan di rumah Pak Brownlow-lah yang menjadi kunci siapakah sebenarnya Oliver Twist.

***

Buku Oliver Twist yang saya baca ini merupakan terbitan Narasi. Hanya 200an halaman, tentu sangat jomplang dengan buku Oliver Twist terbitan Bentang Pustaka yang mencapai 500an halaman. Buku ini merupakan versi terjemahan ringkas, entah, apakah seluruh cerita dalam 500an halaman itu telah teringkas sempurna dalam 200 halaman atau belum. Tapi yang jelas, inti dari cerita buku ini mungkin tersampaikan. Tapi jelasnya, harus membaca juga buku versi tebalnya.

Seperti sinopsis di atas, cerita Oliver Twist ini merupakan salah satu cerita klasik yang sangat terkenal karangan Charles Dickens. Buku ini termasuk dalam list 1001 Buku yang Harus Dibaca Sebelum Wafat dan telah mencapai ratusan edisi di seluruh dunia. Oliver Twist ini mungkin merupakan salah satu anak kecil yang paling populer di seluruh dunia.

Ceritanya sendiri sederhana, dengan setting tahun 1800an, dimana kondisi Inggris kala itu banyak rumah penampungan orang-orang miskin, maka tak heran apabila banyak terjalin kelompok-kelompok pencurian pula. Cerita ini mungkin gambaran dari tahun itu, dimana kemiskinan yang terjadi menjadikan anak seumuran Oliver telah dilatih untuk menjadi pencuri.  Konflik yang terjadi pun diawali dari lahirnya Oliver tanpa seorang ayah, inilah yang menjadi penyebab awal mengapa Oliver begitu diinginkan di dalam buku ini. Dengan kata kunci harta dan ayah di atas, mungkin teman-teman sekalian dapat menebak dengan mudah, siapakah “penjahat” yang mencari-cari Oliver sebenarnya.

Dikemas dalam buku saku, dan bahasa yang mudah dipahami, buku ini menjadi solusi bagi yang ingin membaca cerita-cerita klasik terkenal tapi sudah malas duluan melihat ketebalannya. Meskipun begitu, cukup banyak kesalahan di dalam buku ini. Seperti siapa yang sedang berbicara, hingga jalan cerita yang kadang-kadang langsung lompat tiba-tiba. Namanya juga cerita ringkasan, tapi cukup worth untuk dibaca untuk sejenak mengenal Oliver Twist, sebelum dilanjut dengan membaca edisi aslinya, ataupun menonton filmya. Buku ini layak masuk list 1001, karena di tahun 1800an, cerita seperti ini telah dapat terpikirkan oleh Dickens, konflik yang masuk akal, serta pembunuhan yang terkesan sadis dikisahkan apa adanya. 3 bintang cukup untuk buku klasik ini.


Judul: Oliver Twist
Penulis: Charles Dickens
Penerbit: Narasi
Tebal: 200 hal.
Tahun Terbit: 2008
Rate: 3/5

Rabu, 12 September 2012

Dimana Tempat Orang Jujur?



Sebuah novel detektif yang baik tidak akan secara mudah menampilkan siapa si pelaku kejahatan sebenarnya sehingga mudah tertebak oleh pembaca.

Peristiwa pembunuhan kali ini berlatar belakang perselingkuhan, bisnis, dan akibat kegenitan wanita. Dahlia, si korban kejahatan, yang (nampaknya) menjadi cover dari buku ini (walaupun Dahlia ini sama sekali tidak diceritakan ketika ia hidup) merupakan wanita bersuami yang terjebak cinta lokasi dengan atasannya. Tidak sepenuhnya cinta lokasi sebenarnya, karena hampir semua orang tahu, wanita seperti apa Dahlia ini. Suaminya yang sekarang pun, Januar Sigit, menikahinya dengan mengorbankan keluarga kecilnya yang sebenarnya bisa bahagia apabila tidak ada Dahlia. Januar seolah terkena karma, Dahlia kini bergerilya lagi mencari pria lain, dan kali ini dalam diri Kamaludin, atasannya, yang telah mempunyai seorang istri.

Pembunuhan terhadap Dahlia terjadi di kantornya ketika seluruh karyawan di gedung kantor tersebut telah pulang, ya, pembunuhan ini terjadi di kala Dahlia sedang lembur. Kamaludin, yang terakhir bersama Dahlia; Ela Sigit, mantan istri Januar yang berkantor di gedung yang sama, yang kebetulan bekerja lembur juga di hari kejadian; Lisa Kamaludin, istri kamaludin yang kedapatan berangkat sendirian ke kantor untuk menemui Dahlia setelah suaminya pulang; dan Kohar, penjaga gedung yang sedang bersih-bersih kantor gedung ketika hari kejadian, diperiksa oleh kapten polisi Kosasih dan Gozali akibat peristiwa ini. Selain mereka, orang-orang yang berkaitan pun diperiksa gara-gara kehebohan ini. Ternyata, dibalik peristiwa pembunuhan ini, motif-motif para atersangka yang diperiksa oleh Kosasih-Gozali ini saling berkaitan, menyambung satu sama lain.

Belum selesai pengungkapan peristiwa pembunuhan Dahlia, kakak tiri dari Lisa Kamaludin yaitu Samsul Bakhtiar, ditemukan tewas di rumahnya. Akibat peristiwa ini, duet Kosasih-Gozali lebih mudah melacak kaitan antara dua peristiwa ini, dan pembunuh yang ternyata merupakan seorang yang sama sekali tidak pernah bisa diduga. Seorang yang tadinya menjadi orang kepercayaan, namun berbalik mengkhianati akibat mulai merasa semua peristiwa harus bisa diselesaikan sendiri, tanpa bantuan Tuhan.


Pembunuhan di buku ini sangat cepat terjadi. Di awal-awal buku kita diperkenalkan dengan tokoh-tokoh yang menjadi lakon dalam buku ini. Sampai akhirnya pembunuhan berlangsung, bayangan-bayangan gelap masih berseliweran di benak saya, karena bukti-bukti dan motif-motif yang ditunjukkan masih terlalu sedikit dan terlalu luas cakupannya. Pembunuhan disini dilatarbelakangi oleh peristiwa yang lazim terjadi di era modern ini, perselingkuhan dan perasaan nyaman antara dua orang kekasih yang sebenarnya sudah memiliki pasangan sah di rumah masing-masing. Semua mulai terkuak ketika banyaknya bukti dan motif yang mulai terungkap dan mengerucut. Namun tetap saja pelaku pembunuhan disini masih sulit untuk diraba, sampai akhirnya terjadi pembunuhan kedua, dan Gozali merekontruksi kejadian dengan melibatkan seluruh tersangka pun, pelaku masih sulit tertebak. Kelihaian penulis dalam berteka-teki patut dipuji, karena siapa yang menyangka bawa trik yang dipakai Gozali bisa berdampak signifikan terhadap tersangka.

Di buku ini pun, sedikit banyak diceritakan latar belakang Gozali sebagai eks pencuri. Bagaimana keluarganya, jalan hidupnya, hingga mengapa akhirnya ia bisa berteman akrab dengan kapten polisi Kosasih. Yang lebih seru, trik-trik ketika Gozali mencuri pun ia gunakan dalam mengungkap si pembunuh yang sebenarnya.

Pada akhirnya, satu pelajaran besar yang menjadi tanda tanya kita semua. Apakah memang orang yang jujur sudah tidak akan bisa eksis lagi di dunia modern seperti ini. Pertanyaan ini ditulis oleh S. Mara Gd pada tahun 1985 (tahun terbit awal buku ini), 27 tahun berselang, kejujuran ini masih menjadi hal yang layak diperdebatkan. Apakah di sekitar tempat kerja anda masih banyak orang-orang jujur yang eksis dan mampu sukses dalam karir dan usahanya? Terakhir, saya beri buku ini 4 bintang. Sebenarnya layak menjadi bintang 5, namun pada bab-bab akhir ada satu hal yang mengganjal, ketika salah seorang tersangka berbincang dengan Kosasih. Perbincangan ini pada akhirnya tidak dibahas, dan tidak diketahui pula siapa orang tersebut. Menggantung.


Judul: Misteri Gugurnya Sekuntum Dahlia
Penulis: S. Mara Gd
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 1985
Tebal: 305 hal.
Rate: 4/5

Endingnya WOW



Seorang Spanyol bernama Santiago, seorang penggembala domba yang suka membaca buku. Kebebasan yang ia cari di dalam kehidupan ini. Tekad ayahnya untuk menjadikannya seorang pastor ditampiknya secara halus, ia ingin hidup bebas, menjadi gembala. Siklus tahunan penggembala domba selalu berulang pada dirinya, ia berjalan kemana dombanya melangkah, melangkah untuk mencari makanan dan air. Namun ia yakin, siklus tahunan ini akan berulang tahun ini, dan dia akan menemui lagi wanita pujaan hatinya di tempat ia biasa menjual bulu-bulu dombanya.

Semuanya berubah, akibat pertemuan dengan seorang gipsi peramal dan seorang raja tua, mulailah Santiago bertualang ke dunia Afrika. Seluruh hartanya ia jual, dombanya ia serahkan ke tangan gembala lain yang bersedia membelinya, karena ia akan lebih mencari jati dirinya seperti yang telah si peramal katakan: ada harta karun menanti Santiago di Mesir, di sekitar piramid-piramid yang berada disana. Dimana letak pastinya piramid tersebut tentunya Santiago tidak tahu. Tetapi seorang raja tua yang tak sengaja ditemuinya memberitahu tentang pertanda-pertanda alam, bagaimana pertanda alam itu akan secara otomatis membawa Santiago ke tujuan utamanya.

Malang menimpa Santiago ketika sampai di benua Afrika. Hartanya raib gara-gara ia tertipu orang. Alhasil, Santiago harus mencari pekerjaan untuk menyambung hidupnya, dan yang paling penting, untuk kembali ke Spanyol. Perjalanan berlanjut, Santiago bekerja di sebuah toko kristal. Masih tentang pertanda-pertanda itulah yang membuatnya sukses menjadi anak buah si pemilik toko. Namun hidup harus tetap berjalan. Santiago yang hartanya sebenarnya telah cukup untuk kembali ke Spanyol dan membeli kembali domba-dombanya akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mencari piramid-piramid tempat harta karun berada. Santiago bertemu dengan pemimpin karavan, seorang Inggris yang berprofesi sebagai alkemis, seorang Fatima yang dia yakin adalah cinta sejatinya dan akhirnya bertemu sesorang yang dicari si orang Inggris: Si Alkemis yang sebenarnya. Dengan si Alkemis inilah akhirnya Santiago berkelana melewati padang pasir guna mencapai piramid-piramid tujuannya. Sampai akhirnya Santiago menemukan harta yang ia cari.

***

Well, ini buku pertama Paulo Coelho yang saya baca. Ada sih di rumah The Zahir, tapi masih ragu bacanya, takutnya ini buku BN. Baca The alchemist ini aja diberaniin, bukunya gak terlalu tebal soalnya. Buku ini banyak yang bilang sangat inspiratif, indah, banyak kutipan-kutipan yang indah.

Hm, sampai saat ini belum dapat kesan mengapa dikatakan ini sangat inspiratif. Mungkin gara-gara pencarian jatidirinya si Santiago ini kali ya. Tapi emang sih, kutipan-kutipan dari bukuu ini sangat indah. Contohnya ada di halaman 23 dan 200:

Orang tampaknya selalu merasa lebih tahu, bagaimana orang lain seharusnya menjalani hidup, tapi mereka tidak tahu bagaimana seharusnya menjalani hidup sendiri.

Apa yang terjadi satu kali tidak bakal terjadi lagi. Tapi apa yang terjadi dua kali, pasti akan terjadi untuk ketiga kali.

Baca buku ini juga bikin surprise, bagaimana Coelho bisa membahas dunia muslim juga disini. Sebenarnya saya tidak bakal mengira tentang Islam bakal disebut-sebut, tapi itulah yang terjadi.  Mungkin gara-gara kejadian ini mengambil setting di Mesir kali ya. Oya, satu lagi kesan saya tentang buku ini. Sebaiknya untuk pembaca, dilihat dulu tahun dibuatnya buku ini. Entah mengapa, saya menganggap buku ini buku yang sangat klasik, padahal terbitnya tahun 1980-an, tidak terlalu klasik lah. Tapi juga, disini tidak dijelaskan pada zaman apa Santiago hidup, sebab tak ada kesan bangunan-bangunan modern dalam kehidupannya. Jadi cukup aneh juga tentang perjalanan dengan karavan melintasi padang pasir, apakah tidak ada sarana lainnya? Atau apakah saya yang kurang literatur? Ya, setidaknya buku ini mengajarkan manusia untuk terus berusaha dan menangkap tanda-tanda dari alam, apapun itu.

Satu hal terakhir yang patut dicermati ialah ending buku ini. Layak deh ending buku ini disebut WOW. Bayangkan saja, takdir yang terjadi kepada Santiago sungguh sangat indah, walaupun sebenarnya saya sempat mengira bahwa harta itu tidak benar-benar ada, pendapat awal saya harta itu terletak pada kehidupan Santiago itu sendiri, tetapi ternyata saya salah, harta itu benar-benar ada. Oh ya, tentang si alkemis yang mengubah timah menjadi emas, itu mungkin salah satu bagian fiksi yang benar-benar wajib dipahami, jangan sampai setelah membaca buku ini, iseng-iseng kita ikut-ikutan percobaan mengubah timah menjadi emas. Overall, buku ini kurang begitu istimewa bagi saya, cukup bintang 3 saja. Dan saya semakin ragu untuk membaca The Zahir.


Judul: The Alchemist
Penulis: Paulo Coelho
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Nov. 2005
Tebal: 216 hal.
Rate: 3/5

Senin, 10 September 2012

I Hate Monday?




I hate Monday, not I love Monday.

Ya, kata-kata I hate Monday sudah sangat akrab dengan telinga kita. Celakanya, kata-kata ini malah semakin menasbihkan bahwa yang namanya Senin itu merupakan hari yang menyebalkan, hari yang sangat tidak dinantikan, bahkan beberapa orang berharap tidak ada hari Senin di dunia ini. Hm, mengapa hari Seninn ini amat dibenci oleh kebanyakan orang? Apakah salah si hari Senin itu, atau memang sesuatu yang ada di hari Senin tersebut yang membuat kita membencinya? Ya, kebanyakan orang menganggap hari Senin itu gangguan setelah enak berlibur di hari Sabtu dan Minggu, dan sumber dari gangguan tersebut yang jelas hanya satu hal, Pekerjaan. Nah, buku ini mengajak kita untuk mencintai hari Senin khususnya, dan mencintai pekerjaan kita pada umumnya.

Buku ini bukan sekedar buku motivasi. Buku ini lebih dari itu. Berbagai pandangan dan penilaian yang salah tentang pekerjaan kita dibahas tuntas di buku ini. Hal yang paling utama yang dibelokkan dari paradigma kita selama ini ialah tentang hakikat pekerjaan itu sendiri. Berulang-ulang ditegaskan di buku ini bahwa tujuan sebenarnya dari pekerjaan kita yaitu untuk melayani orang lain. Bagaimana kalau kita tidak bekerja dengan orang lain? Ah, tampaknya tidak ada pekerjaan yang tujuan utama dan akhirnya untuk memuaskan orang lain, terutama customer. Contohnya: saya, sebagai mantan analis laboratorium dahulu kebanyakan berinteraksi dengan benda-benda mati. Tapi sadarkah kita bahwa akhirnya hasil dari pekerjaan kita tersebut pada akhirnya dipakai sebagai data yang akan digunakan oleh pihak atasan kita yang lebih berwenang sebagai data yang bertujuan untuk memuaskan konsumen? Bayangkan, apabila bekerja secara asal-asalan di laboratorium, apakah nantinya hasil analisa kita yang kacau itu akan memuaskan konsumen? Tentu tidak, hasil yang ngaco justru membuat konsumen ragu dan tidak percaya terhadap produk kita.

Hal lain yang coba dibelokkan oleh penulis tentang paradigma kita yang salah ialah: kita kerja bukan untuk uang! Ya, ujung-ujungnya dari pelayanan yang kita berikan terhadap konsumen ialah kepuasan mereka terhadap kita yang tentunya akan menambah harga diri kita di mata mereka. Jadi bisa terbayangkan dong, pelayanan yang prima akan menghasilkan sesuatu (dalam hal ini uang) yang prima pula. Kalau orientasi kita hanya kepada uang, uang, dan uang, apakah kepuasan orang lain yang kita tuju? Pastinya, target kita hanya sederhana, kerjaan beres, uang mengalir ke kantong kita. Urusan orang lain puas atau tidak, bukan urusan kita. Terlihat kan, betapa egoisnya orang yang kerja semata-mata demi hanya untuk uang.

Pada akhirnya, untuk melayani para konsumen, kita harus mencintai pekerjaan kita, apapun itu. Tuangkan bakat dan keahlian kita terhadap bidang yang kita geluti dengan sepenuh hati. Jadikan pekerjaan kita sebagai sebuah panggilan dari-Nya, sebuah panggilan yang bertujuan untuk kita memahami dan mencintai pekerjaan kita. Jangan jadikan pekerjaan itu hanya sebuah pekerjaan ataupun karir, karena diantara dua hal tersebut, kita masih egois, hanya kepuasan kita sendirilah yang menjadi tujuan kita bekerja.

Buku pembelok paradigma ini disusun begitu cermat. Dengan font yang tidak terlalu kecil, membuat buku ini nyaman untuk dibaca. Kutipan-kutipannya pun sangat membantu memahami untuk apakah sebenarnya kita bekerja. Belum lagi ada pengalaman-pengalaman tentang kehidupan sehari-hari si penulis yang bisa kita jadikan cermin terhadap diri dan sekitar kita. Pada akhirnya, dengan mencintai pekerjaan kita, tidak akan ada lagi yang namanya I hate Monday. I love Monday akan semakin bergema, karena kita sudah menganggap kerja kita sebagai hobi dan suatu hal yang layak untuk kita nikmati. Rubah paradigmamu sekarang, dan jadilah orang yang sukses.


Judul: I Love Monday
Penulis: Arvan Pradiansyah
Penerbit: Kaifa
Terbit: Mei 2012
Tebal: 302 hal.
Rate: 4/5

Rabu, 05 September 2012

buntelan si Alice

Hihiy, bukunya udah keburu saya review tuh, tinggal nonton filmnya nih.

Well, buntelan ini diperoleh dari seorang kawan di Amerika sana. Alasan dia memberikannya ke saya sih katanya biar saya belajar bahasa Inggris *sigh*

Tetapi gak masalah, saya sangat berterimakasih kepada beliau, karena berkat beliau, ini menjadi buku berbahasa Inggris pertama yang saya baca *nangis-nangis dadah*, tapi entah deh, terjemahan bebas otak saya terhadap buku ini bener gak, hehehe...

Yang penting baca deh, apalagi buku ini masuk list 1001, dan Alice itu sangat terkenal lho, bahkan penulisnya cenderung kontoversial. Jadi, gak rugi juga baca buku ini *apalagi masih bau Amerika :D*


Nih, picturenya, jangan pada ngiri ya :p


Sekali lagi, terima kasih kepada kawanku disana, jangan kapok-kapok ya *minta ditendang*

Ini Bukan Cerita Anak-anak




Seorang gadis cilik yang tidak menyukai buku (yang hanya berisikan tulisan, tanpa gambar), melihat hal ganjil ketika sedang menemani kakaknya di bank. Hal ganjil tersebut ialah seekor kelinci yang tidak biasa. Kelinci ini bisa berbicara dan memegang arloji! Rasa ingin tahu gadis cilik ini membawanya ke dalam dunia yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Wonderland, sebuah negeri ajaib. Sudah bisa menebak siapa gadis cilik ini? Ya, dia adalah Alice.

Hari itu Alice sungguh mengalami hari yang sangat tidak biasa. Awal mula saja ia sudah terjebak dengan sebuah botol yang bertuliskan “drink me”. Naasnya, cairan di dalam botol itu malah membuatnya mengecil. Untung saja, ada sebuah kue kecil yang bertuliskan “eat me”. Kue ini membuatnya membesar kembali, tetapi tidak menjadi ukuran normal seperti sedia kala. Ya, Alice sudah berada di dalam Wonderland, gara-gara ia mengikuti kelinci aneh tadi masuk ke dalam lubang di dalam tanah.

Petualangan Alice di dunia ajaib pun dimulai. Dunia ini benar-benar ajaib. Dia bertemu dengan berbagai macam hewan-hewan aneh dan unik yang bisa beraktivitas layaknya manusia. Mulai dari seekor tikus yang bisa berbicara, burung dodo, seekor ulat yang sedang menghisap shisha, hingga prajurit-prajurit yang mempunyai tubuh selembar kartu remi. Belom lagi kejadian-kejadian yang tidak terduga yang ia alami, seperti dijamu minum teh dalam perjamuan yang sedikit gila, sampai berbalap lari dengan hewan-hewan tadi. Ada juga ikan dan katak yang berkaki manusia, hingga seekor kucing yang gemar nyengir.

***

Siapa yang tidak mengenal Alice? Tokoh ini populer berkat serial kartun adaptasi yang dibuat oleh disney. Namun sayangnya, saya merasa dibuatnya buku ini menjadi tokoh kartun untuk menjadi konsumsi anak-anak terkesan salah kaprah. Sebabnya, buku ini bukan untuk anak-anak, banyak hal-hal negatif yang anak-anak dapat tiru dari buku ini, yang tentunya bisa berakibat kurang baik terhadap mereka. Alice ini dikenal luas sebagai gadis cilik dengan baju dan rok terusan berwarna biru muda, dan memang di bukunya sendiri terdapat bermacam-macam ilustrasi yang menyenangkan, sehingga kenapa buku ini bisa dianggap buku anak-anak dapat dipahami alasannya.

Cerita Alice ini dibuat pada tahun 1865 oleh Lewis Carroll. Imajinasi Carroll tentang dunia ajaib sungguh sangat luar biasa menurut saya. Bayangkan saja, tahun segitu sudah terbayangkan binatang-binatang berkaki manusia, bahkan imajinasi tentang binatang-binatang yang berkelakuan seperti manusia saja sudah saya anggap gila. Mungkin di alam sana Carroll bisa tersenyum melihat sosok-sosok imajinasinya berhasil dituangkan ke dalam dunia layar kaca dengan begitu indah oleh Disney.

Buku ini terbagi menjadi 12 bab utama. Dimana tiap bab-nya berkaitan satu sama lain, tetapi dengan tema-tema utama pada masing-masing bab-nya. Seperti bab 5, “Advice from Caterpillar”. Bab ini berisi cerita tentang Alice yang berhadapan dengan seekor ulat yang merokok menghisap shisha. Si ulat ini merupakan seekor ulat yang bisa dikatakan bijak. Dia memberi Alice nasihat tentang bagaimana caranya untuk berubah wujud jadi kecil atau besar. Tentang hal-hal yang besar-kecil ini dibahas pula di wikipedia, dimana disana dikatakan bahwa Carroll menulis bab ini dalam keadaan sedang migrain dan epilepsi, sehingga disebutkan bahwa dalam imajinasinya, benda-benda seolah membesar dan mengecil. Kejadian ini bahkan dijadikan nama penyakit, yaitu sindrom Alice in Wonderland, dimana sindrom ini terjadi pada anak kecil yang mengalami gangguan saraf, sehingga seolah-olah benda-benda yang dilihat oleh seorang anak kecil cenderung membesar dan mengecil. Hal di bab ini pula yang membuat buku ini tidak layak dikategorikan buku anak-anak. Bayangkan saja, seekor ulat yang sedang menghisap shisha (atau merokok), tentunya hal ini bukanlah hal yang patut dicontoh.

Ada satu hal lagi yang sangat utama mengapa buku ini bukan buat anak-anak. Hal itu merupakan rasa ingin tahu Alice yang begitu besar. Kalau istilah zaman sekarangnya, Alice itu terlalu kepo. Tidak mungkin Alice masuk ke dunia ajaib kalau dia tidak kepo terhadap si kelinci ajaib. Juga kebiasaan kepo-nya ini berdampak pada mulut Alice yang tidak bisa diam ketika orang (atau hewan?) lain sedang berbicara, bawaannya si Alice ini ingin menyela terus pembicaraan yang sedang dilakukan orang lain. Ada satu kejadian lucu yang membuat saya terpingkal membaca buku ini, masih tentang sifat kepo si Alice ini. Pada halaman 65, ketika Alice sedang mendengarkan cerita dari seekor kura-kura jadi-jadian (mock turtle), si kura-kura ini sangat lama mengambil jeda antar kalimatnya, dan ini sangat membuat Alice tidak tahan untuk tidak kepo, kutipannya adalah:

                “Once,” said the Mock Turtle at last, with a deep sigh, “I was a real Turtle.”
                These words were followed by a very long silence, broken only by an occasional exclamation of “Hjckrrh!” from the Gryphon, and the constant heavy sobbing of the Mock Turtle. Alice was very nearly getting up and saying “Thank you, Sir, for your interisting story,” but she couldn’t help thinking there must be more to come, so she sat still and said nothing.


Untung saja disini Alice berhasil menahan kepo-nya, kalau tidak, mungkin bakal terjadi hal yang tidak menyenangkan terhadap Alice. Nah, sifat kepo ini juga yang membuat buku ini tidak direkomendasikan untuk anak-anak. Bayangkan jika ada anak kecil yang menyela perbincangan orang lain.

Buku ini sangat tipis. Saya membaca edisi yang berjumlah 86 halaman, namun itu pun tidak full tulisan (hal ini mungkin mengikuti keinginan si Alice yang tidak suka buku yang full tulisan), tetapi ada ilustrasi-ilustrasi asli yang dibuat oleh Sir John Tenniel, puisi-puisi, dan (yang paling unik) ada kata-kata di buku ini yang membentuk ekor tikus ketika Alice sedang mendengarkan kisah yang panjang dan sedih dari si tikus (the mouse’s long and sad tale). Hal ini menurut saya merupakan hal yang menjadikan buku ini nyaman untuk dibaca. Apalagi, kisah di buku yang masuk list 1001 Buku yang Wajib Dibaca Sebelum Wafat ini cenderung membingungkan, dan membuat otak sedikit berkerut dalam menangkap maksud dari tulisan yang dibuat oleh Lewis Carroll ini. Hal yang paling mengecewakan di buku ini hanya satu, ending dari buku ini yang ternyata hanya begitu saja. Seakan ending buku ini menjadi antiklimaks dari kisah-kisah Alice di negeri ajaib ini. Satu hal, buku ini sangat layak untuk dibaca dan masuk list 1001, mengingat sudah sebegitu terkenalnya tokoh Alice, dan untuk menghilangkan salah kaprah selama ini. Yah, setidaknya di rak toko buku, jangan sampai buku ini ada di bagian buku anak. Maka dari itu, baca dulu, dan simpulkan, apakah ini buku untuk anak apa bukan.

The Mouse's Tale

Last, saya memberi bintang 3 untuk buku ini. Walaupun hanya tiga, tetapi wajib untuk dibaca.


Judul: Alice's Adventure in Wonderland
Penulis: Lewis Carroll
Ilustrator: Sir John Tenniel
Penerbit: Dover
Tahun Terbit: 1993
Teabl: 86 hal.
Rate: 3/5