Rabu, 02 April 2014

Jakarta - Paris via French Kiss ~ Syahmedi Dean



355 p., Gramedia Pustaka Utama, June 2005


Campur aduk. Itulah perasaan saya ketika membaca buku ini. Dibilang suka, cerita buku ini bisa dibilang lumayan seru, bikin penasaran. Dibilang membosankan, bisa juga, sebabnya terlalu banyak detail tentang fashion dibahas di buku ini, yaa... namanya juga buku bertemakan fashion.

J.P.V.F.K. alias Jakarta-Paris via French Kiss. Judul yang cukup menantang, apalagi ada kata-kata French Kiss-nya, pastilah banyak yang menganggap buku ini vulgar. Kenyataannya memang seperti itu walaupun kevulgarannya masih dapat ditolerir. Buku ini bercerita tentang persahabatan empat orang yang bekerja di dunia fashion. Alif, Raisa, Didi dan Nisa, merekalah tokoh-tokoh di dalam buku ini, meskipun menurut saya tokoh utamanya lebih cenderung kepada Alif. Saya bahkan beranggapan bahwa Alif ini ialah si penulis sendiri yaitu Syahmedi Dean. Buku ini sendiri menurut anggapan sok tahu saya ialah sedikit memoar tentang si penulis.

Tema besar buku ini yaitu tentang fashion. Sehingga seperti telah saya sebut di atas, terlalu banyak detail tentang fashion yang dikenakan seseorang di dalam buku ini. Nah, sempat saya bilang campur aduk juga bukan di atas? Itu merujuk juga kepada tema yang coba diusung buku ini. Ya, selain fashion, menurut saya buku ini juga bisa dikatakan bertema traveling, bahkan LGBT! Traveling, karena setting buku ini lebih banyak di kota-kota yang memiliki jadwal Fashion Week, yaitu London, Milan, dan Paris. Banyak tempat-tempat di ketiga kota tersebut yang disebut-sebut di sini, membuat pembaca seolah-olah sedang berada di kota tersebut. LGBT, karena kelakuan Didi di buku ini mencerminkan tema ini. Ya, french kiss yang dilakukan Didi ialah terhadap sesama jenis! Diceritakan juga sebuah tempat sauna khusus gay di Milan walaupun hanya sekilas, tetapi saya tidak tahu apakah itu fakta atau fiksi, maklum saya bukan gay...

Melalui buku ini, kita diajak untuk menelusuri glamornya dunia fashion. Tak hanya itu, celah-celah ketika diadakannya fashion show pun banyak diceritakan, belom lagi bagaimana meriahnya suasana-suasana Fashion Week yang terjadi melalui sudut pandang wartawan dalam diri Alif. Pembaca jadi banyak tahu bagaimana sulitnya menjadi wartawan fashion, kejar sana kejar sini guna menuju tempat pergelaran, kiat-kiat mencari tiket guna masuk tempat pergelaran, sampai trik guna mengakali postur orang Indonesia yang di bawah orang Eropa. Di sini, diceritakan Alif dan haris (fotografernya) sampai membawa tangga untuk mendapatkan posisi yang enak guna meliput acara-acara tersebut. Tangga itu dibawa jauh-jauh dari Indonesia lho!

Tentang tokoh Alif sendiri, saya salut atas apa yang si penulis buat. Di balik glamornya dunia Alif, ia tak lupa pada Tuhannya. Memang, bagian Alif sholat ini hanya muncul sedikit sekali, tetapi hal ini menurut saya cukup unik, penulis seolah ingin menceritakan bahwa kehidupan dunia fashion tak selalu lupa pada Tuhan. Keunikan lain tokoh Alif yaitu tentang keyakinannya pada satu wanita, yaitu mantan istrinya, Saidah. Memang, banyak godaan-godaan yang menghampiri Alif, tetapi ia selalu yakin bahwa suatu saat ia akan kembali lagi bersatu dengan Saidah.

Tak ada masalah berarti dalam menyelesaikan buku ini, kecuali dalam kebosanan tentang detail dan cerita yang itu-itu saja (Fashion Week), konflik yang ada cukup wajar dan menarik, dan terutama sesuai dengan realita yang ada. Cuma satu hal yang saya sangat sayangkan, ending buku ini menggantung sangat, tak selesai. Untungnya, saya punya lanjutan buku ini yaitu P.G.P.D.C.. Tetapi untuk melengkapi koleksi 4 buku ini? Hm, nunggu obralan kali ya... 3 bintang...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar