Rabu, 19 Juni 2013

Watson, Holmes, dan Pembuka Amplop

Sebenarnya cerita tentang temanku ini agak rahasia. Bukan apa-apa, dalam kasus kali ini Holmes "membohongi" aku sedemikian rupa, ia berhasil membuat aku keki. Aku pun terkadang malu sendiri ketika membaca kisah ini, tetapi apa boleh buat, akhirnya kisah ini memang harus diceritakan kepada pembaca, tak perduli bagaimana perasaanku, melalui kisah yang aku ceritakan ini aku sekaligus ingin mengenang Holmes sebagai seorang detektif sekaligus sahabat yang hebat, terutama untukku.

Cerita ini bermula ketika aku berkunjung ke Baker Street di saat aku sedang bebas tugas karena memang jadwal praktikku sudah selesai beberapa jam yang lalu. Seperti biasa, aku dikejutkan dengan tingkah laku Holmes yang memang agak unik, kali ini ia sedang membaca sebuah buku dengan gaya yang benar-benar tidak masuk akal, kepala di bawah, kaki di atas.

“Oh temanku Watson, sudah kuduga kau akan datang hari ini,” ia menyapaku sambil memperbaiki posisi bacanya ke posisi yang normal.

“Darimana kau tahu?” Aku tahu pertanyaanku ini konyol, maka aku langsung bertanya lagi sebelum ia menjawab, “omong-omong, buku apa yang kau baca itu?”

Sambil berdehem ia menjawab, “akan kuceritakan Watson, sebuah kasus unik yang melibatkan alat pembunuh yang juga unik, alat pembuka amplop!”

Aku pun kebingungan, karena aku memang belum tahu seperti apa alat pembuka amplop tersebut. Belum sempat aku berbicara, dia langsung menyela dengan mengambil laptop-nya dan langsung googling dengan kata kunci “Alat Pembuka Amplop”.

“Alat ini yang kumaksud, temanku, bukankah cukup mengerikan untuk dipakai menikam seseorang yang kau benci setengah mati?” Ia menunjukkan sebuah gambar.



Aku pun menggeleng, “baru tahu aku, ayo ceritakan selengkapnya Holmes, jangan membuat penasaran!”

“Baiklah dokter, seperti biasa kau memang selalu tak sabaran. Kita mulai dahulu dengan siapa-siapa yang terlibat di dalam kasus ini. Pertama, Luana Awanti, ia seorang...” belum selesai ia bicara, aku keburu menyela, “tunggu Holmes, nama apa itu Luana? Terdengar asing untuk nama seorang Inggris.”

“Kisah ini terjadi di Indonesia teman, tolong jangan banyak tanya dahulu.”

“Tapi kapan kau ke...” kali ini giliran dia yang menyelaku, “mau aku ceritakan tidak? Diamlah sejenak Watson!”

Aku pun terdiam dan mengangguk.

“Baiklah aku lanjutkan. Luana Awanti ini seorang gadis muda yang telah ditinggal ayahnya semenjak ia lahir. Hidup berdua dengan ibunya dalam keadaan miskin dan dengan sang ibu dalam kondisi yang sakit-sakitan, ia harus siap ketika sewaktu-waktu ibunya dipanggil oleh yang Maha Kuasa karena sakitnya yang semakin parah. Suatu hari, hal itu pun terjadi, ibunya meninggal dunia. Hanya satu hal yang ia wariskan kepada Luana, ia memberitahu Luana sebuah hal penting, hal yang sangat penting sebenarnya. Ibunya memberitahu bahwa sebenarnya ayah dari Luana masih hidup, dan ia adalah Prayogo Iksan, seorang jutawan yang mempunyai perusahaan sendiri. Seorang lelaki yang telah mempunyai seorang istri dan tiga orang anak yang hampir sebaya dengan Luana. Prayogo Iksan sendiri tidak mengetahui jika ibu Luana sedang mengandung ketika ia akhirnya lebih memilih istrinya daripada ibu dari Luana.

“Singkat cerita, karena penyesalannya, Prayogo Iksan pun menerima Luana di rumahnya dengan tangan terbuka. Tetapi sayangnya, gara-gara kedatangan Luana, suasana di ruman Prayogo Iksan menjadi tidak kondusif. Lilik, istri dari Prayogo Iksan dan Yana, anak kedua dari Prayogo Iksan sangat memusuhi Luana dan tidak menyukai kehadiran Luana di rumah mereka. Hanya Ardian, putra tertua Prayogo Iksan yang menyambut Luana dengan tangan terbuka, sementara Yanti, si bungsu memilih untuk mengikuti jejak Yana dan Lilik, meskipun tidak secara frontal karena Yanti pada dasarnya memang pendiam.

“Luana kemudian meminta Prayogo Iksan untuk ikut bekerja di perusahaannya karena ia tidak betah hanya berdiam diri di rumah. Di tempat inilah Luana berkenalan dengan Pak Joko yang berusia dua kali lipatnya yang diam-diam mencintainya. Untuk meningkatkan kemampuannya, Luana memutuskan untuk mengikuti kursus komputer, tak jarang ia diantarjemput oleh Pak Joko ke tempat kursusnya. Sebenarnya, dengan mengikuti kursus ini Luana agak sedikit diuntungkan, karena secara tidak langsung ia akan pulang agak malam dan menghindarkannya dari bertatap muka dengan Lilik dan Yana ketika sampai di rumah.

“Sampai suatu hari, ketika Prayogo Iksan sedang mengurus surat-surat untuk mensahkan status Luana sebagai anak kandungnya, terjadilah peristiwa tragis itu. Prayogo Iksan yang berada di dalam kamar kerja di rumahnya terbunuh secara tragis, ada orang yang menikamnya dari belakang! Lilik dan Yana ketika kejadian sedang berada di rumah, sementara Yanti sedang di toko buku dan Ardian sedang bermain tenis. Adapun Luana, ketika bapaknya terbunuh ia sedang berada di tempat kursus dan akan menonton bioskop bersama Pak Joko. Dari penyelidikan polisi, diketahui bahwa alat pembuka amploplah yang digunakan untuk membunuh Prayogo Iksan. Itulah sebabnya aku menunjukkan alat pembuka amplop ini kepadamu Watson.

“Posisi Luana yang makin terjepit di rumah itu membuat penyelidikan buntu karena Luana ngotot untuk meninggalkan rumah itu. Untung saja setelah dibujuk, Luana bersedia kembali ke rumah Prayogo Iksan guna menjebak si pelaku pembunuhan yang sebenarnya. Selang beberapa hari, diketahui bahwa alat pembuka amplop tersebut hanyalah sebagai pengecoh saja, karena alat yang dipakai untuk membunuh Prayogo Iksan adalah sebuah pisau yang kedua sisinya tajam. Dari hal itulah akhirnya si pembunuh dapat diketahui, bingo!

“Begitulah Watson, sebelum memutuskan suatu perkara, siapa yang menjadi pembunuh, semua hal harus kita perhitungkan, bahkan yang tidak mempunyai alibi sekalipun.”

Aku yang penasaran mengenai siapa si pembunuh sebenarnya kemudian memaksa Holmes untuk mengatakannya. Tapi dengan terbahak ia hanya menjawab, “tidak seru apabila aku katakan Watson. Bacalah sendiri buku ini, kau akan merasakan sensasinya.”

Aku pun mengalah, “oke Holmes, baiklah. Berikan aku buku itu, biar aku membaca sendiri kisahmu itu.” Kurebut buku itu dari tangannya dan mulai kubaca sekilas.

“Tunggu Watson, sepertinya kau salah paham...”

Tanpa mengacuhkannya, aku mencerocos sendiri, “hm, alur yang oke, berurutan dari awal hingga akhir bahkan tiap bab ada tanggalnya sendiri-sendiri. Kau tahu saja kalau aku tidak nyaman membaca buku yang mempunyai alur yang maju mundur Holmes.”

“Tapi...,” Holmes mencoba menyelaku.

Sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, aku mulai berbicara lagi, “omong-omong lagi, tumben sekali kau membukukan kisahmu sendiri Holmes, biasanya kau paling malas dalam melakukan hal seperti ini dan selalu mengandalkanku untuk membukukan kisah-kisahmu. Mungkin ini sebuah perkembangan yang baik buatmu apabila suatu saat aku yang meninggalkanmu terlebih dahulu kelak.”

“Tapi...,” Holmes mencoba menyelaku lagi.

Aku memotongnya lagi, “jadi, kapan sebenarnya kau mengunjungi Indonesia tanpa mengajak sahabatmu ini Holmes?”

Ia pun terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. Terang saja ini membuat aku kaget. Beberapa menit kemudian setelah tawanya berhenti, ia pun menjelaskan sambil tersenyum, “bacalah dengan jelas Watson, buku itu bukan bercerita tentang aku, dan bukan aku yang memecahkan kasus itu. Ini adalah kisah temanku dari Indonesia, Kapten Polisi Kosasih dan Gozali, seorang mantan narapidana yang membantunya. Sebenarnya Gozali-lah yang memecahkan kasus ini, ia detektif yang hebat Watson!”


Kubuka buku itu, dan memang aku menemukan nama Gozali-lah yang menjadi tokoh utama pemecah kasus pembunuhan ini. Sambil melemparkan buku itu ke wajah Holmes, aku pun bergegas meninggalkan Baker Street, meninggalkan Holmes yang mulai lagi tertawa terbahak-bahak.




Judul: Misteri Alat Pembuka Amplop
Penulis: S. Mara Gd
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 1991
Tebal: 424 hal.
Rate: 5/5

Wishful Wednesday #3



Jumpa lagi dengan sayaaaa... Setelah minggu lalu absen mengisi Wishful Wednesday, minggu ini saya mau nge-wish lagi ah. Oh ya, berkaitan dengan post WW#2, Jum'at lalu saya dapat lagi buku dari radio tersebut, yaitu buku Rantau 1 Muara-nya A. Fuadi. Teteup, kudu diambil ke alamat radio tersebut, cape deh...

Oke, langsung saja deh, rabu ini, yang saya angan-angankan dan impi-impikan ialah:


Saat membuka mata, dia terkejut mendapati bagian dalam kepompong diterangi oleh pendar hijau lembut, seolah cahaya tersebut menembus masuk dari luar. Kepompong tetap tenang tak wajar. Apakah Olloch sedang tidur? Kenapa tiba-tiba ada cahaya? Apakah cahaya tersebut menembus tubuh Olloch sekaligus kepompong?

Lima Suaka rahasia yang tersisa termasuk Fablehaven, kini terancam. Sebuah komunitas yang disebut sebagai Komunitas Bintang Malam ingin memusnahkan semua suaka. Kelompok itu mengincar artefak-artefak yang memiliki kekuatan istimewa. Artefak-artefak itu tidak boleh disatukan, karena kekuatannya dapat menghancurkan suaka-suaka yang masih ada. Dan dalam usahanya mengumpulkan seluruh artefak yang ada, komunitas Bintang Malam menculik Grandpa Sorenson yang dianggap mengetahui keberadaan artefak terakhir itu.

Demi menyelamatkan sang kakek, Kendra dan Seth berjuang untuk bisa lebih dulu menemukan artefak tersebut. Bersama dengan Vanessa si ahli Mahluk Magis, mereka berusaha menemukan artefak tersebut. Namun, dalam perjalanan pencarian artefak itu, Vanessa ternyata berkhianat. Pada siapakah Vanessa berpihak? Mampukah mereka menemukan artefak tersebut dan menyelamatkan suaka serta kakek mereka?


Link Goodreads --> Fablehaven #2

Sudah agak lama ya buku ini? Biar saja. Alasan saya untuk buku ini ialah karena saya punya buku pertamanya, dan jujur saja saya sangat kepincut dengan ceritanya. Namun, mengingat harga buku lanjutannya yang memang mahal, terpaksa saya stop dulu buat beli lanjutannya. Oh, menyedihkan. Satu dulu deh wishnya, walaupun sebenarnya buku ini udah sampai seri ke-berapa-tau, tapi saya bakal sangat senang sekali kalau bisa baca buku kedua saja dulu.



Oke, seperti biasa, Wishful Wednesday ini berisi buku-buku impian kita, dan semua mendoakan buku-buku tersebut dapat kita miliki, amiiin... Mau ikutan? cekidot...

  1. 1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  2. 2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  3. 3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (ada di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  4. 4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)

Kamis, 13 Juni 2013

Bersungguh-sungguh, Sabar dan Jalan yang Lurus



Judul: Rantau 1 Muara
Penulis: A. Fuadi
Tebal: 400 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2013
Rate: 5/5


Man saara ala darbi washala...
Siapa yang berjalan di jalannya, akan sampai di tujuan...


Muara, sebuah tempat terakhir, tempat berlabuh untuk selama-lamanya, tempat berhenti, istirahat yang abadi. Judul yang tepat untuk buku ketiga dari trilogi Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Rantau 1 Muara. Ya, buku ini seakan menjadi muara bagi trilogi buku ini, juga muara bagi si penulis dalam perjalanan hidupnya mengelilingi dunia dan hidup di negeri orang.

Gabungan Tiga ‘Mantra’
Masih ingat dengan mantra di dua buku sebelumnya, Man Jadda wa jada (siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil) dan Man shabara zhafira (siapa yang bersabar akan beruntung)? Kedua mantra yang dipelajari Alif di Pondok Madani ini dilengkapi dengan mantra ketiga seperti dikutip di atas: Siapa yang berjalan di jalannya, akan sampai di tujuan. Memang terkesan klise, tentu saja seseorang yang berada di jalan yang tepat pasti akan sampai tujuan, lalu apa maksud dari mantra ini? Disinilah peran kedua mantra terdahulu akan diperlukan. Tentunya, untuk istiqomah di jalan yang lurus, jalan yang tepat, diperlukan usaha yang keras serta kesabaran yang tak berbatas. Apabila kedua hal tersebut tidak ditemukan, niscaya tujuan kita tak akan tercapai, karena jalan yang dilewati sudah bukan jalannya lagi.

Inilah kisah Alif di buku pamungkas, ketiga mantra tersebut diaplikasikan langsung dalam kehidupan yang ia jalani. Menarik menyimak ‘petualangan’ Alif ketika ia harus bersabar dengan keadaan di Indonesia pada tahun 1998 yang sedang mengalami krisis. Bersabar karena tahun 1998 tersebut merupakan tahun tepat ia lulus dari UNPAD. Bersabar karena krisis yang terjadi menyebabkan lapangan pekerjaan menjadi sempit dan sangat sulit untuk mencari pekerjaan di waktu itu. Boleh jadi, kesulitan yang Alif alami ini merupakan akibat dari kesombongan yang, walaupun sedikit, sempat terbersit di dalam pikiran Alif. Bagaimana ia, seorang yang telah melanglangbuana ke tanah Amerika (Kanada tepatnya), seorang yang karya tulisnya selalu dimuat di media, merasa jumawa dan merasa telah berhasil. Disinilah jalan yang ia ambil mulai salah langkah, sehingga tujuan yang ia capai pun menjadi kabur, dan mantra ketiga pun mulai melenceng dari hidupnya.

Setelah bersabar dengan keadaan, keajaiban mantra kedua pun muncul. Keberuntungan mulai ia tapaki kembali. Karier mulai ia jalani. Satu hal yang ia yakini kembali ialah: mantra pertama tidak boleh ia lepaskan lagi, ia harus bersungguh-sungguh, dan yang paling penting, ia tidak boleh sombong. Segala hal buruk yang menimpanya perlahan-lahan mulai lenyap, ia yang tadinya sempat dikejar debt collector, bahkan sampai absen dalam memberi kiriman uang untuk Amak di kampung mulai sukses menapaki karier di salah satu media yang sedang bangkit kembali setelah keterpurukan  akibat rezim Orde Baru, nama media itu ialah Derap. Disinilah Alif mulai menggeluti kerasnya dunia pers, mulai dari uang panas yang melambai-lambai dari narasumber, hingga pengalaman mengejar seorang jenderal utnuk diwawancarai. Di media ini pulalah hati Alif mulai tertambat pada seorang gadis cantik bernama Dinara. Alif, yang lulusan pesantren tentunya tidak punya pengalaman dan tidak ingin pula untuk berpacaran, maka ia hanya memendam impiannya terhadap Dinara, impian untuk memperistrinya. Ia sadar, sebagai wartawan, gaji yang ia peroleh belum cukup untuk berkeluarga maka ia pun hanya bisa pasrah dan berserah. Apalagi, ia kemudian mendapat beasiswa untuk belajar di Washington DC. Ini adalah berkat mantra pertama yang ia pegang teguh, walau ada konsekuensi untuk ini, ia dan Dinara akan semakin jauh, terpisah oleh jarak dan waktu.

Washington DC. Inilah perhentian Alif berikutnya. Kota ini bukan menjadi muara Alif, karena ia sendiri belum tahu kapan ia akan bermuara. Bagi Alif, rasa penasaran, dan mungkin rasa cintanya terhadap Dinara masih terus mekar di hatinya. Bisa dibilang, walau badan Alif berada di DC, namun hati, jiwa dan raga Alif berada di Jakarta, tepatnya ada pada diri Dinara. Disinilah kombinasi ketiga mantra tersebut berhasil secara efektif. Alif yang berada pada jalan yang menurutnya tepat dengan tak mau berpacaran, langsung to the point untuk mengajak Dinara menikah. Niatnya ini tentunya sungguh-sungguh dan berasal dari hati, maka dengan bermodal kesabaran dan bantuan dari Dinara dan ibunya, sedikit-sedikit ia mulai dapat meluluhkan hati sang calon ayah mertua. Tentunya bukan hal yang mudah untuk melamar anak gadis orang hanya melalui telepon mengingat jarak antara DC-Jakarta, namun nyatanya Alif berhasil, dan ini berkat tiga mantra yang dipegang teguh oleh Alif.

Biografi berbentuk Novel
Pembaca setia buku trilogi Negeri 5 Menara ini pasti paham siapakah Alif sebenarnya. Ya, Alif ialah si penulis itu sendiri, Ahmad Fuadi. Lewat buku ini seakan Fuadi membuat biografi dirinya sendiri dengan cara yang enak dibaca melalui seseorang yang bernama Alif. Pengalaman-pengalaman menarik yang dialami Fuadi dituangkan dengan elok dan unik di dalam buku ini. Selain itu, sedikit-sedikit Fuadi berdakwah pula melalui tulisannya ini. Banyak hal dan pelajaran penting yang Fuadi sisipkan disini, tentunya selain ketiga mantra yang jelas-jelas sekarang ini banyak menjadi motivasi bagi sebagian orang, terutama pecinta karya beliau.

Fuadi, yang memang lulusan pesantren seakan hendak menyingkirkan dogma bahwa lulusan pesantren pasti menjadi kiai atau ustadz. Seorang lulusan pesantren juga seorang manusia biasa, yang bisa jatuh cinta, bahkan bisa sejenak tinggi hati apabila telah mendapatkan yang ia tuju. Bisa dibilang, hampir tidak terlihat jejak seorang lulusan pesantren di dalam tokoh Alif, inilah salah satu kelebihan dari Fuadi. Beliau mampu membuat buku ini menjadi lebih ‘umum’. Identitas Alif sebagai lulusan pesantren mungkin hanya terlihat dari mantra-mantra yang ia pegang teguh, karena secara penampakan, Alif seperti orang biasa.

Aplikasi ‘Mantra’ di kehidupan sekitar Alif
Ternyata, bukan hanya Alif yang memegang teguh ketiga mantra ‘sakti’ ini. Mungkin, memang kehidupan di sekitar Alif tidak mengenal mantra ini secara langsung, tetapi prinsip-prinsip mantra ini telah diaplikasikan.
Pertama, majalah Derap tempat Alif bekerja. Mantra ini secara tidak langsung dipakai oleh majalah ini. Majalah yang sempat dibredel di rezim orde baru ini secara bersabar tetap bersungguh-sungguh dan berada pada jalannya dalam memberitakan hal-hal secara terbuka dan apa adanya. Terbukti, hal ini berhasil, majalah ini menjadi majalah yang sedikit keras terhadap pemerintah, namun jujur dan terbuka. Sampai sekarang, majalah ini masih ada, bahkan telah bertransformasi menjadi tabloid. Inilah salah satu bukti pentingnya ketiga prinsip dalam mantra yang Alif yakini.
Kedua, Connie Picciotto. Bersabar, mungkin inilah yang ia lakukan bersama almarhum suaminya yang telah mendahuluinya pada tahun 2009. Ia berkemah di depan White House di DC guna menentang kebijakan-kebijakan Amerika yang selalu menggunakan perang dan kekerasan sebagai solusi. Spanduk yang selalu ia bentangkan berbunyi: War is not the Answer. Ya, ia menentang dengan cara bersabar untuk tetap berkemah di depan White House sejak tahun 1981! Semoga saja kesabarannya ini akan berbuah keberhasilan dan tak akan ada lagi korban peperangan terutama akibat ulah Amerika Serikat.

Akhirnya Bermuara
Satu hal yang ingin disampaikan secara tersirat maupun tersurat dari judul Rantau 1 Muara ini ialah bukan sekedar muara tempat kita awal berasal. Seperti Alif yang mempunyai kampung halaman di Indonesia, tepatnya di Minang, sebagai muaranya dan ia bingung untuk kapan kembali bermuara. Buku ini mengandung oesan lebih dari itu. Fuadi seakan ingin mengingatkan para pembaca bahwa muara kita sebenarnya lebih dari itu. Muara yang dimaksud disini ialah Tuhan yang menciptakan kita. Pesan yang ingin disampaikan yaitu sebagai apapun kita hidup, pada akhirnya kita akan berpulang dan kembali kepada-Nya. Masih berkaitan dengan ketiga mantra yang ada, bersungguh-sungguhlah dalam menjalani hidup, bersabarlah dalam menghadapi ujian, dan tetaplah pada jalan yang lurus, jalan yang akan membawa kita menuju satu tujuan, satu muara yang indah di sisi-Nya.

Rabu, 12 Juni 2013

Dilema Sang Tawanan




Setelah berpetualang keliling Eropa, anak-anak Persekutuan Misterius Benedict diputuskan untuk tinggal bersama-sama di kediaman Mr. Benedict. Hal ini dilakukan mengingat Mr. Curtain, si musuh bebuyutan, terus memburu Sang Pembisik yang berada di kediaman Mr. Benedict. Mengingat Mr. Curtain merupakan seorang penjahat nerdarah dingin yang tidak segan-segan untuk mencelakakan siapapun demi mencapai tujuannya, keselamatan anak-anak pun terancam. Hal inilah yang mendasari Mr. Benedict guna menempatkan anak-anak beserta keluarganya di kediamannya di Stonetown.

Judul buku ketiga dari trilogi Persekutuan Misterius Benedict ini ialah Persekutuan Misterius Benedict dan Dilema Sang Tawanan. Dilema Sang Tawanan sendiri merupakan sebuah metode yang digunakan polisi guna menginterogasi sebuah kelompok penjahat yang berhasil tertangkap. Dilema Sang Tawanan ini langsung hadir dalam simulasi yang diadakan oleh anak-anak Persekutuan di awal buku. Prosedur “Dilema Sang Tawanan” ini ialah apabila ada dua penjahat yang tergabung di dalam sebuah kelompok, polisi kemudian menginterogasi mereka satu per satu dalam kondisi yang terpisah. Dengan adanya tiga kemungkinan pada saat interogasi tersebut, maka hukuman dapat diputuskan terhadap para penjahat itu. Kemungkinan-kemungkinan dalam “Dilema Sang Tawanan” ini ialah:
1.       Salah satu penjahat mengkhianati penjahat lainnya, maka si penjahat yang berkhianat mendapat hukuman yang lebih ringan dibanding si penjahat lainnya.
2.       Kedua penjahat saling mengkhianati, maka kedua penjahat mendapat hukuman yang sama-sama berat.
3.       Kedua penjahat tak saling mengkhianati, maka kedua penjahat mendapatkan hukuman yang sama-sama agak ringan.
Konsep khianat-mengkhianati dalam hal ini ialah apabila salah satu penjahat menyebutkan opsi A, sementara penjahat lain menyebutkan opsi B, dimana opsi B merupakan suatu kebohongan, maka dapat dikatakan penjahat pertama telah mengkhianati penjahat kedua, begitu pula sebaliknya. Nah, dengan cerdiknya, anak-anak ketika melakukan simulasi Dilema Sang Tawanan ini berhasil memilih opsi yang berbeda, lain daripada yang lain, dan tak terbayangkan, sebuah opsi yang mencerminkan kecerdikan mereka.

Petualangan anak-anak kali ini berada di seputaran Stonetown. Penjahatnya pun masih Mr. Curtain dan kaki tangannya yaitu para Manusia Sepuluh. Selain dari itu, pihak pemerintah pun mulai agak mencampuri urusan dengan alat Sang Pembisik ini. Mereka menginginkan alat tersebut diserahkan oleh Mr. Benedict kepada pemerintah, tanpa menyadari bahwa alat tersebut lebih aman berada di dalam kediaman Mr. Benedict karena hanya ia yang mengetahui cara menangkal apa-apa yang mungkin akan dilakukan oleh Mr. Curtain guna merebut kembali Sang Pembisik. Memang, makin kesini cara-cara yang dilakukan Mr. Curtain semakin canggih dan lihai. Kali ini ia menggunakan listrik sebagai senjatanya. Cara yang ia lakukan ialah memadamkan listrik dan penerangan seluruh Stonetown! Akibat ulahnya ini, ia berhasil merebut Sang Pembisik, bahkan menyandera anak-anak. Tidak ada jalan keluar untuk kabur bagi anak-anak kecuali dengan satu hal, yaitu memanfaatkan keahlian Constance yang mulai terlihat walaupun belum begitu terasah.

Seperti telah disebutkan, kemampuan Constance makin terkuak di buku ini. Anak-anak pun diminta oleh Mr. Benedict guna membantu Constance dalam meningkatkan kemampuannya. Selain itu, bakat Constance lainnya yaitu ia dapat meramal sesuatu yang akan terjadi, tentunya hal ini akan sangat berguna apabila akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Masih dengan petualangan yang agak keras, kejahatan Manusia Sepuluh makin menjadi-jadi di buku ini. Mereka masih berdarah dingin dan tega melukai anak-anak dengan senjata-senjata yang mereka miliki. Belum lagi sarung tangan perak Mr. Curtain yang dapat melumpuhkan, tak segan-segan ia gunakan terhadap anak-anak. Maka seperti buku sebelumnya, buku ini saya rekomendasikan hanya kepada anak-anak yang telah berusia di atas sepuluh tahun, karena kekejaman-kekejaman tersebut menurut saya masih agak mengerikan untuk ukuran anak-anak. Mengenai isi ceritanya sendiri, saya bisa katakan buku ini agak membosankan dibanding kedua buku sebelumnya. Memang, masih banyak teka-teki dan kode-kode yang menarik untuk dipecahkan, namun bagian awal hingga tengah buku terkesan bertele-tele, dan inilah yang membuat agak membosankan. Bintang empat saya pikir cukup untuk buku ini.


Judul: Persekutuan Misterius Benedict dan Dilema Sang Tawanan (The Mysterious Benedict Society #3)
Penulis: Trenton Lee Stewart
Penerbit: Matahati
Tebal: 446 hal.
Tahun Terbit: 2009 (1st) / 2011 (terjemahan)
Rate: 4/5
Rekomendasi Usia: >10 tahun

Seperti Amazing Race!




Reuni. Yup, satu tahun berlalu setelah kejadian yang menimpa anak-anak di Institut yang melibatkan Mr. Curtain dan Sang Pembisik-nya. Mr. Benedict pun berencana mengadakan reuni bagi keempat anggota Persekutuan Misterius Benedict. Masih dari sudut pandang Reynie Muldoon, kali ini Reynie berkunjung ke rumah Kate, mereka berencana untuk pergi bersama-sama menuju Stonetown dimana Mr. Benedict tinggal. Tidak hanya berdua, Sticky pun akan pergi bersama dengan Reynie dan Kate, tentu saja dengan didampingi para orang tua mereka. Constance, sebagai anggota termuda tentu saja tidak ikut dengan ketiga temannya ini. Bukan apa-apa, karena Constance memang tinggal bersama Mr. Benedict di Stonetown. Meskipun demikian, bukan berarti Constance telah diberitahu tentang kejutan yang rencananya akan diberikan oleh Mr. Benedict dalam acara reuni kali ini. Di rumah Kate, Reynie dan Sticky berkenalan dengan peliharaan baru Kate, yaitu seekor burung alap-alap yang diberi nama Madge, kelak Madge ini memegang peranan penting dalam petualangan anak-anak ini.

Alih-alih mendapatkan kejutan yang menyenangkan, anak-anak disambut berita buruk ketika tiba di rumah Mr. Benedict. Kejutan tersebut adalah hilangnya Mr. Benedict dan Nomor Dua. Ternyata, mereka berdua ditangkap oleh Mr. Curtain, yang di dalam surat ancamannya memberitahukan bahwa ia menyandera kedua orang tersebut guna meminta tebusan sebuah nama tempat dan orang yang mengetahui sebuah tanaman yang mempunyai khasiat mampu membuat orang-orang mengantuk. Tanaman ini dikenal dengan nama Duskwort dan hanya Mr. Benedict-lah yang mengetahui tepatnya tanaman apakah Duskwort ini.

Rhonda, yang merupakan asisten lain Mr. Benedict selain Nomor Dua mau tak mau akhirnya menyerahkan kejutan yang tadinya telah disiapkan oleh Mr. Benedict kepada anak-anak. Kejutan ini berupa teka-teki dimana jawaban dari teka-teki tersebut adalah destinasi Mr. Benedict berikutnya. Hm, mungkin analoginya mirip dengan games Amazing Race. Jadi, anak-anak mendapatkan suatu teka-teki yang menunjukkan suatu benda atau tempat, dan di benda atau tempat tersebut ada teka-teki lain yang menunjukkan petunjuk berikutnya. Tadinya, Mr. Benedict berencana membuat teka-teki dan petunjuk ini mengarah kepada tempatnya terakhir berada. Namun, gara-gara penyekapan yang dilakukan oleh Mr. Curtain, teka-teki ini agak menggantung karena Mr. Benedict masih berada di setengah jalan dalam games ini. Anak-anak, yang memang tidak mempunyai ide tentang dimana Mr. Benedict berada akhirnya mengikuti teka-teki pertama, dan memang akhirnya teka-teki ini dapat menunjukkan posisi terakhi Mr. Benedict yang telah disekap oleh Mr. Curtain.

Petualangan anak-anak kali ini bisa dibilang antar-benua. Dari Amerika tempat mereka berada, petunjuk-petunjuk yang ada membawa mereka menaiki kapal laut, kereta, sepeda, bahkan pesawat terbang. Destinasi mereka adalah benua Eropa, sebuah tempat yang mempunyai nilai historis bagi Mr. Benedict. Perlu diketahui sebelumnya, bahwa Mr. Benedict lahir di benua Eropa, dan mungkin itulah sebabnya ia “menggiring” anak-anak ke benua biru ini. Setelah melalui perjuangan yang menegangkan, penuh teka-teki dan penuh pengetahuan serta pengalaman baru bagi mereka, anak-anak akhirnya berhadapan dengan para Manusia Sepuluh. Manusia Sepuluh ini ialah kaki tangan Mr. Curtain dan dinamakan demikian karena mereka mempunyai sepuluh cara yang berbeda guna menghabisi lawan-lawannya.

Petualangan antar-benua yang dialami anak-anak kali ini lebih seru dibanding petualangan pertama mereka yang hanya berkutat di Institut saja. Teka-teki yang dibuat oleh penulis pun sangat asyik untuk dinikmati dan dicari pemecahannya, apalagi seperti telah disebut di atas, konsep yang seperti Amazing Race ini membuat sebuah jalan cerita yang baru dan cukup unik. Di buku kedua ini pula keahlian dan bakat dari Constance mulai terlihat. Bukan, bukan bakatnya dalam membuat sajak yang berima, namun bakat yang lain, bakat yang berbeda dari bakat-bakat yang telah dimiliki ketiga temannya yang lain. Tokoh penjahat yang muncul disini pun lebih beragam dan lebih sadis, selain itu, mereka pun lebih berdarah dingin, tak memandang siapa lawan mereka, apakah dewasa ataukah anak-anak. Konsep tentang tanaman Duskwort yang dapat membuat mengantuk pun menarik, bagaimana ambisi Mr. Curtain dalam menguasai dunia masih belum habis, sehingga ia ngotot untuk mendapatkan tanaman ini, sehingga ia akan lebih mudah mempengaruhi dunia ketika orang-orang mulai mengantuk gara-gara uap dari Duskwort yang dibakar ini.

Mengenai kecocokan buku ini untuk anak-anak, seperti telah saya singgung di atas, penjahat yang ada cukup sadis dan berdarah dingin, sehingga saya agak khawatir jika buku ini belum dapat dicerna oleh anak-anak yang masih agak kecil. Mungkin, seperti halnya Lima Sekawan yang saya rekomendasikan untuk anak-anak usia sepuluh tahun ke atas, buku ini pun demikian. Tetapi, jelas buku ini cocok untuk anak-anak tersebut, teka-teki yang ada dan penyelipan pengetahuan umum di buku ini dapat menambah wawasan, sehingga tanpa disadari, konsep belajar sambil membaca novel sangat ada di dalam buku ini. Lebih seru dari buku pertama, saya beri bintang lima untuk buku ini. Buku yang sangat saya rekomendasikan kepada teman-teman sekalian.


Judul: Persekutuan Misterius Benedict dan Perjalanan Maut (The Mysterious Benedict Society #2)
Penulis: Trenton Lee Stewart
Tebal: 545 hal.
Penerbit: Matahati
Tahun Terbit: 2008 (1st) / 2010 (terjemahan)
Rate: 5/5
Rekomendasi Usia: >10 tahun

Rabu, 05 Juni 2013

Wishful Wednesday #2 ~ sekalian curcol


Yeay, udah hari Rabu lagi..
Saatnya untuk Wishful Wednesday ke-2 buat saya, yang memang telat sekali ngikut acara ini, hihihi...
Sebelumnya, terima kasih buat Kak Astrid atas sambutannya, semoga saja buku-buku impian kita menjadi kenyataan, amiiin...

Oke, langsung saja deh, ke buku impian saya. Kali ini, ada dua buku. Yah, seperti di bagian judul di atas, sebenarnya ini sekalian curcol sih, jadi begini ceritanya:
Kedua buku ini seharusnya secara resmi telah menjadi milik saya, tetapi hal tersebut tidak dapat terwujud, kenapa? karena saya harus mengambil sendiri kedua buku tersebut! :| Jadi gini, kedua buku ini saya dapat dari acara bincang dengan penulis di sebuah radio, dan sialnya, hadiah hanya bisa didapat kalau mengambil langsung ke radio tersebut. Yah, mengingat hadiah harus diambil pada saat jam kerja, dan gak mungkin lah saya mesti bolos kerja buat bela-belain ngambil buku doang, jadinya saya relakan begitu saja :( Tapi sempet gedek juga, masalahnya tuh radio sempet nanya juga alamat saya via DM twitter, entah buat apa deh, kalau akhirnya nyuruh ngambil langsung :|

Cukup! Mari kita move on! Jadi, kedua buku tersebut ialah:


Seorang pria membeli ramuan di tengah malam buta untuk menaklukkan hati sang kekasih... John Collier

Dua orang musuh bebuyutan terjerembab di malam pekat, menunggu nasib menentukan siapa di antara mereka yang akan selamat... Saki

Seorang prajurit menemukan namanya dicetak di atas koran dan tak sabar mengumumkannya ke semua orang... Anton Chekhov

Sang Kaisar sekarat, ia mengutus seorang kurir untuk mengantarkan pesan penting... Franz Kafka

Dua orang pelayan berdebat tentang fungsi sebuah kafe... Ernest Hemingway

Dan cerita pendek klasik lainnya terangkum di sini. Bermula dengan situs sederhana, Fiksi Lotus menghadirkan koleksi cerita pendek klasik dunia yang menarik dan tak jarang menggelitik bagi pembaca Indonesia. Keempat belas cerita yang telah dipilih untuk dihadirkan dalam volume perdana ini merupakan karya-karya besar sejumlah penulis ternama seperti Dorothy Parker, O. Henry, Naguib Mahfouz, dan masih banyak lainnya.


Goodreads ---> Fiksi Lotus




Dua anak kembar. Tidak identik. Bertolak belakang. Berbagi pengalaman. Berbeda sudut pandang. Dari salah satu sudut kota Yogyakarta, sebuah cerita pun bermula.


Aku, mungkin gadis yang sedang beranjak dewasa, dengan tulisanku, aku menuangkan rasa mengenai kehidupan ini, dengan sikap tak acuhku, aku tak pernah ambil pusing dengan skeptisisme adik kembarku.


Dartha adik kembarku, seorang anak lelaki yang tak terlalu banyak mengumbar kata, dengan gurat lukisannya, dia mengabadikan waktu. Kami, dua anak remaja dengan sepaket kehidupan wajar.


Dan ketika malam semakin lanjut usia, waktu tak mampu memperlambat datangnya bencana kala itu.


Layang-layang pada langit kami pun tak lagi ada, Yogyakarta kini hanya sepotong kenangan usang yang pahit untuk dikenang.

Namun hidup terus berjalan, dan masih banyak mimpi yang menunggu untuk kami wujudkan, dengan ataupun tanpa Yogyakarta kami yang dulu. Dena.


Goodreads ---> Prosa Layang-layang





Nah, yang jadi pertanyaan saya selanjutnya adalah, bagaimana kemudian nasib kedua buku ini, apakah buku-buku yang jadi hadiah tersebut memang sudah ada di radio tersebut untuk dibagikan, atau bagaimana? Apakah ada pemenang pengganti? Atau buku-buku tersebut terbengkalai begitu saja? Oh, menyedihkan. Semoga saja Mbak Maggie Tiojakin dan Mbak Intan Kirana membaca juga postingan ini, untuk hanya sekedar tahu saja, bahwa buku yang mereka hadiahkan tidak sampai ke tangan pemenang :(

Sudah, mari kita bergembira lagi! Ayo semua ikut Wishful Wednesday ini, tulis dan curahkan buku-buku apa yang ingin kalian miliki, siapa tahu banyak yang meng-amin-kan dan kamu bisa dapat bukunya, hihihi... yang mau ikutan begini caranya:
  1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (ada di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)