Sempat sangat tertarik melihat buku ini, sinopsis di bagian
belakang buku yang meyakinkan, serta label International Best Seller, sungguh
sangat menggoda untuk membeli dan membaca buku ini. Beruntungnya, saya
mendapatkan buku ini secara gratis
ketika ada event di Leksika, dan buku ini saya keep sampai bulan Juli ini, guna
memenuhi tantangan membaca pribadi membentuk nama: Dani Noviandi.
Sampailah akhirnya di bulan Juli. Walaupun rekan saya bilang
buku ini sulit dipahami, tapi saya tetap nekat, dan saya masih sangat tertarik
membaca buku ini. Akhirnya dibukalah segelnya, dan sayapun mulai membaca...
Beberapa halaman, ada rasa tidak nyaman ketika membaca buku
ini, maka saya simpan kembali untuk saya teruskan keesokan harinya. Setelah
esok tiba, saya tetap tidak nyaman membaca buku ini. Banyak faktor yang
mempengaruhinya, diantaranya bahasanya yang bertele-tele, persis seperti jalan
ceritanya. Selain itu sudut pandang di buku ini juga sangat tidak enak dibaca.
Penulis memakai kata ganti “Kami” di buku ini. Yang ajaibnya, si “kami” ini
sampai akhir buku tidak diketahui, siapa sebenarnya yang sedang berbicara.
Belum lagi, jalan ceritanya yang muter-muter gak karuan, banyak hal yang tak
terkait yang diceritakan di buku ini. Ada pula faktor tokoh di buku ini yang
seolah tak habis-habis. Kebanyakan tokohnya numpang lewat, sehingga sulit untuk
dihapalkan. Sebenarnya tokoh utama buku ini adalah keluarga Lisbon dan kelima
anak perawannya. Tragedi bermula ketika Cecilia, anak bungsu keluarga Lisbon
bunuh diri, dan celakanya hal ini menular kepada saudari-saudarinya yang lain. Melihat
keluarga Lisbon ini, sempat terpikir bahwa ini merupakan keluarga yang aneh,
banyak hal ganjil yang terjadi di keluarga ini. Seperti pengekangan yang
berlebih terhadap para gadis, sampai keengganan keluarga ini untuk sosialisasi
dengan lingkungan sekitar.
Nah, si “kami” ini, penasaran alias kepo, mengapa keluarga
ini bisa seperti ini. Maka dari itu, dikumpulkanlah berbagai barang bukti dari
setiap gadis Lisbon, serta kesaksian-kesaksian warga sekitar (kesaksian inilah
dasar dari banyaknya tokoh di buku ini). Alur buku ini sendiri pun kurang
begitu jelas, namun lebih condong ke alur flashback, dimana si “kami” bercerita
tentang pergaulan sembunyi2 mereka dengan gadis Lisbon, tentang kegilaan-kegilaan
gadis-gadis Lisbon, dan juga penyelidikan mereka tentang penyebab bunuh diri
gadis-gadis Lisbon.
Ah, saya sendiri sampai bingung bagaimana mereviewnya (karen
bacanya juga sambil bingung). Belakangan baru saya tahu, bahwa gaya menulis
Eugenides memang seperti ini, suka muter-muter dan cenderung aneh. Tapi kalo
pada penasaran sama buku ini, boleh kok coba dibaca. Apalagi buku ini masuk
list 1001 buku yang mesti dibaca sebelum wafat. Namun sayang sekali, setelah
baca buku ini pula saya bisa berkata bahwa buku 1001 ini cocok buat dikoleksi,
bukan buat dibaca (kalo otaknya gak nyampe). Rate 2 saja deh dari 5 bintang,
maaf Dastan.
Judul: The Virgin Suicides
Penulis: Jeffrey Eugenides
Penerbit: Dastan
Penerbit: Dastan
Tahun Terbit: 2008
Tebal: 352 hal.
Harga: Free
Rate: 2/5
sebetulnya sih bagus ya ceritanya, cm ya itu eksekusinya mbulet :(
BalasHapustp klo ga mbulet ga 1001 dong...
nah itu, masa aku harus mengulangi kata2 mutiaraku #eaaaa
BalasHapus