Petualangan keduabelas bagi anak-anak Lima Sekawan. Kali ini
mereka menuju daerah Cornwall, sebuah daerah yang mempunyai adat dan kebiasaan
yang berbeda dari wilayah Inggris lainnya. Memang, di buku terjemahan tak
terasa bedanya, entah di teks aslinya, apakah logat Cornwall dicirikan oleh
penulis. Daerah Cornwall yang ereka kunjungi kali ini sangat sepi, kebanyakan
berupa pertanian, dan itulah tujuan mereka, Tremannon Farm. Sepi disini juga
dapat berasosiasi dengan sepinya hiburan daerah ini, bahkan pedagang es krim
pun tak ada! Untungnya, liburan anak-anak kali ini bertepatan dengann kunjungan
The Barneys, sebuah kelompok sirkus yang selalu mengadakan pertunjukan di
Tremannon apabila sedang berada di Cornwall. Maskot The Barneys yang sangat
terkenal ialah Clopper, sebuah kuda yang dibentuk dari dua orang dan bisa
melakukan gerakan-gerakan mustahil, seperti barongsai apabila deskripsi ini
kurang jelas. Clopper inilah yang menjadi kunci petualangan anak-anak kali ini.
Kali ini, anak-anak ditemani Yan, seorang anak kecil dekil
dan kotor, serta sedikit aneh. Ini akibat Yan selalu membuntuti anak-anak tanpa
berkata apa-apa dan kerap kali berada di tempat anak-anak bermain dan
berjalan-jalan tanpa disadari. Yan ini mempunyai seorang kakek (tepatnya buyut
Yan), satu-satunya keluarga Yan juga, yang hidup di atas bukit dekat laut.
Konon, ayah kakek Yan ialah seorang pencoleng, yang pekerjaannya merampok kapal
laut yang berlayar di laut dekat bukit tersebut. Caranya, mereka menyalakan
lampu suar palsu sehingga kapal-kapal itu tersesat dan akhirnya terdampar di
karang-karang yang berada di sekitar bukit, untuk kemudian harta yang dibawa
kapal-kapal ini dijarah oleh kawanan pencoleng ini.
Melalui cerita Yan serta kakeknya, anak-anak mendapatkan
kabar bahwa lampu suar palsu kadang-kadang kerap kali menyala, apalagi apabila
cuaca sedang buruk-buruknya. Anak-anak, yang mempunyai rasa penasaran yang amat
tinggi tergerak untuk menyelidiki cerita ini. Ditambah, anak-anak curiga kepada
Pak Penruthlan, sang pemilik Tremannon yang kedapatan keluyuran malam-malam
menuju bukit tepat ketika cahaya suar palsu menyala. Seperti biasa pula, bahaya
mengintai anak-anak karena mereka terlalu jauh menngetahui hal-hal ini. Tanpa
sengaja, mereka terkurung di sebuah tempat yang disebut menara pencoleng,
hingga akhirnya anak-anak menyadari bahwa Lorong Pencoleng yang juga
diceritakan oleh Yan serta kakeknya ternyata memang ada dan terhubung dengan
Tremannon Farm, hal inilah yang makin menambah kecurigaan anak-anak kepada Pak
Penruthlan.
Bahaya yang dialami anak-anak ini lagi-lagi bukan bahaya
yang main-main. Gembong narkoba kali ini menjadi musuh dari anak-anak, sungguh
sebuah masalah yang pelik yang belum seharusnya dialami anak-anak seusia
mereka. Untungnya, tak ada ancaman pembunuhan kepada anak-anak kali ini,
walaupun tetap saja bahaya terbunuh masih ada ketika mereka terkurung di menara
pencoleng hanya dengan makanan seadanya tanpa mengetahui siapa yang sebenarnya
mengurung mereka disitu. Lagi-lagi pula, bantuan dari anak lain (dalam hal ini
Yan), yang kali ini menyelamatkan Lima Sekawan dari marabahaya. Memang,
lama-lama alur cerita dari Lima Sekawan ini mulai terkuak karena memang hampir
serupa di tiap bukunya, tentunya dengan tokoh dan kadar petualangan yag
berbeda-beda. Walaupun begitu, tetap menyenangkan dan menegangkan membaca kisah
Lima Sekawan ini, seperti biasa, aroma petualangann dan terutama aroma makanan
yang dihidangkan penulis sungguh sangat menggiurkan. Well, masih seperti
buku-buku sebelumnya, tetap umur sepuluh tahun ke atas yang saya rekomendasikan
untuk membaca buku ini.
Judul: Lima Sekawan: Dalam Lorong Pencoleng
Penulis: Enid Blyton
Tebal: 247 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 1953 (1st) / 1997 (read)
Rate: 4/5
Rekomendasi Usia: >10 tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar