Raintree adalah sebuah klan dari sebuah keluarga yang
mempunyai keahlian khusus. Buku kedua dari trilogy Raintree ini berkisah
tentang Gideon Raintree, seorang polisi, atau tepatnya detektif polisi yang
condong bekerja tanpa ada rasa keinginan untuk memiliki partner, karena merasa
partner hanya mengganggu pekerjaannya saja. Keahlian khusus dari Gideon seperti
judul dari buku ini ialah sebagai Pengendali Badai. Badai selalu berasosiasi
dengan petir, sedangkan petir dengan listrik, ya, itulah keahlian Gideon. Ia bisa
mengeluarkan arus listrik, sehingga peralatan-peralatan elektronik modern
menjadi masalah khusus bagi dirinya. Tak ada jalan lain, telepon rumah dan
televisi jadul masih bertengger di rumahnya, bahkan penggunaan telepon genggam
pun hanya seperlunya saja. Bagaimana tidak, setiap kali sehabis menelepon,
telepon genggam itu pasti rusak. Kembali ke masalah pekerjaan tadi. Alasan lain
Gideon ogah memiliki partner ialah karena ia bisa berbicara dengan hantu. Arwah-arwah
orang yang baru saja dibunuh dapat berbicara dengannya, sehingga tak sulit bagi
dirinya untuk mencari siapakah pelaku pembunuhan yang dimaksud. Jelas bukan
mengapa ia enggan memiliki partner? Sebenarnya, alasan lain ialah gara-gara
Gideon tidak ingin dianggap aneh oleh partnernya gara-gara berbicara sendirian.
Padahal ia berbicara dengan sesosok arwah, ya, si korban pembunuhan tersebut.
Kali ini, tejadi pembunuhan misterius di kediaman keponakannya,
Echo Raintree. Pembunuhan yang terjadi sebenarnya salah sasaran. Tabby, si
pembunuh merupakan anggota klan keluarga Ansara. Raintree dan Ansara merupakan
musuh bebuyutan. Keluarga Ansara berniat untuk menghabisi seluruh keluarga
Raintree. Tabby diutus untuk membunuh Echo, sialnya, pembunuhan ini salah
sasaran, yang terbunuh malah teman satu grup band Echo yang mempunyai ciri-ciri
mirip dengan Echo. Tabby yang semula tidak mengetahui misinya telah salah
sasaran telah melakukan pembunuhan dengan sangat keji, apalagi di setiap
pembunuhan yang Tabby lakukan, ia selalu mempunyai ciri khas, yaitu memotong
salah satu bagian tubuh korbannya untuk dijadikan sebuah “oleh-oleh”. Maka Tabby
pun melakukan pembunuhan kembali, sebagai umpan untuk memancing Gideon, yang
kebetulan ditugaskan untuk menyelidiki kasus pembunuhan ini. Untuk informasi,
setelah membunuh Echo, Tabby ditugaskan untuk menghabisi Gideon juga, ini bukan
misi yang main-main.
Sementara itu, ketika sedang asyik berkutat dengan
penyelidikan, Gideon kedatangan partner baru, kali ini partner barunya seorang
wanita, detektif Hope Malory. Seorang detektif yang mempunyai ibu yang agak
unik, karena percaya dengan hal-hal yang agak mistis dan supranatural. Gideon,
yang keberatan mempunyai partner akhirnya termakan omongannya sendiri untuk
tidak terlalu dekat dengan partnernya ini. Apalagi, sesungguhnya Gideon telah
bersumpah untuk tidak ingin menikah dan memiliki anak. Kepolosan dan keberanian
Malory dalam membantu Gideon walaupun agak disepelekan, telah membuka hati
Gideon. Maka, mulailah mereka berdua menyelidiki kasus ini, dengan catatan,
Gideon sedikit demi sedikit mulai membuka diri kepada Malory, dimana segala
rahasia yang Gideon miliki, seperti berbicara dengan arwah, ia beberkan,
sehingga akhirnya Malory tidak lagi merasa aneh dengan sikap Gideon, bahkan
cenderung membantunya dalam membuka tabir pembunuhan yang terjadi yang
dilakukan oleh Tabby.
Dengan setting sebuah kota di Amerika Serikat bernama
Wilmington, yang dibatasi oleh laut, sungguh sangat berasa deburan ombak dan petir yang menyambar
ketika Gideon sedang menyerap kekuatan badai di tepi pantai. Apalagi dengan
kediaman Gideon yang berada di tepi pantai, sungguh sangat membuat penasaran
bagaimana pemandangan laut yang dapat terlihat dengan jelas dari jendela kamar
Gideon.
Perlu diketahui sebelumnya, bahwa buku ini bergenre
Harlequin, jadi apa yang terjadi antara Gideon dengan Malory, mengapa akhirnya
Gideon bisa kesengsem kepada Malory, bisa tertebak dimana kejadiannya
berlangsung. Aneh juga sebenarnya membayangkan dua orang detektif terlibat
cinta lokasi yang sedemikian hebatnya. Apalagi, walaupun seorang detektif,
kesan bahwa Malory merupakan seseorang yang lemah seolah tercermin apabila mereka
sedang berduaan. Sungguh sangat kontradiktif dengan profesi Malory yang seorang
detektif, dimana seorang detektif harus merupakan seorang pemberani dan kuat
dalam berbagai hal.
Adalagi keunikan lain dari buku ini. Ini adalah buku kedua
dari trilogy seperti telah disebutkan di atas. Ketiga buku ini, walaupun
sama-sama menceritakan tentang keluarga Raintree, namun ditulis oleh tiga orang
yang berbeda. Sungguh sangat menarik membaca keterkaitan antara ketiga buku ini
dengan tiga penulis yang berbeda, karena kebetulan saya telah membaca buku
pertama dari trilogy ini. Namun seperti pula telah disebutkan di atas, buku ini
merupakan genre harlequin, sehingga diutamakan dibaca oleh orang dewasa, karena
dikhawatirkan, apabila belum dewasa, buku ini dapat menimbulkan mual kepada
pembacanya. Terakhir, bintang 3 untuk buku ini, cerita yang cenderung detektif,
genre kesukaan saya, namun terlalu dipaksakan dipadu dengan romansa yang
terlalu dewasa membuat buku ini terkesan agak aneh, walaupun tetap seru untuk
dibaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar