Laman

Sabtu, 23 Juni 2012

Memori Tentang-Mu


Sebuah bar, di bilangan Jakarta Barat.

Asap rokok dan bau alkohol menguar keras di ruangan itu, sementara itu di sebuah meja ada dua orang pemuda yang sedang bermain kartu.

“Coy, daripada iseng-iseng, mening kita taruhan aja yuk!” ajak Dedi, pemuda pertama. Dari nada bicaranya dia sudah dalam keadaan mabuk.

“Boleh coy, siapa takut?!” tantang pemuda kedua, Lilik, yang dalam keadaan tak kalah mabuk.

“Oke, yang menang dapet tiket liburan ke Bali ya, setuju?” Dedi mengajukan tawaran.

“Boleh, siapa takut?” Sambut Lilik.

Setengah jam berlalu, akhirnya muncul pemenang.

“Haha, gw yang menang coy, siapin tiket buat besok ya?” Dedi tertawa gembira.

“Sial,” teriak Lilik sambil membanting kartu. “Oke, besok gw pastikan tiket telah siap.

Dedi pun pulang ke rumah dengan hati senang, walaupun dalam keadaan mabuk, ia bisa sampai rumah dengan selamat.

Sesampainya di rumah, dia menemukan dinding rumahnya berlumuran darah, bahkan bau amisnya masih tercium, dan bau bangkai pun semakin menyengat hidung. Sambil curiga, Dedi mengendap-mengendap masuk ke dalam rumah, tanpa ia sadari, ada seseorang di belakangnya, hendak menusukkan pisau. Ketika Dedi berbalik...
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaa,” Dedi terbangun keesokan siangnya, ternyata dia hanya bermimpi. Saking mabuknya, dia tidur di sofa di ruang tamu. Masih teringat taruhannya kemarin dengan Lilik, dia pun menelepon rekannya itu.

“Halo Lik,”

“Yoi coy, kenapa?”

“ Udah siap tiketnya?”

“Udah dong, kita ketemu di bandara aja, tar gw yang urus disana.”

“Oke deh, gw berangkat sekarang.”

Dedi pun bergegas mandi dan berkemas seadanya. Singkat cerita,  Dedi pun bertemu Lilik di bandara, dan tanpa banyak basa-basi, tiket pun diberikan, sehingga Dedi bisa segera berangkat ke Bali.

Di pesawat, Dedi pun kembali bermimpi buruk. Kali ini dia didatangi oleh sesosok perempuan yang jelita.  Perempuan itu mengajaknya berhubungan intim, dan ketika mereka saling berhadapan, ternyata wanita itu memiliki gigi taring laiknya drakula, dan bola matanya keluar. Dedi pun terbangun sambil terengah-engah  dengan diikuti tatapan heran dari penumpang lainnya.


Bali, Pura Besakih.

Sesampainya di Bali, Dedi langsung ke Pura Besakih, entah mengapa, dia sangat mengagumi obyek wisata ini. Sekitar pukul 16.00 Dedi masih berjalan-jalan di sekitar Pura. Tak luput jari-jemarinya yang memegang kamera dengan lihai memotret setiap wanita yang lewat. Ya, Dedi memang mempunyai kebiasaan buruk, dengan mabuk, judi, dan wanita adalah tiga hal yang telah biasa ia gauli. Anehnya, kali ini, setiap dia melihat hasil potretannya, foto yang terlihat selalu wanita yang sedang menyeringai tajam kepadanya. Ini terjadi berkali-kali, setiap foto selalu seperti itu. Namun Dedi tidak ambil pusing, dia selalu langsug menghapus foto itu, dan kembali memotret wanita lainnya. Tanpa terasa waktu telah menunjukkan pukul 17.30, Dedi mulai kehilangan arah, dia mulai bingung dengan keadaan sekitarnya. Pura yang biasanya ramai kini hening, bahkan semilir angin pun tidak terasa. Gelap pun mulai turun, padahal Maghrib belum lagi tiba. Dedi kini berada di hutan! Kanan-kiri yang ia lihat hanyalah pepohonan, pura yang tadi menjulang di hadapannya kini hilang! Dedi pun mulai berteriak memanggil orang-orang, namun keadaan tetap hening, tidak ada yang menyahut, sampai kemudian terdengar bisikan dari pepohonan di depannya.

“Dediii...”

Dedi pun terdiam.

“Dediii...”

Bisikan itu terdengar lagi, bahkan angin yang tadi tak terasa kini mulai kencang, menerbangkan pepohonan di sekitarnya.

“Hei, siapa disana?!” Dedi akhirnya memberanikan diri untuk berteriak.

Hening, tidak ada jawaban, hanya ada suara angin bergemuruh. Dedi pun mendekati arah asal suara, dan ketika dia menyibakkan pepohonan di depannya, dia ternyata melihat...Leak!!! leak itu sedang menyeringai kepadanya. Sambil berteriak ketakutan, Dedi pun berbalik lari dan pergi dari situ. Sayangnya, secepat apapun Dedi berlari, leak itu berhasil mengejarnya, dan menikamnya dari belakang...

Dedi tidak sadarkan diri, dia pingsan. Kali ini dalam pingsannya dia bermimpi sedang terombang-ambing di sebuah jembatan, dengan lautan api di sebelah kanan dan kirinya! Itu mengingatkannya pada neraka! Bayangan-bayangan dirinya melakukan judi, mabuk-mabukan, bahkan bermain wanita berkelebat di sekitarnya, seolah seperti film yang sedang diputar di teater.  Dedi pun mulai menangis, meratapi nasibnya, menyesalkan tindakannya di masa lalu, dan mulai mengingat kembali Tuhannya. Tuhan yang hanya berada di dalam memorinya, bahkan dia telah lupa sama sekali dengan Tuhan, karena terlalu asyik mengejar kesenangan di dunia. Teringat kembali dirinya sewaktu kecil, yang begitu rajin sembahyang, mengaji, bahkan sempat pula menjadi juara Azan se-nasional. Semua berubah ketika dia SMP, ketika ibunya meninggal, membuat dunianya berubah 180 derajat. Dia pun mulai menangis...

Keesokan harinya, mayat Dedi ditemukan di sekitar Pura Besakih, kematiannya terindikasi karena tersambar petir yang tiba-tiba muncul di sore yang padahal begitu cerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar