I hate Monday, not I love Monday.
Ya, kata-kata I hate Monday sudah sangat akrab dengan
telinga kita. Celakanya, kata-kata ini malah semakin menasbihkan bahwa yang
namanya Senin itu merupakan hari yang menyebalkan, hari yang sangat tidak
dinantikan, bahkan beberapa orang berharap tidak ada hari Senin di dunia ini.
Hm, mengapa hari Seninn ini amat dibenci oleh kebanyakan orang? Apakah salah si
hari Senin itu, atau memang sesuatu yang ada di hari Senin tersebut yang
membuat kita membencinya? Ya, kebanyakan orang menganggap hari Senin itu
gangguan setelah enak berlibur di hari Sabtu dan Minggu, dan sumber dari
gangguan tersebut yang jelas hanya satu hal, Pekerjaan. Nah, buku ini mengajak
kita untuk mencintai hari Senin khususnya, dan mencintai pekerjaan kita pada
umumnya.
Buku ini bukan sekedar buku motivasi. Buku ini lebih dari
itu. Berbagai pandangan dan penilaian yang salah tentang pekerjaan kita dibahas
tuntas di buku ini. Hal yang paling utama yang dibelokkan dari paradigma kita
selama ini ialah tentang hakikat pekerjaan itu sendiri. Berulang-ulang
ditegaskan di buku ini bahwa tujuan sebenarnya dari pekerjaan kita yaitu untuk
melayani orang lain. Bagaimana kalau kita tidak bekerja dengan orang lain? Ah,
tampaknya tidak ada pekerjaan yang tujuan utama dan akhirnya untuk memuaskan
orang lain, terutama customer. Contohnya: saya, sebagai mantan analis
laboratorium dahulu kebanyakan berinteraksi dengan benda-benda mati. Tapi
sadarkah kita bahwa akhirnya hasil dari pekerjaan kita tersebut pada akhirnya
dipakai sebagai data yang akan digunakan oleh pihak atasan kita yang lebih
berwenang sebagai data yang bertujuan untuk memuaskan konsumen? Bayangkan,
apabila bekerja secara asal-asalan di laboratorium, apakah nantinya hasil
analisa kita yang kacau itu akan memuaskan konsumen? Tentu tidak, hasil yang
ngaco justru membuat konsumen ragu dan tidak percaya terhadap produk kita.
Hal lain yang coba dibelokkan oleh penulis tentang paradigma
kita yang salah ialah: kita kerja bukan untuk uang! Ya, ujung-ujungnya dari pelayanan
yang kita berikan terhadap konsumen ialah kepuasan mereka terhadap kita yang
tentunya akan menambah harga diri kita di mata mereka. Jadi bisa terbayangkan
dong, pelayanan yang prima akan menghasilkan sesuatu (dalam hal ini uang) yang
prima pula. Kalau orientasi kita hanya kepada uang, uang, dan uang, apakah
kepuasan orang lain yang kita tuju? Pastinya, target kita hanya sederhana,
kerjaan beres, uang mengalir ke kantong kita. Urusan orang lain puas atau
tidak, bukan urusan kita. Terlihat kan, betapa egoisnya orang yang kerja
semata-mata demi hanya untuk uang.
Pada akhirnya, untuk melayani para konsumen, kita harus
mencintai pekerjaan kita, apapun itu. Tuangkan bakat dan keahlian kita terhadap
bidang yang kita geluti dengan sepenuh hati. Jadikan pekerjaan kita sebagai
sebuah panggilan dari-Nya, sebuah panggilan yang bertujuan untuk kita memahami
dan mencintai pekerjaan kita. Jangan jadikan pekerjaan itu hanya sebuah
pekerjaan ataupun karir, karena diantara dua hal tersebut, kita masih egois,
hanya kepuasan kita sendirilah yang menjadi tujuan kita bekerja.
Buku pembelok paradigma ini disusun begitu cermat. Dengan
font yang tidak terlalu kecil, membuat buku ini nyaman untuk dibaca.
Kutipan-kutipannya pun sangat membantu memahami untuk apakah sebenarnya kita
bekerja. Belum lagi ada pengalaman-pengalaman tentang kehidupan sehari-hari si
penulis yang bisa kita jadikan cermin terhadap diri dan sekitar kita. Pada
akhirnya, dengan mencintai pekerjaan kita, tidak akan ada lagi yang namanya I
hate Monday. I love Monday akan semakin bergema, karena kita sudah menganggap
kerja kita sebagai hobi dan suatu hal yang layak untuk kita nikmati. Rubah
paradigmamu sekarang, dan jadilah orang yang sukses.
Bagus sekali tulisan Arvan Pradiansyah. Selain penulis beliau juga Managing Director ILM ya?
BalasHapusSuperrr sekali...
Terima kasih atas infonya :)