Laman

Minggu, 22 September 2013

Lima Sekawan: Dalam Lorong Pencoleng




Petualangan keduabelas bagi anak-anak Lima Sekawan. Kali ini mereka menuju daerah Cornwall, sebuah daerah yang mempunyai adat dan kebiasaan yang berbeda dari wilayah Inggris lainnya. Memang, di buku terjemahan tak terasa bedanya, entah di teks aslinya, apakah logat Cornwall dicirikan oleh penulis. Daerah Cornwall yang ereka kunjungi kali ini sangat sepi, kebanyakan berupa pertanian, dan itulah tujuan mereka, Tremannon Farm. Sepi disini juga dapat berasosiasi dengan sepinya hiburan daerah ini, bahkan pedagang es krim pun tak ada! Untungnya, liburan anak-anak kali ini bertepatan dengann kunjungan The Barneys, sebuah kelompok sirkus yang selalu mengadakan pertunjukan di Tremannon apabila sedang berada di Cornwall. Maskot The Barneys yang sangat terkenal ialah Clopper, sebuah kuda yang dibentuk dari dua orang dan bisa melakukan gerakan-gerakan mustahil, seperti barongsai apabila deskripsi ini kurang jelas. Clopper inilah yang menjadi kunci petualangan anak-anak kali ini.

Kali ini, anak-anak ditemani Yan, seorang anak kecil dekil dan kotor, serta sedikit aneh. Ini akibat Yan selalu membuntuti anak-anak tanpa berkata apa-apa dan kerap kali berada di tempat anak-anak bermain dan berjalan-jalan tanpa disadari. Yan ini mempunyai seorang kakek (tepatnya buyut Yan), satu-satunya keluarga Yan juga, yang hidup di atas bukit dekat laut. Konon, ayah kakek Yan ialah seorang pencoleng, yang pekerjaannya merampok kapal laut yang berlayar di laut dekat bukit tersebut. Caranya, mereka menyalakan lampu suar palsu sehingga kapal-kapal itu tersesat dan akhirnya terdampar di karang-karang yang berada di sekitar bukit, untuk kemudian harta yang dibawa kapal-kapal ini dijarah oleh kawanan pencoleng ini.

Melalui cerita Yan serta kakeknya, anak-anak mendapatkan kabar bahwa lampu suar palsu kadang-kadang kerap kali menyala, apalagi apabila cuaca sedang buruk-buruknya. Anak-anak, yang mempunyai rasa penasaran yang amat tinggi tergerak untuk menyelidiki cerita ini. Ditambah, anak-anak curiga kepada Pak Penruthlan, sang pemilik Tremannon yang kedapatan keluyuran malam-malam menuju bukit tepat ketika cahaya suar palsu menyala. Seperti biasa pula, bahaya mengintai anak-anak karena mereka terlalu jauh menngetahui hal-hal ini. Tanpa sengaja, mereka terkurung di sebuah tempat yang disebut menara pencoleng, hingga akhirnya anak-anak menyadari bahwa Lorong Pencoleng yang juga diceritakan oleh Yan serta kakeknya ternyata memang ada dan terhubung dengan Tremannon Farm, hal inilah yang makin menambah kecurigaan anak-anak kepada Pak Penruthlan.


Bahaya yang dialami anak-anak ini lagi-lagi bukan bahaya yang main-main. Gembong narkoba kali ini menjadi musuh dari anak-anak, sungguh sebuah masalah yang pelik yang belum seharusnya dialami anak-anak seusia mereka. Untungnya, tak ada ancaman pembunuhan kepada anak-anak kali ini, walaupun tetap saja bahaya terbunuh masih ada ketika mereka terkurung di menara pencoleng hanya dengan makanan seadanya tanpa mengetahui siapa yang sebenarnya mengurung mereka disitu. Lagi-lagi pula, bantuan dari anak lain (dalam hal ini Yan), yang kali ini menyelamatkan Lima Sekawan dari marabahaya. Memang, lama-lama alur cerita dari Lima Sekawan ini mulai terkuak karena memang hampir serupa di tiap bukunya, tentunya dengan tokoh dan kadar petualangan yag berbeda-beda. Walaupun begitu, tetap menyenangkan dan menegangkan membaca kisah Lima Sekawan ini, seperti biasa, aroma petualangann dan terutama aroma makanan yang dihidangkan penulis sungguh sangat menggiurkan. Well, masih seperti buku-buku sebelumnya, tetap umur sepuluh tahun ke atas yang saya rekomendasikan untuk membaca buku ini.


Judul: Lima Sekawan: Dalam Lorong Pencoleng
Penulis: Enid Blyton
Tebal: 247 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 1953 (1st) / 1997 (read)
Rate: 4/5
Rekomendasi Usia: >10 tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar