Kami terikat dengan dirimu
Jiwa kami adalah jiwamu
Ragamu adalah milik kami
Dan kekuatan kami adalah milikmu
Itu merupakan ikatan antara naga dan para pengendalinya. Suatu
hubungan timbal balik yang sebenarnya agak timpang. Mengapa demikian? Karena sebagai
seorang pengendali naga, apabila si pengendali mati maka sang naga akan tetap
hidup guna mencari tuan yang baru nantinya, sementara apabila sang naga yang
mati, maka otomatis si pengendali naga pun akan mati. Tetapi para pengendali
naga seolah tidak pernah memikirkan hal tersebut, dia akan sekuat tenaga untuk
tetap berjuang bersama sang naga, guna tetap mempertahankan perjanjian yang
telah terucap sejak lama antara kaum naga dan kaum manusia.
Buku ini merupakan buku fantasi lokal kedua yang saya baca
setelah Nibiru-nya Tasaro GK. Seingat saya belum ada lagi cerita atau buku
fantasi lokal yang saya baca dan begitu berkesan selain kedua buku ini. Buku ini
ialah buku karangan seorang teman di salah satu forum terbesar di Indonesia,
yaitu kaskus. Dicetak melalui jalur indie melalui Leutika Prio, jujur saja saya
agak tercengang melihat penampakan dari buku ini. Dengan ketebalan 600-an
halaman, kertas putih HVS, ilustrasi naga yang ada pada setiap bab-nya, hingga
pembatas buku yang juga berilustrasikan sang naga membuat buku ini berkesan
pada pandangan pertama. Tetapi jujur saja, saya kurang melihat korelasi antara
cover buku dan ilustrasi-ilustrasi yang ada dengan naga-naga yang ada di dalam
cerita. Seolah gambar naga pada cover hanya sebagai formalitas bahwa buku ini
mempunyai judul yang berkaitan dengan naga.
Siyan, sang tokoh utama buku ini merupakan tetua naga
provinsi Timur, salah satu provinsi dari enam provinsi yang dimiliki oleh
kerajaan Avriedhas. Avriedhas ini memiliki seorang raja yaitu Azel. Seorang raja
yang sangat berambisi untuk memusnahkan semua pengendali naga, terutama tetua
naga dari keenam provinsi guna menghancurkan perjanjian yang telah dibuat
semenjak dahulu kala antara kaum naga dan manusia. Tujuan Azel sebenarnya ialah
untuk melanggengkan kekuasaannya dan meminiminalkan ancaman dari para tetua
naga terhadap posisinya sebagai raja. Provinsi Timur ini merupakan salah satu
provinsi selain Barat Daya dan Tenggara yang tetuanya belum takluk kepada raja atau
dibunuh oleh sesama warga dari provinsi tersebut guna menghindari siksaan yang
lebih berat dari raja. Siyan, yang mempunyai dendam pribadi terhadap Avriedhas
akibat perbuatan raja dan ajudan-ajudannya membunuh ayah serta kedua kakak
laki-lakinya, hingga membawa kabur ibu dan kakak perempuannya, diam-diam
merencanakan untuk melakukan pemberontakan dan meruntuhkan tirani raja Azel. Apalagi
posisinya sebagai Tetua Naga Provinsi Timur merupakan posisi yang juga sangat
diincar raja untuk dihancurkan, makin memanaskan ambisi Siyan untuk
menghancurkan Raja Azel. Mampukah Siyan memberontak dan meruntuhkan Avriedhas?
Dari isi cerita, sebelumnya perhatian pasti bakal tertuju
kepada nama tokoh-tokoh yang terkesan aneh dan sulit diucapkan. Siyan, Xiesht,
Alant, Lalita, Hises, dan lain-lain. Belum lagi nama-nama tempat dan
istilah-istilah yang ada seperti Avriedhas, Da’anrha, Sarakhan, cukup sulit
untuk diingat dan dihapalkan, apalagi dilafalkan. Namun, satu pujian layak
diberikan atas penamaan klan manusia pada buku ini. Contohnya saja Siyan. Ia memiliki
nama ayah Arest Restellyn Dion, maka nama panjangnya menjadi Siyan Restellyn
Arest. Begitu pula Arest, dari namanya dapat ditebak bahwa nama ayahnya yang
juga kakek dari Siyan ialah Dion, menarik!
Ada lagi sedikit ketidaknyamanan dalam membaca buku ini,
suara-suara yang menurut saya kurang penting untuk dibahas, seperti suara pintu
dibuka, suara langkah kecil, suara jantung yang berdebar selalu ditulis dalam
tulisan yang mengganggu pandangan. Contoh penulisan ini ada prolog awal: ““KRESK...”
Suara langkah kecil yang samar terdengar dari arah belakang.”. tulisan “KRESK”
ini yang mengganggu, sebabnya tulisan-tulisan ini tidak muncul satu-dua kali,
namun hampir sering terjadi, seperti “DEG”, “CKLEK”, dan banyak lagi. Ada baiknya
penulis mengurangi penggunaan bunyi-bunyian tersebut. Atau mungkin dapat agak
diminimalisir dengan tidak menulisnya dengan huruf kapital semua. Satu hal
lagi, nampaknya penulis berhasrat untuk menjadi desainer pakaian. Ini terlihat
dari sangat lengkapnya deskripsi pakaian yang digunakan oleh masing-masing
tokoh di buku ini. Seperti contoh di halaman 33: “Gadis itu mengenakan pakaian
lengan panjang yang longgar, mirip seperti kemeja laki-laki dengan panjang
sampai ke lutut. Di pinggangnya terdapat kain putih yang melilit, dengan ikatan
yang masuk ke dalam lilitan kain sehingga membuatnya terlihat lebih rapi. Celana
panjangnya berwarna senada dengan warna pakaiannya, putih gading, dengan
panjang sampai ke mata kaki“. Saya pikir untuk deskripsi pakaian tidak perlu
sepanjang itu, karena jujur saja, saya tidak mau pusing-pusing membayangkan
pakaian seperti apa yang dideskripsikan tersebut, lebih banyak saya banyak
sekilas saja pada saat membahas “mode-mode” tersebut. Ada lagi sih masalah
tentang makanan yang sepertinya kok Indonesia banget, sayur bayam, tempe
goreng, sambal, sampai-sampai saya berpikir, apakah ini rumah makan sunda? Hehehe.
Tapi hal ini tidak terlalu mengganggu dibanding dua hal di atas tadi.
Walaupun paragraf sebelumnya agak banyak keluhan tentang
suara-suara dan fashion, namun dari sisi cerita saya sangat menyukainya. Seru, membuat
penasaran, jalan ceritanya pun mengalir.
Pembaca seolah dibawa ke alam para pengendali naga, merasakan
pertempuran-pertempuran yang terjadi, hingga membayangkan memiliki naga seperti
yang dialami Siyan dengan Flyker-nya (Flyker adalah nama naga dari Siyan),
membuat iri! Selain unsur action dan petualangan, ada pula unsur romance pada
buku ini. Hubungan antar anak manusia yang begitu unik dan mungkin saja benar
terjadi di dunia nyata. Satu hal yang membuat kaget ada di akhir buku ini, ketika
terjadi sebuah adegan kekerasan yang menurut saya terlalu sadis, sehingga
pemikiran bahwa buku ini cocok untuk anak-anak seketika sirna ketika membaca
adegan tersebut. Tapi hal ini bukan merupakan nilai minus, karena wajar saja apabila
di dalam suatu pertempuran terjadi hal yang demikian. Overall, bintang empat
saya berikan untuk buku ini, good job Mbak Dhia, walaupun ending ceritanya
sangatlah kentaaaaaaaaaaaaaaang....
Judul: Para Pengendali Naga: Nyanyian Perang di Tanah Naga
Penulis: Dhia Citrahayi
Penerbit: LeutikaPrio
Tebal: 631 hal.
Rate: 4/5
wah kayaknya menarik nih
BalasHapusBetul mas, bagus bukunya, cuma di atas itu aja kekurangannya :))
Hapusaku baru bisa kasih rate 2 :(
BalasHapuscemugudz ce!
Hapuskenapa cuma bintang 2?