Ada beberapa hal yang membuat saya menunda untuk membaca
buku di tumpukan timbunan saya, salah satunya adalah jumlah halaman dan
ketebalan buku. Nah, buku yang saya baca kali ini mempunyai ketebalan 904
halaman! Gadis yang bermain api, alias The Girl Who Played with Fire, seri
kedua dari Millennium Trilogy karangan Stieg Larsson yang menceritakan tentang
dua orang yang berlatar belakang berbeda, Mikael Blomkvist sebagai jurnalis
serta pimred majalah Millennium, sedangkan Lisbeth Salander merupakan seorang free-lancer
yang merangkap hacker ahli, hacker paling luar biasa menurut saya. Tapi benar
kata seorang teman, walaupun tebal buku ini tak terasa saat membacanya, itu
dikarenakan kisah dari buku ini yang sensasional dan tak membosankan.
Berbeda dengan buku pertama dimana dikisahkan Lisbeth dan
Mikael begitu dekat guna mengungkap kasus keluarga Vanger, kali ini Lisbeth
menghindar dari Mikael yang terus berusaha menghubunginya setelah kasus Vanger
selesai. Mikael yang sudah putus asa gara-gara Lisbeth tidak meresponsnya,
secara tak sengaja akhirnya dapat kembali berkomunikasi dengan Lisbeth melalui
data komputernya yang dihack oleh Lisbeth. Namun peristiwa yang mempertemukan
mereka kembali kali ini tak main-main, Lisbeth dikenai tuduhan serius bahkan
dijadikan tersangka atas kematian dua orang kawan Mikael yang juga narasumber
tulisan yang akan diterbitkan oleh majalah Millennium. Ternyata, peristiwa
pembunuhan kali ini bukanlah pembunuhan biasa, pembunuhan ini berkaitan dengan
tema tulisan yang akan diangkat oleh Millennium ini yaitu tentang perdagangan
perempuan di Swedia. Mikael pun harus berjuang guna membuktikan bahwa bukan
Lisbeth-lah pelaku dari semua kejadian ini.
Kali ini, seperti review-review lain tentang buku ini, jalan
cerita lebih condong menceritakan tentang Lisbeth Salander. Tak hanya
kehidupannya yang bebas dan agak liar, sedikit demi sedikit latar belakang
keluarganya mulai terungkap dan tersibak. Banyak peristiwa kelam yang dialami
Lisbeth di masa lalunya, dan peristiwa-peristiwa ini pula yang akhirnya menjadi
kunci dari kejadian-kejadian pembunuhan yang terjadi yang mengarahkan Lisbeth
sebagai pelakunya. Jalan cerita buku ini sendiri terbagi menjadi beberapa sudut
pandang, ada yang melalui Mikael, ada juga yang melalui Lisbeth. Ada kalanya Mikael
seolah berjuang sendirian sedangkan Lisbeth seolah bersembunyi, namun akhirnya
peristiwa-peristiwa ini diceritakan melalui sudut pandang Lisbeth, kemana ia
ketika Mikael sedang berusaha memecahkan kasus ini, semuanya dijelaskan secara
gamblang.
Satu hal paling menarik dari buku ini ialah bagaimana
penulis membawa pembaca ke dunia matematika. Tiap judul bagian buku (yang
terdiri dari beberapa bab) diberi judul dengan istilah-istilah matematika,
tentu saja dengan penjelasannya. Hal ini tentu berhubungan dengan kegemaran
Lisbeth terhadap ilmu matematika. Lihat saja bagaimana buku bacaan yang dibawa
dan dibaca Lisbeth ialah mengenai prinsip-prinsip matematika. Belum lagi rasa
penasarannya terhadap Teorema Fermat yang merupakan pengembangan dari Teorema
Phytagoras. Perbedaannya ialah apabila Teorema Phytagoras berpangkat dua, maka
Teorema Fermat ini berpangkat tiga. Hal ini juga membuat saya penasaran
terhadap pemecahan dari Teorema Fermat ini, karena sampai akhir buku jawaban
yang telah Lisbeth temukan secara tidak sengaja belum sempat sampai ke
penjelasan yang dapat dicerna oleh pembaca
buku ini.
Overall, buku ini sangat direkomendasikan terhadap para
pecinta kisah thriller. Kasus yang berkaitan satu sama lain, pemecahan kasus
yang bisa dibilang brilian, dunia hacker yang tak diduga-duga, sampai intermezzo
matematika yang diberikan oleh Stieg Larsson mampu membuat ketebalan 900-an
halaman buku ini tak terasa, bahkan sayang untuk dihabiskan. Lima bintang untuk
buku ini, sambil menunggu pula “keberanian” untuk memulai buku ketiganya yang
tebalnya hampir 1000 halaman.
Judul: The Girl Who Played With Fire
Penulis: Stieg Larsson
Penerbit: Qanita
Tebal: 904 hal.
Tahun Terbit: 2006 (1st) / 2009 (terjemahan)
Rate: 5/5
wah udah lama punya buku ini tapi belum mulai baca juga karena tebel...:|
BalasHapusDibaca atuh, seperti pengalaman saya, kalau udah baca pasti ketagihan :D
Hapus