Max Mingus, seorang detektif, juga seorang mantan narapidana
gara-gara kasus penembakan terhadap tiga orang anak yang mencoba memperkosa
seorang gadis kecil. Ia mendapati kehidupannya setelah keluar penjara sangat
berubah drastis, apalagi setelah kematian istrinya Sandra, ketika ia di dalam
penjara. Satu hal utama, ia kekurangan uang untuk membiayai hidupnya. Di saat
itulah, ada penawaran menarik dari keluarga Carver di Haiti guna mencari anak
mereka yang hilang, Charlie Carver. Memang, saat itu penculikan anak sedang
marak terjadi di Haiti, namun Charlie menghilang secara misterius, tanpa
terendus jejaknya. Mingus, yang akhirnya tergiur oleh tawaran sepuluh juta
dolar apabila menemukan Charlie, akhirnya memutuskan untuk mengambil kasus ini
dan berangkat ke Haiti.
Haiti, sebuah negara di Amerika Utara yang penuh akan
kekerasan dan ilmu hitam, terutama voodoo. Ya, siapa yang tidak mengenal
voodoo? Sebuah ilmu tenung dimana digunakan obyek boneka guna melukai seseorang
yang tidak disukai. Tinggal tusuk bonekanya, maka si obyek sasaran juga akan
merasa kesakitan. Haiti juga terkenal akan kemiskinannya. Dari deskripsi yang
saya baca dari buku, sangat banyak pemukiman kumuh yang berada di sana, belum
lagi masalah pangan, tak jarang masyarakat sana hanya memakan gorengan dari
tanah dicampur tepung maizena, sungguh memilukan. Jalan-jalan raya di sana pun
keadaannya sangat mengkhawatirkan, jalan berlubang, bergelombang, hingga jalan
yang hanya berupa bebatuan, hal-hal tersebut cukup menggambarkan bagaimana
miskinnya Haiti.
Hanya saja, perbedaan orang miskin dan kaya di Haiti
sangatlah jomplang. Sebagai contoh, keluarga Carver yang menjadi klien dari Max
Mingus merupakan salah satu orang terkaya di Haiti. Keluarga tersebut memiliki
bank dan sebuah lembaga bernama Bahtera Nuh, sebuah lembaga yang bergerak dalam
bidang kemanusiaan dimana mereka membiayai pendidikan anak-anak Haiti sampai
mereka nantinya menjadi orang. Walaupun ya, ibaratnya Bahtera Nuh ini lembaga
balas jasa, dimana lulusan-lulusannya akhirnya bekerja juga untuk keluarga
Carver.
Keluarga Carver ini terdiri atas Gustav Carver, Allain
Carver, dan Francesca Carver. Gustav merupakan kakek dari Charlie, sedangkan
Allain dan Fransesca merupakan orangtuanya. Gustav memang terlihat sangat
dominan di keluarga ini, seluruh bisnis ia yang tangani, ia juga yang paling
kehilangan atas lenyapnya Charlie. Sebagai salah satu keluarga kaya, tentu saja
keluarga Carver memiliki banyak musuh, salah satunya keluarga Paul. Tetapi,
kisah ini hanyalah masa lalu, karena kini keluarga Paul sudah kehilangan
kekayaannya, yang tersisa dari keluarga Paul hanyalah Vincent Paul, dan ia
merupakan seorang legenda di Haiti. Perbuatan baiknya terhadap masyarakat Haiti
membuatnya banyak dihormati dan dikagumi orang, apalagi ia memiliki banyak anak
buah. Konon juga, Vincent Paul merupakan salah satu bandar narkoba terbesar di
dunia, sehingga tak heran ia dapat membantu masyarakat Haiti.
Di Haiti, Mingus dibantu oleh Chantale. Ia seorang perempuan
yang bekerja untuk keluarga Carver. Melalui penyelidikan-penyelidikan yang
intensif dilakukan oleh mereka berdua, diketahui bahwa detektif-detektif
sebelumnya yang menangani kasus ini mengalami kasus yang amat naas dan
mengilukan (bukan memilukan, baca sendiri kalau penasaran). Carver yang sudah
terlanjur terlibat mau tak mau harus memecahkan kasus ini. Tak hanya itu, tanpa
diduga Mingus pun dibantu oleh seorang wartawan bernama Huxley yang memberinya
sedikit demi sedikit informasi penting, kelak wartawan ini menjadi salah satu
kunci terbongkarnya kasus ini.
Tak hanya mencari Charlie, sebelum keberangkatannya ke Haiti
Mingus pun dimintai tolong oleh seorang pastor untuk membantu mencari
keponakannya yang hilang. Penyelidikan pun dilakukan secara paralel, Mingus pun
mendatangi rumah adik dari pator itu dan mendapatkan sedikit petunjuk mengenai
pria jingga. Selain itu, Mingus pun mulai mengeksplorasi mitos-mitos setempat
mengenai penculik anak yang bernama Mr. Clarinet, dimana si penculik ini
menggunakan alat musik klarinet sebagai alat untuk membujuk anak-anak itu untuk
ikut dengannya. Perlahan, puzzle pun mulai terkuak, dan penculikan Charlie ini
ternyata tidak hanya sekedar penculikan, namun melibatkan juga suatu organisasi
kejahatan besar yang tak disangka-sangka.
Seperti telah disebut di atas, dari buku ini pembaca bisa
sekalian mengenal Haiti lebih jauh. Tidak hanya mengenai alam dan
lingkungannya, namun juga mengenai dunia politiknya. Buku ini cenderung seperti
fiksi sejarah, dimana Papa Doc dan Baby Doc (keduanya anak dan ayah, mantan
presiden Haiti, Duvalier nama lengkapnya), serta Aristide (presiden Haiti juga)
disebut-sebut di dalam buku ini. Tonton Macoute juga disebut-sebut disini,
dimana Tonton Macoute merupakan milisi pribadi dari Duvalier. Sejarah Haiti pun
dibahas disini, bagaimana bendera Haiti sempat berganti dari hitam-merah
menjadi biru-merah, lumayan membuka wawasan pembaca.
Kasus yang ditawarkan Nick Stone pun menurut saya seru dan cerdas.
Apalagi menjelang akhir cerita, hal-hal mistis yang menyangkut judul buku ini,
yaitu voodoo, perlahan-lahan mulai menjadi rasional dan dapat
dihubung-hubungkan, sehingga semuanya terlihat logis. Eksekusi dari Nick Stone
sendiri cukup vulgar dan apa adanya, membawa pembaca larut ke dalam kisah ini.
Apalagi, mengenai hal-hal yang mengilukan yang telah saya singgung di atas,
sungguh sangat terasa, ouch...
Dalam hal terjemahan pun tak begitu masalah, buku ini nyaman
untuk dibaca. Hanya saja, judul buku ini telah diubah dari judul aslinya yaitu
“Mr. Clarinet”. Entah apa sebabnya, namun judul Voodoo saya rasa kurang
merepresentasikan isi dari buku ini. Jadi jangan berharap membaca kisah-kisah
mistis tentang ilmu voodoo ketika mulai membaca buku ini, salah besar jika
mengharapkannya. Lima bintang, senang berkenalan dengan Max Mingus dan Nick
Stone.
Judul: Voodoo
Penulis: Nick Stone
Penerbit: Voila Books
Tebal: 669 hal.
Tahun Terbit: 2006 (1st) / 2008 (terjemahan)
Rate: 5/5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar