Lelaki yang Terbuang.
The Reluctant Fundamentalist.
Dilema Seorang Muslim Amerika antara Dunia Barat dan Islam
Pasca 11/9.
Tiga kalimat tersebut terdapat dalam sebuah buku yang masuk
dalam shortlist Man Booker Prize tahun 2007 karangan Mohsin Hamid. Hamid ialah
seorang muslim Pakistan lulusan Princeton, Amerika Serikat. Ia kini tinggal di
London, dan inilah mengapa ia masuk shortlist award ini. Ya, Man Booker Priza
merupakan award yang dikhususkan untuk novel berbahasa Inggris dengan syarat si
penulis tinggal di Inggris dan negara persemakmurannya, Irlandia, dan Zimbabwe.
Bercerita tentang seorang muslim Pakistan yang juga kuliah
di Princeton, Hamid seolah ingin menceritakan pengalamannya sendiri ketika ia
tinggal di sana. Namun ini bukanlah
sebuah memoar, Hamid hanya “menitiskan” dirinya pada tokoh Changez, yang
hidup pada zaman berbeda, yaitu zaman modern ketika terjadi peristiwa 11 September yang menluluhlantahkan World Trade Center di Amerika Serikat. Hamid sendiri
telah lulus jauh sebelum itu, yaitu tahun 1993, dengan predikat summa cumlaude,
sebuah prestasi membanggakan bagi warga imigran asal Asia.
Sebenarnya, keterangan “Dilema Seorang Muslim Amerika antara
Dunia Barat dan Islam Pasca 11/9” yang terdapat pada cover buku menurut saya
kurang tepat. Ya, Changez memang muslim, tapi tak diceritakan secara detail
bagaimana keislamannya. Mungkin yang tepat ialah dilema antara Dunia Barat dan
Negerinya, Pakistan. Setelah peristiwa 11/9, pandangan Amerika terhadap muslim
menjadi lebih waspada. Perbedaan perlakuan seperti ketika seorang muslim tiba
di bandara di Amerika memang begitu kentara, dan Hamid menceritakan secara
gamblang di buku ini. Nah, yang dirasakan Changez sendiri lebih kepada rasa
cintanya kepada negerinya yang memang mayoritas muslim. Apalagi, Pakistan berada
dekat dengan Afghanistan, dimana Osama bin Laden yang menjadi “tersangka”
peristiwa 9/11 menjadi orang nomor satu yang paling dicari di dunia. Belum lagi
konflik antara Pakistan dengan India yang kemungkinan besar ditunggangi oleh
Amerika Serikat, membuat hidup Changez di Amerika menjadi sangat tidak nyaman. Dari
sinilah terjadi perubahan pada diri Changez, ia yang mempunyai prestasi
gemilang di sebuah firma hukum mulai tak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya,
hidupnya mulai berantakan. Belum lagi hubungannya dengan Erica yang membuatnya
begitu frustasi walaupun tak ada penolakan dari keluarga Erica. Sikap Erica
yang misterius semakin membuatnya galau dan membuatnya makin berada di dalam
sebuah dilema, haruskah ia tetap di Amerika atau kembali ke Pakistan membela
negaranya.
Diceritakan dengan cara yang sangat tidak biasa, seolah-olah
Changez sedang mengobrol dengan tamunya yang berasal dari Amerika Serikat.
Changez sendiri ketika itu telah kembali ke Pakistan, dan melalui
perbincangannya itulah ia menceritakan tentang kisahnya ketika ia merantau ke
Amerika, menjadi salah satu lulusan terbaik Princeton, menjadi karyawan sukses
di sebuah firma hukum, hingga masa-masa terpuruknya ketika ia berhubungan
dengan Erica dan peristiwa 9/11. Buku ini pun sangat anti-mainstream, penulis
tak ragu mengkritsi kebijakan-kebijakan Amerika Serikat melalui Changez. Mengenai
cara bercerita di buku ini sendiri menurut saya merupakan sebuah cara yang
berbeda, alur ketika Changez bercerita dan apa-apa saja yang ia kerjakan dengan
tamunya sangat luar biasa, apalagi menginjak bagian ending buku ini, membuat
pembaca menebak sendiri bagaimana akhir nasib dari si tamu Changez ini. Dari segi
cerita sendiri menurut saya memang agak flat, konflik yang ada tak semegah
kalimat “dilema Dunia Barat dan Islam”, dan ceritanya cenderung membosankan. Tapi
semua itu tertutupi dengan cara penceritaan yang khas serta ending yang penuh
tanda tanya tersebut. Tiga bintang.
Judul: The Reluctant Fundamentalist
Penulis: Mohsin Hamid
Tebal: 181 hal.
Penerbit: Mizan
Tahun Terbit: 2007 (1st) / 2008 (terjemahan)
Rate: 3/5
Jadi penasaran sama endingnya.
BalasHapusMaksudnya apa yang terjadi sama tamunya gimana? Bukannya Changez cuma ngobrol?
Iya, awalnya kan ngobrol di cafe gitu, trus akhirnya kan pergi dan dibuntuti gitu, sedangkan orang Pakistan kan kebanyakan benci ama amerika
Hapus11 September nih bukan 9 September wkwkwk. Ini benar2 buku yang berani. Salut buat penulisnya
BalasHapusiya salah mas, udah direvisi, hihihi... yup, berani sekali menentang amrik.. cool
Hapuswah bukunya tipis yah. Beli ah kalo nemu di tobuk :D
BalasHapusudah jarang kayanya, dulu aja beli di obralan di TM :D
Hapus