Kamis, 03 Mei 2012

Tentang Kenyataan dan Realita Hidup, Kebahagiaan dan Kesempurnaan


Mak 
ingin kubawa kau pada rumah mimpimu 
yang dari dalamnya terpancar keindahan Ilahi 
dan berjuta tanda kebesaran-Nya 

Tapi Mak 
tanganku terlalu lemah dan daya yang kupunya 
seperti hembusan angin melintas celah batu karang 

Mak 
rumah mimpimu 
entah kapan kupersembahkan 
tapi ia selalu ada dalam doaku




Mungkin tidak semua orang memanggil ibunya emak... (dan itu pasti)
Mungkin juga tidak semua orang (karena keanekaragaman agama yang ada di Indonesia) ingin membawa ibunya naik haji...
Tapi satu yang pasti, seorang anak HARUS mencintai ibunya, apapun yang terjadi.
Jadi, sangat wajar jika keinginan meng-haji-kan ibu masing-masing sangat kuat terpancar dari dalam diri seorang anak, tentunya anak yang berbakti, yang sayang kepada ibunya.

Seperti juga Zein di buku ini, hidup hanya berdua dengan ibunya dalam keadaan yang pas-pasan, Zein harus miris setiap kali ibunya mengungkapkan cita-citanya untuk pergi berhaji. Bukan Zein tidak mau mengabulkan, tetapi pekerjaannya yang sulit dengan penghasilan yang pas-pasan pula, tidak memungkinkan Zein untuk membahagiakan ibunya dengan membiayainya naik haji.

Berbeda dengan keluarga Zein, sang tetangga, keluarga Pak Haji, hampir setiap tahun menunaikan ibadah haji, bahkan kadang-kadang mengadakan ibadah haji bareng dengan para artis dan selebritis yang mereka kenal.

Membaca kisah ini, bukan cerita baru di Indonesia ini bahwa sangat banyak para orangtua yang mendambakan untuk beribadah haji namun memiliki kendala dalam hal biaya. Di sisi lain, bukan cerita baru pula bahwa banyak orang-orang yang memang mampu dan mereka menunaikan ibadah haji hampir setiap tahun, entah dengan tujuan apa, hanya hati mereka masing-masinglah yang tahu. Mengenai jamaah haji yang menunaikan ibadah haji setiap tahun ini pun, sebenarnya bukan hal yang terlalu benar, karena hal tersebut memang tidak dianjurkan oleh agama, selain dapat menimbulkan sifat riya dan kecemburuan sosial dari orang lain, lebih bermanfaat apabila uang tersebut dipakai untuk beramal dan menyantuni orang-orang yang kurang mampu (correct me if i wrong).

Kecermatan Asma Nadia dalam membaca situasi inilah yang akhirnya membawa cerita Emak Ingin Naik Haji dari buku kumpulan cerita ini difilmkan. Saya belum nonton filmnya dan penasaran juga, bagaimanakah cerita Emak Ingin Naik Haji ini dalam bentuk film, sebab cerita ini sendiri hanya cerita pendek, yang mungkin hanya akan menjadi sebuah film pendek pula apabila difilmkan.


Buku ini sebenarnya merupakan kumpulan 12 cerita pendek yang ditulis oleh Asma Nadia dengan melihat keadaan sekitar kita. Sehingga dengan membaca buku ini, kita dapat dengan mudah mengetahui kenyataan apa yang sebenarnya terjadi di sekeliling kita. Gaya cerita mbak Asma yang tidak bertele-tele dan to the point sangat menarik dan ringan untuk dibaca, juga membawa renungan kepada para pembacanya, bagaimana hidup itu tidak seindah yang dibayangkan, banyak masalah dan problematika hidup yang nyata terjadi di sekitar kita.


Emak Ingin Naik Haji tersebut merupakan cerita pembuka kumcer ini. Salah satu cerita yang sangat saya sukai di buku ini ialah cerita penutup buku ini, cerita yang memang sangat pantas untuk menjadi penutup, karena entah kenapa cerita terakhir ini sangat membuat hati saya trenyuh.

Judul cerita terakhir ini Cinta Laki-laki Biasa, saya kutip salah satu kalimatnya:
“Sebab ketika bahagia, alasan-alasan bagaimana pun menjadi tidak penting”
Ya, tidak ada yang lebih penting di dalam sebuah pernikahan dibandingkan satu kata: bahagia! Bagaimana seorang Nania, perempuan yang sempurna, entah itu wajahnya, otaknya, sampai karirnya, membuat geger keluarga karena secara mengejutkan dia menerima pinangan Rafli, seorang laki-laki yang biasa. Bahkan, Nania sendiri pun bingung ketika orang bertanya apa kelebihan Rafli sehingga dia memutuskan untuk menikah dengannya. Rafli adalah laki-laki biasa, wajahnya biasa saja, otaknya biasa saja, karirnya juga biasa saja, bahkan setelah menikah, penghasilan Nania lebih besar daripada Rafli. Akhirnya Nania menemukan jawabannya, jawaban yang orang lain belum tentu (dan tidak harus) paham, yaitu KEBAHAGIAAN. Walaupun biasa, Rafli merupakan sosok yang sempurna sebagai seorang suami, ayah, dan pemimpin keluarga. Di cerita ini, sangat mungkin kalian terbawa juga seperti saya, bahwa tidak ada yang istimewa dalam cerita ini. Namun semua itu berubah setelah suatu terjadi peristiwa penting dalam kehidupan Nania, yang akhirnya membuktikan juga bahwa pilihan Nania pada Rafli merupakan pilihan yang tepat.

Jujur saja, Rafli membuat saya (dan semoga para laki-laki lain juga) iri dan menginspirasi untuk menjadi suami yang sempurna walaupun hanya laki-laki biasa, bukan laki-laki yang sempurna dari segi wajah, otak dan karir. Ya, semoga...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar