Aku menerawang jauh, tiket kunjungan ke Braga telah kupegang
erat di tangan. Ya, liburan kali ini aku memutuskan untuk jalan-jalan ke
Portugal, tepatnya ke kota Braga. Telah terbayang di benakku galeri seni House
of Coimbra, museum arkeologi Museu D. Diogo de Sousa, hingga tempat spa
Aquafalls Spa. Yah, lumayan lah untuk sejenak refreshing, bukannya aku tidak
cinta tanah airku, meskipun aku tinggal di Bali, aku telah cukup jenuh berada
disini, apalagi dengan aktivitas pekerjaan sehari-hari yang sangat menyita
waktu dan tenagaku. Beruntungnya aku, ada yang menjual tiket paket wisata murah
ke Braga, tanpa pikir panjang aku langsung ambil kesempatan itu, kapan lagi aku
bisa ke luar negeri dengan harga yang murah meriah.
Tibalah saat keberangkatan. Setelah check-in dan mengurus
segala tetek bengek, akhirnya aku dapat duduk dengan nyaman di pesawat,
seketika aku langsung tertidur untuk menikmati perjalanan panjang. Aku terbangun
ketika pesawat telah mendarat, wah, cepat sekali pesawat ini mendarat, pikirku,
aku pun siap-siap untuk turun dari pesawat. Masih dalam keadaan setengah
mengantuk, aku pun langsung naik mobil travel jemputan yang memang akan
menjemputku sesuai dengan perjanjian di paket perjalanan ini. Sejenak aku
membatin, ah, Portugal ini mirip-mirip Indonesia juga ternyata, tak lama aku
pun langsung terlelap kembali.
Aku dibangunkan oleh pak supir tak lama kemudian, “Welcome
to Braga, Sir,” aku hanya tersenyum. Aku turun dari mobil, lalu aku menelusuri
jalan di Braga ini, aku agak heran juga mengingat situasi disini sangat mirip
Indonesia, tetapi walau demikian, keindahan arsitektur kuno khas Eropa yang ada
di sepanjang jalan ini sangatlah indah, belum lagi pedagang lukisan yang ada,
menambah keyakinanku bahwa ini adalah taman impianku, Eropa. Aku pun mulai
menuju obyek wisata pertama yang aku ingat, House of Coimbra. Malu bertanya
sesat di jalan, begitu pikirku, lalu aku bertanya pada seseorang yang kutemui
di pinggir jalan, nekat aku bicara dengan bahasa Inggris, karena itu bahasa
internasional, walaupun aku ragu juga dia akan mengerti, mengingat bahasa
Portugis yang memang lebih dominan disini.
“Excuse me Sir,” aku memulai pembicaraan.
“Yes?” dia hanya menjawab singkat.
“Where is House of Coimbra?”
“Eh?” dia tampak kebingungan, lalu dia bertanya lagi kepada
temannya, “Kang, ngartos teu eta bule nyarios naon? Abdi mah kirang tiasa
nyarios Inggris euy,” orang kedua tersebut lalu menghampiriku.
“What happen Mister?”
“Where is House of Coimbra?” aku mengulang pertanyaanku.
“Eh, what is that?”
“It’s an art gallery,”
“And where is it?”
“Don’t be kidding, of course in Braga,” aku mulai kesal.
“Wait a minute,” dia lalu mengambil hp-nya dan mulai mengetik
sesuatu, dan dia tersenyum, “oh, it’s not in
this Braga.”
“Eh, what do you mean?” aku mulai bingung.
“It’s Portugal’s Braga, but this is Indonesian’s Braga.”
“Hah? What do you mean with Indonesian’s Braga?”
“This is Bandung sir, not Portugal.”
“Apa??? Masa sih ini di Bandung?” Aku seketika pingsan,
shock. Sesaat sebelum pingsan, aku sempat melihat orang itu tak kalah kagetnya
mendengar aku yang memang berwajah indo ini berbicara bahasa Indonesia.
what!! lg 'high' ya itu orangnya sampe ga bisa bedain gitu :o
BalasHapusavalon high *asal*
Hapuswisatawan dudul :p
BalasHapus:malu:
Hapusjiaaaaa lawak kali masdan ini hahahaha *logat batak
BalasHapus#hammer
Hapusnamanya juga amatir #malu
blasteran tapi odong.. (-_-)"
BalasHapusbuakakakakaka, maaf kalo kurang berkenan :D
Hapus