Laman

Jumat, 04 Oktober 2013

Voodoo a.k.a. Mr. Clarinet




Max Mingus, seorang detektif, juga seorang mantan narapidana gara-gara kasus penembakan terhadap tiga orang anak yang mencoba memperkosa seorang gadis kecil. Ia mendapati kehidupannya setelah keluar penjara sangat berubah drastis, apalagi setelah kematian istrinya Sandra, ketika ia di dalam penjara. Satu hal utama, ia kekurangan uang untuk membiayai hidupnya. Di saat itulah, ada penawaran menarik dari keluarga Carver di Haiti guna mencari anak mereka yang hilang, Charlie Carver. Memang, saat itu penculikan anak sedang marak terjadi di Haiti, namun Charlie menghilang secara misterius, tanpa terendus jejaknya. Mingus, yang akhirnya tergiur oleh tawaran sepuluh juta dolar apabila menemukan Charlie, akhirnya memutuskan untuk mengambil kasus ini dan berangkat ke Haiti.

Haiti, sebuah negara di Amerika Utara yang penuh akan kekerasan dan ilmu hitam, terutama voodoo. Ya, siapa yang tidak mengenal voodoo? Sebuah ilmu tenung dimana digunakan obyek boneka guna melukai seseorang yang tidak disukai. Tinggal tusuk bonekanya, maka si obyek sasaran juga akan merasa kesakitan. Haiti juga terkenal akan kemiskinannya. Dari deskripsi yang saya baca dari buku, sangat banyak pemukiman kumuh yang berada di sana, belum lagi masalah pangan, tak jarang masyarakat sana hanya memakan gorengan dari tanah dicampur tepung maizena, sungguh memilukan. Jalan-jalan raya di sana pun keadaannya sangat mengkhawatirkan, jalan berlubang, bergelombang, hingga jalan yang hanya berupa bebatuan, hal-hal tersebut cukup menggambarkan bagaimana miskinnya Haiti.

Hanya saja, perbedaan orang miskin dan kaya di Haiti sangatlah jomplang. Sebagai contoh, keluarga Carver yang menjadi klien dari Max Mingus merupakan salah satu orang terkaya di Haiti. Keluarga tersebut memiliki bank dan sebuah lembaga bernama Bahtera Nuh, sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang kemanusiaan dimana mereka membiayai pendidikan anak-anak Haiti sampai mereka nantinya menjadi orang. Walaupun ya, ibaratnya Bahtera Nuh ini lembaga balas jasa, dimana lulusan-lulusannya akhirnya bekerja juga untuk keluarga Carver.

Keluarga Carver ini terdiri atas Gustav Carver, Allain Carver, dan Francesca Carver. Gustav merupakan kakek dari Charlie, sedangkan Allain dan Fransesca merupakan orangtuanya. Gustav memang terlihat sangat dominan di keluarga ini, seluruh bisnis ia yang tangani, ia juga yang paling kehilangan atas lenyapnya Charlie. Sebagai salah satu keluarga kaya, tentu saja keluarga Carver memiliki banyak musuh, salah satunya keluarga Paul. Tetapi, kisah ini hanyalah masa lalu, karena kini keluarga Paul sudah kehilangan kekayaannya, yang tersisa dari keluarga Paul hanyalah Vincent Paul, dan ia merupakan seorang legenda di Haiti. Perbuatan baiknya terhadap masyarakat Haiti membuatnya banyak dihormati dan dikagumi orang, apalagi ia memiliki banyak anak buah. Konon juga, Vincent Paul merupakan salah satu bandar narkoba terbesar di dunia, sehingga tak heran ia dapat membantu masyarakat Haiti.

Di Haiti, Mingus dibantu oleh Chantale. Ia seorang perempuan yang bekerja untuk keluarga Carver. Melalui penyelidikan-penyelidikan yang intensif dilakukan oleh mereka berdua, diketahui bahwa detektif-detektif sebelumnya yang menangani kasus ini mengalami kasus yang amat naas dan mengilukan (bukan memilukan, baca sendiri kalau penasaran). Carver yang sudah terlanjur terlibat mau tak mau harus memecahkan kasus ini. Tak hanya itu, tanpa diduga Mingus pun dibantu oleh seorang wartawan bernama Huxley yang memberinya sedikit demi sedikit informasi penting, kelak wartawan ini menjadi salah satu kunci terbongkarnya kasus ini.

Tak hanya mencari Charlie, sebelum keberangkatannya ke Haiti Mingus pun dimintai tolong oleh seorang pastor untuk membantu mencari keponakannya yang hilang. Penyelidikan pun dilakukan secara paralel, Mingus pun mendatangi rumah adik dari pator itu dan mendapatkan sedikit petunjuk mengenai pria jingga. Selain itu, Mingus pun mulai mengeksplorasi mitos-mitos setempat mengenai penculik anak yang bernama Mr. Clarinet, dimana si penculik ini menggunakan alat musik klarinet sebagai alat untuk membujuk anak-anak itu untuk ikut dengannya. Perlahan, puzzle pun mulai terkuak, dan penculikan Charlie ini ternyata tidak hanya sekedar penculikan, namun melibatkan juga suatu organisasi kejahatan besar yang tak disangka-sangka.

Seperti telah disebut di atas, dari buku ini pembaca bisa sekalian mengenal Haiti lebih jauh. Tidak hanya mengenai alam dan lingkungannya, namun juga mengenai dunia politiknya. Buku ini cenderung seperti fiksi sejarah, dimana Papa Doc dan Baby Doc (keduanya anak dan ayah, mantan presiden Haiti, Duvalier nama lengkapnya), serta Aristide (presiden Haiti juga) disebut-sebut di dalam buku ini. Tonton Macoute juga disebut-sebut disini, dimana Tonton Macoute merupakan milisi pribadi dari Duvalier. Sejarah Haiti pun dibahas disini, bagaimana bendera Haiti sempat berganti dari hitam-merah menjadi biru-merah, lumayan membuka wawasan pembaca.

Kasus yang ditawarkan Nick Stone pun menurut saya seru dan cerdas. Apalagi menjelang akhir cerita, hal-hal mistis yang menyangkut judul buku ini, yaitu voodoo, perlahan-lahan mulai menjadi rasional dan dapat dihubung-hubungkan, sehingga semuanya terlihat logis. Eksekusi dari Nick Stone sendiri cukup vulgar dan apa adanya, membawa pembaca larut ke dalam kisah ini. Apalagi, mengenai hal-hal yang mengilukan yang telah saya singgung di atas, sungguh sangat terasa, ouch...


Dalam hal terjemahan pun tak begitu masalah, buku ini nyaman untuk dibaca. Hanya saja, judul buku ini telah diubah dari judul aslinya yaitu “Mr. Clarinet”. Entah apa sebabnya, namun judul Voodoo saya rasa kurang merepresentasikan isi dari buku ini. Jadi jangan berharap membaca kisah-kisah mistis tentang ilmu voodoo ketika mulai membaca buku ini, salah besar jika mengharapkannya. Lima bintang, senang berkenalan dengan Max Mingus dan Nick Stone.


Judul: Voodoo
Penulis: Nick Stone
Penerbit: Voila Books
Tebal: 669 hal.
Tahun Terbit: 2006 (1st) / 2008 (terjemahan)
Rate: 5/5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar