Laman

Selasa, 01 Januari 2013

Tak Ada Yang Berbeda




Wow. Pembukaan tahun ini langsung disuguhi kematian langsung empat orang di dalam satu buku.

Kasus pembunuhan pertama terjadi pada si empunya judul buku ini, Tando, alias Leo Tando. Seorang pimpinan perusahaan di Usaha Tando yang mempunyai sifat sangat tercela. Calon istri kakaknya ia hamili untuk kemudian dinikahi, adiknya ia pecat dari posisinya sebagai pemegang saham, anaknya ia tak urusi, hingga kliennya, penyandang dana untuk tanah yang dibelinya, akhirnya ia abaikan ketika sedang mengalami kesusahan. Kematian Leo terjadi di siang hari, tepat setelah kedatangan Sulaiman, anak si penyandang dana itu dan Hari Tando serta temannya si bandar judi, Bing Mu’in. Kematian ini terjadi ketika istrinya, Lena Tando, sedang berada di Jakarta, sedangkan mayat Leo ditemukan oleh Mirzah, sekretarisnya. Dianggap meninggal gara-gara penyakit diabetes yang dideritanya, kematian ini diabaikan begitu saja, sampai kemudian Pak Wiji, karyawan di Usaha Tando tersebut turut meninggal dunia, setelah sebelumnya sempat bercerita mengenai kecurigaannya kepada Mirzah. Sampai kemudian Mirzah mencium sesuatu yang tidak beres, dan melapor kepada Kapten Polisi Kosasih dan Gozali.

Tidak salah memilih buku ini sebagai buku favorit. Memang seolah-olah pembunuhan ini mudah sekali tertebak, namun motif dan modus pelaku tentunya tidak bisa tertebak begitu saja. Bukan sebuah buku detektif yang bagus apabila sangat mudah tertebak alur ceritanya, dan itu tidak terjadi pada buku ini! Alih-alih hanya mencurigai orang-orang yang terakhir bertemu Leo sebagai pembunuh, ternyata lebih banyak orang yang lega gara-gara kematian Leo. Lena, sang istri, tidak akan lagi terkena omelan suaminya. Kris sang kakak, seolah mendapat kesempatan untuk “merebut” kembali Lena dari tangan adiknya. Alur cerita yang agak unik (dengan berbagai karakter khas klan Tando), setting tempat yang terbayangkan (setting di Surabaya dan sekitarnya, jadi tidak perlu mengkhayal terlalu jauh apabila ada penggambaran tentang suatu rumah di gang-gang kecil dengan letak yang sangat berdempet-dempetan dengan tetangganya, Indonesia banget kan?), serta fakta-fakta dan realitas yang ada turut membantu mengapa buku ini layak dijadikan favorit. Apalagi kelihaian Gozali sebagai “pembantu” Kapten Kosasih dalam setiap memecahkan kasus pembunuhan sungguh sangat membuat berdecak kagum.

Buku yang saya baca ini merupakan cetakan keempat pada tahun 2001. Tetapi aslinya, buku ini terbit jauh sebelum itu, yaitu bulan September 1986. Jadi di dalam membaca setiap kisah Kapten Kosasih-Gozali, bersiap-siaplah untuk kembali ke masa lampau. Jangan bayangkan teknologi handphone atau internet, karena memang dahulu belum ada. Namun untungnya orang-orang yang terlibat di dalam cerita ini bisa dibilang cukup berada, sehingga keberadaan telepon kabel dapat ditemukan di buku ini. Ada pula istilah-istilah yang terkesan jadul di buku ini. Salah satunya adalah opas, yang merupakan pekerjaan dari Pak Wiji, korban kedua. Menurut KBBI, arti dari opas ialah penjaga kantor. Mungkin apabila saya tidak membaca buku ini, saya tidak akan pernah tahu apa itu opas.

Seperti telah saya bahas sebelumnya, fakta dan realitas di buku ini bisa dibilang menarik. Mengapa menarik? Dari tahun terbit aslinya tahun 1986, ternyata dapat diketahui bahwa masalah negeri kita ini dari dahulu memang disitu-situ saja, seperti masalah narkotika. Berikut saya petik dari halaman 15 dan 16.
                
“Lihat saja, pengaruh apa yang timbul setelah kalian bermain-main dengan narkotika? Kalian menjadi bandel, menjadi urakan, suka berkelahi, sok jagoan, mengacau ketentraman, putus sekolah.”

Jelas terlihat bukan bagaimana narkotika telah menjadi pengaruh buruk semenjak 27 tahun yang lalu. Pengaruhnya pun sama saja baik di tahun yang lalu maupun di saat ini, hampir tak ada yang berbeda.

Satu hal lagi yang unik, buku ini tidak hanya bercerita tentang kisah pembunuhan dan detektif. Sang penulis pun dengan lihai mampu membawa pembacanya ke dalam romantisme percintaan yang begitu indah. Itu yang saya rasakan ketika Kris Tando menyadari bahwa ia menyimpan cinta terhadap sekretarisnya sendiri yang rentang usianya terpaut agak jauh. Bukan, bukan cinta sesaat seperti kisah atasan dan sekretaris yang penuh nafsu serta terlarang. Namun ini cinta yang manis, yang benar-benar tulus sehngga mampu membuat terenyuh dan tersenyum bagi para pembacanya. Bahkan, keromatisan Kris Tando ini sampai membuatnya digemari salah seorang pembaca di Goodreads.

Seperti biasa, buku ini sangat saya rekomendasikan terhadap para pecinta buku bergenre detektif, terutama pecinta detektif-detektif luar negeri laiknya Holmes maupun Poirot. Jangan hiraukan cover buku ini yang memang terkesan agak norak, tetapi cobalah dulu baca sepenggal kisahnya. Sudah saatnya tahun baru ini diisi dengan hal-hal baru yang sangat bertolak belakang dengan kebiasaan yang telah mainstream, salah satunya dengan membaca kisah detektif dalam negeri. Empat bintang mungkin bisa sedikit memberi gambaran terhadap menariknya buku ini.



Judul: Misteri Pembunuhan Di Usaha Tando
Penulis: S. Mara Gd
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: September 1986
Tebal: 321 hal.
Rate: 4/5

2 komentar:

  1. S. Mara Gd salah satu penulis yg blm sempat kucoba, dulu begitu asyik dengan Agatha Christie, Sidney Sheldon, dan Trio Detektif dari Alfred Hitchcock ... agak penasaran juga untuk mencoba membacanya, smg ada kesempatan deh :D Thanks sdh memperkenalkan karya beliau mas Dani, paling tdk sbg masukan sesam penggemar misteri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sip!
      dicoba dulu baca mbak, yakin deh gak nyampe sehari bakal beres nih buku :D

      Hapus