Pernah bersikap rasis? Contohnya saja menilai orang berkulit
hitam dengan sedemikian rupa, bahkan memandang remeh serta rendah? Maka belajarlah
dari Atticus Finch, seorang pengacara kulit putih yang rela “ditindas” oleh
sebagian kaumnya hanya gara-gara membela seorang kulit hitam yang dituduh
melakukan pemerkosaan terhadap seorang gadis kulit putih. Mengapa Atticus patut
dijadikan panutan? Karena pada zaman itu (sekitar tahun 30-an) di Maycomb
Alabama Amerika sana isu rasialis masih sangat pekat, orang kulit hitam selalu
dalam posisi yang sulit. Bahkan di pengadilan yang mengangkat kasus ini,
sebenarnya Atticus sudah tahu bahwa dirinya bakal kalah, tetapi ia berhasil
meyakinkan warga Maycomb dengan segala analisis-analisisnya bahwa sebenarnya
Tom Robinson (si kulit hitam tersebut) tidak bersalah. Hanya keadaanlah yang
membuat Tom akhirnya diputuskan bersalah.
Hal tersebut hanya sebagian kecil dari pelajaran yang dapat
diambil dari buku To Kill a Mockingbird karya Lee Harper ini. Ya, seolah dari
buku ini penulis mengajarkan manusia untuk tidak membeda-bedakan manusia dari
warna kulitnya, karena semua manusia adalah sama, apalagi di hadapan-Nya.
Bercerita dari sudut pandang seorang gadis cilik berusia
sekitar delapan tahun bernama Scout Finch, anak dari Atticus, Lee membawa
pembaca untuk melihat segala sesuatunya dari sudut pandang si anak kecil tersebut.
Bagaimana Scout harus berinteraksi dengan tetangga-tetangganya yang kebanyakan
sudah berusia tua, bahkan tidak ditemukan anak sebaya di sekitar lingkungan
rumahnya untuk dijadikan teman bermain. Maka jangan heran apabila Scout
seolah-olah selalu membuntuti kakaknya Jem dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini
pulalah yang membuat Scout menjadi “laki-laki”, berpakaian seperti laki-laki,
bahkan bertengkar dan berkelahi pun ia jalani dengan teman-teman satu kelasnya
yang berselisih dengan dia. Sebenarnya ada satu orang anak sebaya yang berada
di lingkungan itu, dia adalah Dill, namun sayang dia hanya berada di Maycomb
ketika libur musim panas saja. Scout, Jem, dan Dill walaupun hanya bertiga namun
selalu berhasil menemukan petualangan-petualangan seru yang penuh makna bagi
mereka bertiga.
Selain masalah persidangan di atas, ada dua hal besar lain
yang coba diangkat oleh Lee Harper di buku ini. Hal pertama ialah ketika tiga
sekawan (Scout, Jem dan Dill) mencoba menguak misteri keluarga Radley, tetangga
Atticus di Maycomb yang misterius. Sebenarnya yang coba dikuak oleh mereka
bertiga adalah Boo Radley, yang tidak pernah sama sekali terlihat batang
hidungnya, hidup selalu di dalam rumah, namun diam-diam berinteraksi dengan
anak-anak keluarga Finch dengan cara memberikan barang-barang tertentu melalui
sebuah ceruk pohon. Hal kedua ialah ketika Jem dihukum oleh seorang nyonya
pemarah untuk setiap minggunya membacakan dongeng untuknya, ternyata ada hal
menarik dibalik peristiwa hukuman yang kesannya tak disengaja ini.
Tentu saja peran Atticus disini sangatlah besar dalam
menuntun anak-anaknya dalam kehidupan yang penuh prasangka. Dalam kejadian
dengan keluarga Radley, prasangka anak-anak tentang Boo Radley yang mereka
curigai agak gila dan psycho diluruskan oleh Atticus dengan memberikan
pemahaman bahwa tidak semua orang harus bergaul dengan orang lain, dan bahwa
setiap orang memiliki hak untuk hidup sesuai dengan keinginan mereka. Sedangkan
dalam kejadian dengan Mrs. Dubose (nyonya pemarah), Atticus mencoba memberi
pemahaman bahwa sebenarnya Jem telah menolongnya dari ketergantungan terhadap
morfin. Sedangkan mengenai hukuman membacakan cerita kepada Mrs. Dubose itu
hanyalah sebuah kebetulan belaka, karena dihukum atau tidak, Atticus tetap akan
menyuruh Jem untuk membacakan cerita bagi nyonya itu.
Buku ini termasuk buku legendaris di dunia perbukuan
internasional. Satu-satunya buku yang ditulis oleh Lee Harper, buku ini
berhasil masuk dalam daftar 1001 buku yang harus dibaca sebelum wafat. Buku ini
pun berhasil meraih penghargaan Pulitzer kategori fiksi pada tahun 1961. Buku yang
telah diadaptasi ke dalam film pada tahun 1963 ini pun meraih kesuksesan dalam
layar lebar. 3 piala Oscar diraih pada tahun tersebut, sungguh sebuah prestasi
yang mengagumkan. Buku ini pun dapat dikategorikan buku tentang pendewasaan
seorang anak dalam menghadapi lingkungannya sendiri, apalagi buku ini memakai
sudut pandang seorang Scout Finch. Namun, cukup banyaknya cerita-cerita yang
agak berat yang dimuat di buku ini membuat buku ini menurut saya hanya cocok
untuk anak usia 15 tahun ke atas di Indonesia. Satu kategori lagi, persidangan
dan kasus Atticus yang menyangkut Tom Robinson membuat buku ini juga didaulat
untuk mengusung genre legal thriller, suatu genre yang menyangkut kasus-kasus
hukum yang berkaitan dengan tindak kekerasan. Apalagi buku ini juga masuk list
100 Crime Novels of All Time.
Judul: To Kill a Mockingbird
Penulis: Lee Harper
Penerbit: Qanita
Tebal: 533 hal.
Rate: 4/5
Rekomendasi Usia: >15 tahun
==================================================================
Buku ini saya baca guna memenuhi tantangan membaca buku-buku Misteri dari @HobbyBuku, buku-buku anak dari @bzee_why, serta baca bareng bulan Februari dengan komunitas @BBI_2011 dengan tema buku yang diangkat ke layar lebar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar