Solo, Jawa tengah, pertengahan 1998.
Liburan sekolah kali ini aku bersama keluargaku mengunjungi
paman-bibiku di kota Solo. Sebenarnya di Karang Anyar sih, tapi entah kenapa
lebih familiar dengan sebutan Solo saja di keluarga kami. Sekitar pertengahan
tahun ini sebenarnya sedang ada pesta sepakbola dunia di Prancis, tapi apa
boleh buat, terpaksa aku tertinggal beberapa pertandingan, biar nanti aku
menonton di rumah bibiku saja, batinku.
Beberapa hari di Solo, kami jalan-jalan seolah gak mau rugi,
mulai candi Prambanan, Candi Borobudur, hingga Keraton Yogya kami kunjungi. Tidak
lupa juga toko baju dagadu kami sambangi, maklum, belum begitu banyak produk
dagadu yang ada di daerah kami, jadi mumpung jalan-jalan ke Jawa Tengah, sekalian
saja mampir.
Hari terakhir di Solo, rencana dadakan muncul, yaitu untuk
mengunjungi Tawang Mangu atau Grojogan Sewu. Ya, setelah berputar-putar di Jawa
Tengah – Yogya, rasanya ironis apabila obyek wisata yang dekat dengan rumah
bibi tidak kamu kunjungi, maka dari itu diputuskan siang itu untuk berangkat. Sekitar
pukul 13.00 kami berangkat, cuaca cerah dan lumayan agak panas. Perjalanan pun
memakan cukup waktu, maka kuhabiskan waktuku untuk tidur di mobil. Sekitar pukul
15.30 kami sampai di Tawang Mangu, akhirnya aku berhasil menginjakkan kaki
disini, setelah sebelumnya hanya mengetahui tentang Tawang Mangu ini di teks
buku Bahasa Indonesia. Tanpa pemberitahuan, tiba-tiba hujan muncul, tidak
terlalu besar, namun menyurutkan niat keluargaku untuk turun dari mobil. Ayahku
akhirnya memutuskan untuk turun hanya berdua saja denganku, karena beliau
melihat betapa aku sangat ingin untuk mengunjunginya.
Disinilah aku, di bawah hujan rintik-rintik, aku menyaksikan
air terjun Tawang Mangu dari dekat, juga ikut merasakan air yang ada disana,
yang dipercaya orang sebagai air yang suci, air yang bisa menyembuhkan
penyakit. Kami juga menyaksikan monyet-monyet yang memang banyak tersebar di Tawang
Mangu. Tidak lama aku disana, karena hujan semakin deras. Kuputuskan untuk
menyudahi perjalanan ini, dan mulai naik kembali menyusuri Grojogan Sewu. Tak disangka,
di tengah perjalanan, banyak ranting yang jatuh hampir menimpa kami. Aku pun
menggenggam tangan ayah keras-keras, karena takut kehilangan pegangan dan juga
tertimpa ranting-ranting yang berjatuhan. Bisa dibilang inilah saat pertama
kami berpegangan tangan dengan erat, karena sudah menjadi rahasia umum di
keluarga kami, bahwa aku dan ayah seperti tikus dan kucing, tak pernah akur,
apalagi sampai bergenggaman tangan. Setelah perjalanan yang agak melelahkan,
kami pun sampai di mobil, tanpa kurang apapun, dan untungnya tidak tertimpa
ranting-ranting yang berjatuhan.
Malamnya, kami sekeluarga mengakhiri liburan dan melanjutkan
perjalanan pulang. Malam itu adalah malam final pesta sepakbola dunia antara
Brazil dan Prancis, dan aku harus puas hanya mendengarkan siaran langsung final
ini di radio mobil.
Juni 2012
Aku menulis cerita ini di suatu tempat, mungkin kau bisa menyebutnya
surga. Malam di saat kami pulang itu, telah terjadi kecelakaan hebat yang
menimpa mobil kami. Perjalanan pulang yang berlangsung tengah malam, disertai
hujan lebat dan juga kurangnya konsentrasi ayahku ketika mengendarai mobil
karena terbagi dengan mendengar siaran langsung sepakbola, telah merenggut
nyawa kami sekeluarga. Mobil kami menabrak pembatas jalan, dan terjun ke jurang
setinggi 10 meter. Hingga saat ini, mobil beserta seluruh jenazah keluargaku
masih belum bisa ditemukan polisi.
Oh ya, genggaman tangan antara ayah dan aku yang terjadi pertama kali di Grojogan Sewu itu akhirnya juga menjadi genggaman tangan terakhir di antara kami. Di dunia.
kenapa harus jauh banget setting waktunya? dari tahun 1998 ke 2012?
BalasHapusoverall, bagus pooh
aku merinding
iya juga ya?:think:
Hapusmungkin udah agak dewasa kali di "sana" :O
makasih mbak mot :beer:
yee... emangnya orang mati nambah umur, ntar mati lagi dah tuh #hammer
Hapus*sigh*
Hapusjawaban pamungkas: namanya juga fiksi...
Wow... catatan dari surga :D
BalasHapusnah, begitulah :P
Hapuscerita ini bikin gw inget si Katy Perry
BalasHapus"And in another life
I would be your girl
We keep all our promises
Be us against the world"
matinya taon 1998 bikin suratnya 2012, 14 taon di surga ngapain aja hayoooo...
Akhirnya gw tau jawabannya: kenapa baru menulis sekarang? karena baru ada acara #FF ini sekarang :cool:
Hapusbtw, apa hubungannya ama KatPer?:bingung
:hammer:
Hapusbaca liriknya dong puh :p
gak ngerti english :malu:
Hapuslagian aneh, ini kan bukan cerita cinta...:ngacir;
emang bukan, gw kan memposisikan diri gw jadi ceweknya tokoh yang mati di cerita ini.. :P
Hapus98 woy, masih SMP, belom pacar2an :O
Hapuslha, cinta mah ga kenal umur puh.. :D/
BalasHapus*sigh*
Hapusternyata surga jauh lebih modern daripada Indonesia ya.. Internet sudah menjangkau surga tapi sada bagian dr Indonesia yang listrik aja belum terjangkau. semoga 2 tahun lagi ada kesebelasan surga ikut piala dunia ya ;)
BalasHapus*sigh*
Hapusdinyinyirin lagi lunce :(
Itu sih, belum di surga kali puh,.. harusnya bukan catatan dari surga, tapi catatan dari alam barzah,.. kan belum kiamat,.. wkwkwkwk.... :p
BalasHapus*sigh*
HapusKorban Nephilim dan sejenisnya,.. hihi,.. :D
HapusJadi ini kategorinya fiksi fantasi y puh? :p
fiksi fantasi :nohope:
Hapussebenernya ini fiksi non fiksi fantasi :D