Judul: Rantau 1 Muara
Penulis: A. Fuadi
Tebal: 400 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2013
Rate: 5/5
Man saara ala darbi
washala...
Siapa yang berjalan di jalannya, akan sampai di tujuan...
Muara, sebuah tempat terakhir, tempat berlabuh untuk
selama-lamanya, tempat berhenti, istirahat yang abadi. Judul yang tepat untuk
buku ketiga dari trilogi Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Rantau 1 Muara. Ya,
buku ini seakan menjadi muara bagi trilogi buku ini, juga muara bagi si penulis
dalam perjalanan hidupnya mengelilingi dunia dan hidup di negeri orang.
Gabungan Tiga ‘Mantra’
Masih ingat dengan mantra di dua buku sebelumnya, Man Jadda wa jada (siapa yang
bersungguh-sungguh akan berhasil) dan Man
shabara zhafira (siapa yang bersabar akan beruntung)? Kedua mantra yang
dipelajari Alif di Pondok Madani ini dilengkapi dengan mantra ketiga seperti
dikutip di atas: Siapa yang berjalan di jalannya, akan sampai di tujuan. Memang
terkesan klise, tentu saja seseorang yang berada di jalan yang tepat pasti akan
sampai tujuan, lalu apa maksud dari mantra ini? Disinilah peran kedua mantra
terdahulu akan diperlukan. Tentunya, untuk istiqomah di jalan yang lurus, jalan
yang tepat, diperlukan usaha yang keras serta kesabaran yang tak berbatas. Apabila
kedua hal tersebut tidak ditemukan, niscaya tujuan kita tak akan tercapai,
karena jalan yang dilewati sudah bukan jalannya lagi.
Inilah kisah Alif di buku pamungkas, ketiga mantra tersebut
diaplikasikan langsung dalam kehidupan yang ia jalani. Menarik menyimak ‘petualangan’
Alif ketika ia harus bersabar dengan keadaan di Indonesia pada tahun 1998 yang
sedang mengalami krisis. Bersabar karena tahun 1998 tersebut merupakan tahun
tepat ia lulus dari UNPAD. Bersabar karena krisis yang terjadi menyebabkan
lapangan pekerjaan menjadi sempit dan sangat sulit untuk mencari pekerjaan di
waktu itu. Boleh jadi, kesulitan yang Alif alami ini merupakan akibat dari
kesombongan yang, walaupun sedikit, sempat terbersit di dalam pikiran Alif. Bagaimana
ia, seorang yang telah melanglangbuana ke tanah Amerika (Kanada tepatnya),
seorang yang karya tulisnya selalu dimuat di media, merasa jumawa dan merasa
telah berhasil. Disinilah jalan yang ia ambil mulai salah langkah, sehingga
tujuan yang ia capai pun menjadi kabur, dan mantra ketiga pun mulai melenceng
dari hidupnya.
Setelah bersabar dengan keadaan, keajaiban mantra kedua pun
muncul. Keberuntungan mulai ia tapaki kembali. Karier mulai ia jalani. Satu hal
yang ia yakini kembali ialah: mantra pertama tidak boleh ia lepaskan lagi, ia
harus bersungguh-sungguh, dan yang paling penting, ia tidak boleh sombong. Segala
hal buruk yang menimpanya perlahan-lahan mulai lenyap, ia yang tadinya sempat
dikejar debt collector, bahkan sampai absen dalam memberi kiriman uang untuk Amak
di kampung mulai sukses menapaki karier di salah satu media yang sedang bangkit
kembali setelah keterpurukan akibat
rezim Orde Baru, nama media itu ialah Derap. Disinilah Alif mulai menggeluti
kerasnya dunia pers, mulai dari uang panas yang melambai-lambai dari narasumber,
hingga pengalaman mengejar seorang jenderal utnuk diwawancarai. Di media ini
pulalah hati Alif mulai tertambat pada seorang gadis cantik bernama Dinara.
Alif, yang lulusan pesantren tentunya tidak punya pengalaman dan tidak ingin
pula untuk berpacaran, maka ia hanya memendam impiannya terhadap Dinara, impian
untuk memperistrinya. Ia sadar, sebagai wartawan, gaji yang ia peroleh belum
cukup untuk berkeluarga maka ia pun hanya bisa pasrah dan berserah. Apalagi, ia
kemudian mendapat beasiswa untuk belajar di Washington DC. Ini adalah berkat
mantra pertama yang ia pegang teguh, walau ada konsekuensi untuk ini, ia dan
Dinara akan semakin jauh, terpisah oleh jarak dan waktu.
Washington DC. Inilah perhentian Alif berikutnya. Kota ini
bukan menjadi muara Alif, karena ia sendiri belum tahu kapan ia akan bermuara. Bagi
Alif, rasa penasaran, dan mungkin rasa cintanya terhadap Dinara masih terus
mekar di hatinya. Bisa dibilang, walau badan Alif berada di DC, namun hati,
jiwa dan raga Alif berada di Jakarta, tepatnya ada pada diri Dinara. Disinilah kombinasi
ketiga mantra tersebut berhasil secara efektif. Alif yang berada pada jalan
yang menurutnya tepat dengan tak mau berpacaran, langsung to the point untuk
mengajak Dinara menikah. Niatnya ini tentunya sungguh-sungguh dan berasal dari
hati, maka dengan bermodal kesabaran dan bantuan dari Dinara dan ibunya,
sedikit-sedikit ia mulai dapat meluluhkan hati sang calon ayah mertua. Tentunya
bukan hal yang mudah untuk melamar anak gadis orang hanya melalui telepon
mengingat jarak antara DC-Jakarta, namun nyatanya Alif berhasil, dan ini berkat
tiga mantra yang dipegang teguh oleh Alif.
Biografi berbentuk
Novel
Pembaca setia buku trilogi Negeri 5 Menara ini pasti paham
siapakah Alif sebenarnya. Ya, Alif ialah si penulis itu sendiri, Ahmad Fuadi. Lewat
buku ini seakan Fuadi membuat biografi dirinya sendiri dengan cara yang enak
dibaca melalui seseorang yang bernama Alif. Pengalaman-pengalaman menarik yang
dialami Fuadi dituangkan dengan elok dan unik di dalam buku ini. Selain itu,
sedikit-sedikit Fuadi berdakwah pula melalui tulisannya ini. Banyak hal dan
pelajaran penting yang Fuadi sisipkan disini, tentunya selain ketiga mantra
yang jelas-jelas sekarang ini banyak menjadi motivasi bagi sebagian orang,
terutama pecinta karya beliau.
Fuadi, yang memang lulusan pesantren seakan hendak
menyingkirkan dogma bahwa lulusan pesantren pasti menjadi kiai atau ustadz. Seorang
lulusan pesantren juga seorang manusia biasa, yang bisa jatuh cinta, bahkan
bisa sejenak tinggi hati apabila telah mendapatkan yang ia tuju. Bisa dibilang,
hampir tidak terlihat jejak seorang lulusan pesantren di dalam tokoh Alif,
inilah salah satu kelebihan dari Fuadi. Beliau mampu membuat buku ini menjadi lebih
‘umum’. Identitas Alif sebagai lulusan pesantren mungkin hanya terlihat dari mantra-mantra
yang ia pegang teguh, karena secara penampakan, Alif seperti orang biasa.
Aplikasi ‘Mantra’ di
kehidupan sekitar Alif
Ternyata, bukan hanya Alif yang memegang teguh ketiga mantra
‘sakti’ ini. Mungkin, memang kehidupan di sekitar Alif tidak mengenal mantra
ini secara langsung, tetapi prinsip-prinsip mantra ini telah diaplikasikan.
Pertama, majalah Derap tempat Alif bekerja. Mantra ini
secara tidak langsung dipakai oleh majalah ini. Majalah yang sempat dibredel di
rezim orde baru ini secara bersabar tetap bersungguh-sungguh dan berada pada
jalannya dalam memberitakan hal-hal secara terbuka dan apa adanya. Terbukti,
hal ini berhasil, majalah ini menjadi majalah yang sedikit keras terhadap
pemerintah, namun jujur dan terbuka. Sampai sekarang, majalah ini masih ada,
bahkan telah bertransformasi menjadi tabloid. Inilah salah satu bukti
pentingnya ketiga prinsip dalam mantra yang Alif yakini.
Kedua, Connie Picciotto. Bersabar, mungkin inilah yang ia
lakukan bersama almarhum suaminya yang telah mendahuluinya pada tahun 2009. Ia berkemah
di depan White House di DC guna menentang kebijakan-kebijakan Amerika yang
selalu menggunakan perang dan kekerasan sebagai solusi. Spanduk yang selalu ia
bentangkan berbunyi: War is not the Answer. Ya, ia menentang dengan cara
bersabar untuk tetap berkemah di depan White House sejak tahun 1981! Semoga saja
kesabarannya ini akan berbuah keberhasilan dan tak akan ada lagi korban
peperangan terutama akibat ulah Amerika Serikat.
Akhirnya Bermuara
Satu hal yang ingin disampaikan secara tersirat maupun
tersurat dari judul Rantau 1 Muara ini ialah bukan sekedar muara tempat kita
awal berasal. Seperti Alif yang mempunyai kampung halaman di Indonesia,
tepatnya di Minang, sebagai muaranya dan ia bingung untuk kapan kembali
bermuara. Buku ini mengandung oesan lebih dari itu. Fuadi seakan ingin
mengingatkan para pembaca bahwa muara kita sebenarnya lebih dari itu. Muara yang
dimaksud disini ialah Tuhan yang menciptakan kita. Pesan yang ingin disampaikan
yaitu sebagai apapun kita hidup, pada akhirnya kita akan berpulang dan kembali
kepada-Nya. Masih berkaitan dengan ketiga mantra yang ada,
bersungguh-sungguhlah dalam menjalani hidup, bersabarlah dalam menghadapi
ujian, dan tetaplah pada jalan yang lurus, jalan yang akan membawa kita menuju
satu tujuan, satu muara yang indah di sisi-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar