Buku ini adalah buku ketiga dari tetralogi De Winst karangan
Afifah Afra yang terbit pada November 2012 kemarin. Dua buku sebelumnya adalah
De Winst dan De Liefde.
Sangat berbeda dibanding dua buku sebelumnya, kali ini tak
ada tokoh Everdine dan Sekar Prembayun yang di dua buku sebelumnya begitu
dominan. Hanya ada Rangga Puruhita disini, seorang ningrat yang juga suami dari
Everdine dan diam-diam mengagumi seorang Sekar Prembayun, sepupunya sendiri.
Walaupun demikian, Rangga agak kurang sreg dengan sistem poligami akibat
ayahnya sendiri yang juga melakukan poligami. Selain Rangga, ada juga seorang
tokoh baru, yaitu Tan Sun Nio (selanjutnya disebut Tan), seorang perempuan
tionghoa yang jatuh cinta pula kepada Rangga. Mungkin biasa apabila ada seorang
wanita jatuh cinta kepada Rangga, namun menjadi tak biasa, bahkan celaka,
ketika Rangga-lah yang jatuh cinta dengan seorang perempuan (lagi). Itulah yang
Rangga rasakan terhadap nona Tan, celaka!
Sudut pandang yang digunakan oleh penulis dalam buku ini
yaitu melalui orang pertama yang diceritakan bergantian oleh Rangga dan Tan.
Sayangnya, masih banyak kekurangkonsistenan dalam penggunaan kata ganti orang
pertama ini. Terkadang, “aku” yang seharusnya digunakan oleh Rangga atau Tan
masih terpeleset menjadi “nya”, padahal yang diceritakan adalah Rangga atau Tan
sendiri. Rangga dan Tan sendiri mengalami kejadian mereka masing-masing secara
terpisah walau pada akhirnya berkaitan juga, namun ada satu hal yang agak
mengganjal bagi saya, setting waktu yang terjadi antara Rangga dan Tan kurang
dijelaskan, sehingga saya menangkap kesan bahwa timingnya berantakan. Hal ini
bisa agak terlihat dari kepergian Tan ke Makassar, yang tentu saja dengan
setting waktu sekitar 1900-an awal akan memakan banyak waktu di dalam perjalanannya,
sedangkan Rangga yang berada di Ende seolah tidak mengalami kejadian-kejadian
penting yang menyita banyak waktunya. Anehnya, akhirnya mereka berdua bisa
bertemu di saat yang bersamaan, kurang logis menurut saya.
Mengenai setting lokasi buku ini, seperti telah disebut di
atas, Rangga sedang berada di Ende. Ia dibuang ke Ende oleh Belanda akibat
pergerakannya yang mengancam Belanda. Ya, buku ini cenderung tergolong fiksi
sejarah, sebab Rangga ini disebutkan sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia dan
juga berkaitan atau kenal dengan Soekarno, Hatta, dll. Tidak sekali dua kali
nama pahlawan-pahlawan Indonesia disebut di buku ini, saya pikir penulis dengan
cerdasnya sukses mencampurkan antara fiksi dan nonfiksi yaitu berupa latar
belakang sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya. Ende
menjadi mayoritas setting sepanjang buku, dengan sedikit diselingi Surakarta
sebagai kota awal Tan sebelum dia “mengasingkan” diri ke Ende dan Makassar ketika
Tan akan berbisnis dengan salah seorang mantan senator Belanda. Mengenai Ende
sendiri, penulis mencoba mengajak para pembaca sekaligus belajar sejarah pula
karena seperti kita tahu bahwa Ende adalah salah satu tempat pengasingan Bung
Karno. Tidak hanya itu, penulis pun coba mengangkat salah satu pahlawan asli
Ende yang “terlupakan” yaitu Mari Longa. Mari Longa ini tokoh nyata, pejuang
Ende guna menggulingkan kekuasaan Belanda di Ende. Kaitan dengan buku ini,
disebutkan bahwa Mari Longa adalah leluhur dari Mari Nusa. Mari Nusa sendiri
ialah salah satu pemuda yang disebut-sebut pahlawan bagi rakyat Ende, karena ia
dengan lantang menyerukan perlawanan terhadap Belanda, sama seperti Mari Longa.
Satu hal, Mari Nusa merupakan tokoh fiksi, sama seperti Rangga Puruhita.
Mari Longa
Jalan cerita dari novel ini sendiri penuh dengan nilai-nilai
perjuangan serta nilai keagamaan. Tidak aneh apabila melihat latar belakang si
penulis. Salutnya, penulis mampu membuat nilai-nilai keagamaan ini sendiri
menjadi sebuah hal yang tidak menggurui dan terlihat netral serta tidak membuat
buku ini terlalu condong kepada salah satu agama. Sedangkan ditilik dari
pemberian judul yang kali ini menggunakan bahasa Portugis, tidak menggunakan
bahasa Belanda seperti dua buku sebelumnya (hal ini sejujurnya sempat
menimbulkan pertanyaan dari saya, mengapa penulis tidak konsisten dalam
pemberian judul), hal ini berkaitan dengan sebuah konspirasi besar, yang kali
ini tidak melibatkan Belanda, tetapi Portugis. Ya, perlu diingat bahwa daerah
Nusa Tenggara mayoritas merupakan daerah jajahan dari bangsa Portugis (seperti
Timor Timur dahulu), dan pada sekitar tahun 1900-an awal pengaruh Portugis di
daerah tersebut sudah mengakar, ini dapat terlihat dari banyaknya tokoh-tokoh
Indo campuran Portugis. Akhirnya saya bisa memahami dan mengacungkan jempol
atas pemilihan judul yang menurut saya brilian ini.
Pada akhirnya, saya rekomendasikan buku ini bagi para
pecinta buku his-fic, terutama yang mencari buku-buku his-fic mengenai sejarah
Indonesia. Saya rekomendasikan buku setebal 632 halaman ini karena percampuran
antara fiksi dan nonfiksi disini begitu halus sehingga terkadang agak saru
apakah bagian fiksi dari buku ini benar-benar terjadi pada dahulu kala. Disamping
kekurangan-kekurangan yang masih terdapat di buku ini, saya kira buku ini layak
mendapat lima bintang, sebuah buku yang dapat membuka cakrawala baru bagi pembacanya.
Judul: Da Conspiracao
Penulis: Afifah Afra
Tebal: 632 hal.
Penerbit: Indiva Media Kreasi
Tahun Terbit: 2012
Rate: 5/5
Tentang Mari Longa dapat dibaca di http://sejarah.kompasiana.com/2012/08/29/mari-longa-pahlawan-nasional-yang-terlupakan-482782.html
BalasHapusKayaknya menarik nih, trims ya info buku dan resensinya. semoga blognya semakin rame.
BalasHapusSama2, makasih udah mampir :)
HapusSama2, makasih udah mampir :)
Hapusbukunya sangat menarik sebagai referensi... ini buku masi ada persediaan xxxx.....???
BalasHapus